Padang (ANTARA) - Evaluasi terhadap pelaksanaan Pemilu serentak 2019 yang mengakibatkan lebih dari 100 orang penyelenggara dan petugas keamanan meninggal dunia harus melalui riset mendalam agar pelaksanaan ke depan benar-benar menjadi "pesta demokrasi yang membuat bahagia".
"Kita harus tahu dulu masalahnya, apakah pengalaman penyelenggaraan pemilu serentak yang belum ada atau manajemen penyelenggaraan yang belum tepat, setelah itu baru bisa ubah teknisnya," kata Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang, Dr Asrinaldi.
Ia mengatakan itu di Padang, Selasa, terkait kuatnya dorongan dari berbagai pihak untuk evaluasi pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
Evaluasi itu harus segera dilakukan karena pada 2024 diwacanakan Pemilihan Wali Kota/Bupati serta Pemilihan Gubernur akan ikut digabung dalam satu paket, hingga nantinya akan ada tujuh jenis surat suara.
"Kalau pelaksanaannya seperti ini juga, pemilu serentak 2024 itu pasti jauh lebih berat karena itu sekarang harus dievaluasi dulu teknis pelaksanaannya," kata dia.
Evaluasi itu harus melibatkan semua pihak seperti penyelenggara, pemerintah, legislator, akademisi hingga Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaanya pemilu.
"Suara dari KPPS juga penting dalam proses ini," ujarnya.
Jika hasil evaluasi nanti bermuara pada mengubah teknis pelaksanaan Pemilu, maka Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) kemungkinan harus diubah kembali melalui mekanisme yang ada.
Dorongan untuk evaluasi Pemilu 2019 itu gencar disuarakan karena banyaknya penyelenggara di tingkat terbawah yang menjadi korban meninggal dan sakit. Demikian juga dengan petugas keamanan yang ditugaskan mengawal pelaksanaan Pemilu agar aman.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mewacanakan pemisahan Pemilu Presiden dengan Pemilu Legislatif supaya bebannya tidak terlalu berat.
Sementara Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebut ada wacana berasal dari riset evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pemilu 2014 untuk memisahkan pemilu serentak di tingkat daerah dengan pemilu serentak di tingkat nasional.
"Kita harus tahu dulu masalahnya, apakah pengalaman penyelenggaraan pemilu serentak yang belum ada atau manajemen penyelenggaraan yang belum tepat, setelah itu baru bisa ubah teknisnya," kata Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang, Dr Asrinaldi.
Ia mengatakan itu di Padang, Selasa, terkait kuatnya dorongan dari berbagai pihak untuk evaluasi pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
Evaluasi itu harus segera dilakukan karena pada 2024 diwacanakan Pemilihan Wali Kota/Bupati serta Pemilihan Gubernur akan ikut digabung dalam satu paket, hingga nantinya akan ada tujuh jenis surat suara.
"Kalau pelaksanaannya seperti ini juga, pemilu serentak 2024 itu pasti jauh lebih berat karena itu sekarang harus dievaluasi dulu teknis pelaksanaannya," kata dia.
Evaluasi itu harus melibatkan semua pihak seperti penyelenggara, pemerintah, legislator, akademisi hingga Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaanya pemilu.
"Suara dari KPPS juga penting dalam proses ini," ujarnya.
Jika hasil evaluasi nanti bermuara pada mengubah teknis pelaksanaan Pemilu, maka Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) kemungkinan harus diubah kembali melalui mekanisme yang ada.
Dorongan untuk evaluasi Pemilu 2019 itu gencar disuarakan karena banyaknya penyelenggara di tingkat terbawah yang menjadi korban meninggal dan sakit. Demikian juga dengan petugas keamanan yang ditugaskan mengawal pelaksanaan Pemilu agar aman.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mewacanakan pemisahan Pemilu Presiden dengan Pemilu Legislatif supaya bebannya tidak terlalu berat.
Sementara Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyebut ada wacana berasal dari riset evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pemilu 2014 untuk memisahkan pemilu serentak di tingkat daerah dengan pemilu serentak di tingkat nasional.
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019