Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi harus memiliki perspektif soal kualitas pembuktian dalam pertimbangan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
"Kami melihat MK masih memiliki perspektif untuk melihat bagaimana kualitas pembuktian dibanding hanya terkait selisih hasil," kata Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz dalam acara diskusi media bertajuk "Peluncuran Hasil Pemantauan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi" di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan MK harus bisa membuktikan lebih jauh dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon dalam perkara PHPU.
Kahfi mencontohkan dalil dugaan bantuan sosial (bansos) yang digunakan untuk menaikkan suara pasangan calon Prabowo-Gibran.
Menurut ia, MK harus bisa membuktikan apakah ada penyalahgunaan dan ada atau tidaknya dampak bansos terhadap elektabilitas seseorang, bukan hanya sekadar prosedural.
Baca juga: Perludem: Ada secercah harapan dalam putusan MK untuk PHPU Pilpres
Ia juga menyayangkan MK lebih banyak bersandar pada keterangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk dalil pelanggaran pemilu yang waktunya terjadi sebelum pemilihan hingga pemungutan suara.
"Padahal, MK sendiri yang mengatakan dalam saran korektifnya bahwa Bawaslu itu dalam melaksanakan penanganan pelanggaran hukum pemilu masih mengedepankan prosedural," ujarnya.
Walaupun demikian, Perludem mengapresiasi MK yang bersedia menggali dalil permohonan, salah satunya dengan meminta keterangan empat menteri, yaitu Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Mensos Tri Rismaharini, dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
"Apa pun itu, putusannya harus kita hormati dan saran-saran korektif harus jadi evaluasi bersama agar kita bisa mendapatkan satu kerangka hukum pemilu yang bisa menjamin asas langsung, umum, bebas, jujur, dan adil dalam pemilu," pungkasnya.
Baca juga: Pakar: Sikap progresivitas jadi nilai penting bagi hakim MK
Mahkamah Konstitusi memutus dua perkara sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Sidang pembacaan putusan dipimpin Ketua MK Suhartoyo.
Dalam amar putusannya, MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo. Permohonan kedua kubu tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Atas putusan itu, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Pada intinya, tiga hakim konstitusi tersebut menyatakan seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.
Dalam petitumnya, Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Mereka juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Kemudian, meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.
Baca juga: Haedar sebut penerimaan putusan PHPU Pilpres cerminkan kenegarawanan
Baca juga: Pakar hukum UGM sebut putusan sengketa pilpres amanatkan sejumlah PR
Baca juga: Guru Besar Unibraw: Putusan MK dalam PHPU Pilpres terbaik untuk bangsa
"Kami melihat MK masih memiliki perspektif untuk melihat bagaimana kualitas pembuktian dibanding hanya terkait selisih hasil," kata Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz dalam acara diskusi media bertajuk "Peluncuran Hasil Pemantauan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi" di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan MK harus bisa membuktikan lebih jauh dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon dalam perkara PHPU.
Kahfi mencontohkan dalil dugaan bantuan sosial (bansos) yang digunakan untuk menaikkan suara pasangan calon Prabowo-Gibran.
Menurut ia, MK harus bisa membuktikan apakah ada penyalahgunaan dan ada atau tidaknya dampak bansos terhadap elektabilitas seseorang, bukan hanya sekadar prosedural.
Baca juga: Perludem: Ada secercah harapan dalam putusan MK untuk PHPU Pilpres
Ia juga menyayangkan MK lebih banyak bersandar pada keterangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk dalil pelanggaran pemilu yang waktunya terjadi sebelum pemilihan hingga pemungutan suara.
"Padahal, MK sendiri yang mengatakan dalam saran korektifnya bahwa Bawaslu itu dalam melaksanakan penanganan pelanggaran hukum pemilu masih mengedepankan prosedural," ujarnya.
Walaupun demikian, Perludem mengapresiasi MK yang bersedia menggali dalil permohonan, salah satunya dengan meminta keterangan empat menteri, yaitu Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Mensos Tri Rismaharini, dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
"Apa pun itu, putusannya harus kita hormati dan saran-saran korektif harus jadi evaluasi bersama agar kita bisa mendapatkan satu kerangka hukum pemilu yang bisa menjamin asas langsung, umum, bebas, jujur, dan adil dalam pemilu," pungkasnya.
Baca juga: Pakar: Sikap progresivitas jadi nilai penting bagi hakim MK
Mahkamah Konstitusi memutus dua perkara sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Sidang pembacaan putusan dipimpin Ketua MK Suhartoyo.
Dalam amar putusannya, MK menolak seluruh permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Pranowo. Permohonan kedua kubu tersebut tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Atas putusan itu, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Pada intinya, tiga hakim konstitusi tersebut menyatakan seharusnya MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah.
Dalam petitumnya, Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Mereka juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Kemudian, meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.
Baca juga: Haedar sebut penerimaan putusan PHPU Pilpres cerminkan kenegarawanan
Baca juga: Pakar hukum UGM sebut putusan sengketa pilpres amanatkan sejumlah PR
Baca juga: Guru Besar Unibraw: Putusan MK dalam PHPU Pilpres terbaik untuk bangsa
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024