Dari sisi regulasi sebenarnya sudah cukup, walau memang kita belum memiliki satu regulasi yang komprehensif tentang keamanan siberJakarta (ANTARA) - Kepala Departemen Hukum Teknologi Informasi Komunikasi dan Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sinta Dewi, S.H., LL.M. menilai bahwa saat ini regulasi yang mengatur soal keamanan data di dunia maya sudah cukup memadai, hanya tinggal menyisakan pekerjaan rumah berupa penerapan yang bersifat menyeluruh.
Sinta memberikan pendapat tersebut dalam konteks penyelenggaraan pesta demokrasi Pemilu terkait dengan pentingnya menjaga keamanan data pemilih. Menurut dia, keamanan data dalam konteks Pemilu saat ini cukup mengkhawatirkan karena sempat terjadi dugaan adanya data breach atau kegagalan dalam perlindungan data beberapa waktu lalu.
"Itu kan sudah terjadi dan di Indonesia selalu seperti itu, ribut di media dan kemudian diam dengan sendirinya. Menurut saya ini masih perlu proses dalam penerapannya. Dari sisi regulasi sebenarnya sudah cukup, walau memang kita belum memiliki satu regulasi yang komprehensif tentang keamanan siber," ujar Sinta dihubungi ANTARA dari Jakarta pada Kamis petang.
Sinta menjelaskan bahwa secara sektoral, pemerintah telah menghadirkan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang menempatkan keamanan siber sebagai salah satu pilar paling utama. Tetapi dalam proses penerapan secara spesifik dalam menghadapi Pemilu, belum ada satu kebijakan yang komprehensif.
Baca juga: Pakar siber: Hukum mesti mengejar kemajuan teknologi
Baca juga: Implementasi penggunaan teknologi AI dalam perhelatan Pemilu
"Baru secara sektoral. Saya mengkhawatirkan soal keamanan data dari peserta Pemilu karena dari segi sistem secara teknologi pun tidak ada satu pun yang kuat. Ahli-ahli siber dan IT mengatakan tidak ada satu pun yang aman, di negara lain pun seperti itu," ucap sosok yang menekuni kajian Hukum Siber, Hukum E-Commerce, Hukum Telekomunikasi, dan Hukum Perlindungan Data Pribadi itu.
Karena itu dia menegaskan kembali pentingnya peran setiap lembaga negara untuk memperkuat aturan secara internal atau dari dalam berbekal infrastruktur yang sudah disiapkan, sehingga sistem keamanan data menjadi lebih baik.
"Kita memang belum mendapatkan satu praktik yang aman karena kebocoran data itu seringkali terjadi. Tidak cuma kebocoran data, sudah banyak terjadi juga black campaign atau negative campaign hoax yang disebarkan di media sosial," tuturnya.
"Di TikTok itu luar biasa banyak pendukung pasangan calon yang melakukan perundungan terhadap satu pasangan calon. Menurut saya secara regulasi, infrastruktur, tata kelola sebenarnya sudah diamanatkan, sekarang yang diperlukan adalah penerapan di berbagai sektor," imbuh dia.
Baca juga: Pakar: Peretasan sistem dapat turunkan kredibilitas KPU di mata publik
Baca juga: Tes penetrasi tiap hari jaga keamanan sistem dan data KPU
Lebih lanjut pengajar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran sejak tahun 1991 itu mengatakan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa melahirkan semacam satu kerangka kebijakan yang bersifat implementatif sehingga permasalahan keamanan data yang sesungguhnya kerap terjadi tidak hanya dalam kaitannya dengan politik dan Pemilu, dapat diminimalisasi.
"Sistem yang ada saat ini sudah baik dan saya harapkan tidak perlu waktu lama untuk memperbaikinya karena infrastruktur sudah tersedia, tinggal disatukan saja dan bagaimana penerapan di lapangan. Cukup satu kali Pemilu lagi, semoga kerangka kebijakan yang lebih baik segera terwujud," ujar Sinta.
Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024