Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dari Exposit Strategic Arif Susanto mengemukakan keikutsertaan putra Presiden RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, pada Pemilihan Umum 2024 berpotensi memengaruhi netralitas alat negara.
"Potensi itu tidak harus by intention atau disengaja, tetapi secara tidak langsung bisa memengaruhi netralitas alat negara," kata Arif di Jakarta, Jumat.
Menurut ia, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi untuk memenangkan anaknya adalah sesuai dengan keinginan dia.
"Problemnya kalau itu dilakukan maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI, Polri itu bisa terganggu," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara.
"Menurut saya, Bawaslu harus lebih aktif lagi mengawasi soal ini karena potensinya bukan hanya pada masa kampanye, tetapi juga sebelum masa kampanye seperti hari-hari ini," ujar Khairunnisa.
Meskipun masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November 2023, sambung Khairunnisa, namun potensi-potensi penyalahgunaan kewenangan sudah terjadi sebelum masa kampanye resmi dimulai.
"Selama ini Bawaslu selalu berdalih bahwa peserta pemilu belum ditetapkan dan juga belum masuk masa kampanye sehingga tidak bisa dilakukan penindakan," katanya.
Padahal, jelas tertulis dalam tugas dan wewenang Bawaslu, salah satunya melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu sampai dengan memutuskan jika terjadi pelanggaran.
"Seharusnya dengan segala kewenangannya saat ini, Bawaslu tidak sekadar menunggu saat masa kampanye. Sebelum masa kampanye harusnya sudah dilakukan juga untuk memastikan proses pemilu berjalan secara fair," ujar Khairunnisa.
Menurut dia, profesionalitas dan independensi Bawaslu sangat diharapkan oleh masyarakat
"Potensi itu tidak harus by intention atau disengaja, tetapi secara tidak langsung bisa memengaruhi netralitas alat negara," kata Arif di Jakarta, Jumat.
Menurut ia, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi untuk memenangkan anaknya adalah sesuai dengan keinginan dia.
"Problemnya kalau itu dilakukan maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI, Polri itu bisa terganggu," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara.
"Menurut saya, Bawaslu harus lebih aktif lagi mengawasi soal ini karena potensinya bukan hanya pada masa kampanye, tetapi juga sebelum masa kampanye seperti hari-hari ini," ujar Khairunnisa.
Meskipun masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November 2023, sambung Khairunnisa, namun potensi-potensi penyalahgunaan kewenangan sudah terjadi sebelum masa kampanye resmi dimulai.
"Selama ini Bawaslu selalu berdalih bahwa peserta pemilu belum ditetapkan dan juga belum masuk masa kampanye sehingga tidak bisa dilakukan penindakan," katanya.
Padahal, jelas tertulis dalam tugas dan wewenang Bawaslu, salah satunya melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu sampai dengan memutuskan jika terjadi pelanggaran.
"Seharusnya dengan segala kewenangannya saat ini, Bawaslu tidak sekadar menunggu saat masa kampanye. Sebelum masa kampanye harusnya sudah dilakukan juga untuk memastikan proses pemilu berjalan secara fair," ujar Khairunnisa.
Menurut dia, profesionalitas dan independensi Bawaslu sangat diharapkan oleh masyarakat
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023