Surabaya (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menilai tiga faksi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai pemenang Pemilu 2019 akan menentukan dinamika Pilkada Surabaya 2020.
"Dalam Pilkada Surabaya kandidat yang diusung PDI Perjuangan akan punya peluang lebih besar dan pertarungan faksi-faksi dalam PDI Perjuangan di Surabaya akan kian menarik," kata Surokim kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, tiga faksi di PDI Perjuangan tersebut yakni faksi Tri Rismaharini (Wakil Wali Kota Surabaya), faksi Bambang Dwi Hartono (Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan sekaligus mantan Wali Kota Surabaya) dan Whisnu Sakti Buana (Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya sekaligus Wakil Wali Kota Surabaya).
"Tiga faksi itu yang akan menentukan, antara faksi Wishnu representasi partai, Risma kader birokrat dan Bambang Dwi Hartono representasi dari PDI Perjuangan kultural. Kontestasi dan relasi antarketiga faksi itu yang akan menentukan dinamika Pilkada Surabaya," katanya.
Surokim mengatakan ketiga faksi tersebut sebenarnya sama-sama kuat dalam hal akses ke DPP PDI Perjuangan, khususnya ke Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. Meski demikian, lanjut dia, Wishnu sedikit punya keuntungan dengan pasukan struktural partai.
"Tapi selalu menarik tarik ulur di antara ketiganya," ujar dosen Komunikasi Politik dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo ini.
Jika perebutan relasi kuasa di internal PDI Perjuangan Surabaya sudah tuntas, maka PDI Perjuangan akan mudah membangun koalisi, minimal bisa menggandeng partai-partai nasionalis di bawah untuk masuk seperti NasDem, PSI, sebagai kekuatan baru di Surabaya.
"Menurut saya, peluang Wishnu paling tinggi di antara calon wali kota lain yang sudah beredar," katanya.
Faktanya, lanjut dia, Whisnu berhasil menunaikan tugas dengan PDI Perjuangan memenangkan Pemilu 2019 sehingga akan menjadi nilai plus. Selepas ini, ia menyarankan agar Wishnu harus lebih banyak keluar membangun komunikasi dengan kekuatan-kekuatan di luar PDI Perjuangan agar lebih banyak peluang bergandengan dengan tokoh lain sebagai panggung depan menuju Pilkada Surabaya 2020.
Peneliti di Surabaya Survey Center (SSC) ini mengatakan pesaing terberat Wishnu sebenarnya akan datang dari kalangan anak-anak muda progresif Surabaya yang lintas partai. Namun jika calon-calon politisi seusianya rasanya berat mengalahkan Wishnu.
Mengenai munculnya nama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi, menurut Surokim bisa melalui faksinya Risma. "Jika Risma mau sounding nama beliau (Eri Cahyadi) bisa jadi akan menjadi pesaing potensial Wishnu," katanya.
Menurutnya, di internal PDI Perjuangan Surabaya, bagaimanapun birokrat karir selalu punya nilai plus di Surabaya yang pembangunan fisiknya relatif mapan dan butuh keberlanjutan. "Pak Eri harus lebih banyak dipanggungkan dengan 'transfer device' bu Risma untuk keberlanjutan bangunan fisik Surabaya masa depan dan legacy Surabaya baru yang lebih progresif. Saya pikir itu penting untuk mengontrol peredaran nama beliau di udara," katanya.
Kehadiran anak anak muda Surabaya progresif yang mengusung narasi "Surabaya Hebat" dan dekat dengan enterpreneur anak muda, menurutnya tidak bisa dianggap remeh dalam konteks politik 2.0 sekarang.
"Anak anak muda non partai yang bisa mengaktivasi potensi kreatif itu juga harus dihitung sebagai pesaing baru di Pilkada Surabaya mendatang," katanya.
Bagaimanapun politik 2.0 kian terbuka dan politik virtual di urban akan kian berpengaruh dalam pertempuran udara. Mereka bisa mudah masuk ke komunitas-komunitas basis perkotaan tanpa sekat ideologis dan bisa membuka jejaring berbasis kesadaran individual pemilih rasional.
"Dalam Pilkada Surabaya kandidat yang diusung PDI Perjuangan akan punya peluang lebih besar dan pertarungan faksi-faksi dalam PDI Perjuangan di Surabaya akan kian menarik," kata Surokim kepada ANTARA di Surabaya, Jumat.
Menurut dia, tiga faksi di PDI Perjuangan tersebut yakni faksi Tri Rismaharini (Wakil Wali Kota Surabaya), faksi Bambang Dwi Hartono (Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan sekaligus mantan Wali Kota Surabaya) dan Whisnu Sakti Buana (Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya sekaligus Wakil Wali Kota Surabaya).
"Tiga faksi itu yang akan menentukan, antara faksi Wishnu representasi partai, Risma kader birokrat dan Bambang Dwi Hartono representasi dari PDI Perjuangan kultural. Kontestasi dan relasi antarketiga faksi itu yang akan menentukan dinamika Pilkada Surabaya," katanya.
Surokim mengatakan ketiga faksi tersebut sebenarnya sama-sama kuat dalam hal akses ke DPP PDI Perjuangan, khususnya ke Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. Meski demikian, lanjut dia, Wishnu sedikit punya keuntungan dengan pasukan struktural partai.
"Tapi selalu menarik tarik ulur di antara ketiganya," ujar dosen Komunikasi Politik dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo ini.
Jika perebutan relasi kuasa di internal PDI Perjuangan Surabaya sudah tuntas, maka PDI Perjuangan akan mudah membangun koalisi, minimal bisa menggandeng partai-partai nasionalis di bawah untuk masuk seperti NasDem, PSI, sebagai kekuatan baru di Surabaya.
"Menurut saya, peluang Wishnu paling tinggi di antara calon wali kota lain yang sudah beredar," katanya.
Faktanya, lanjut dia, Whisnu berhasil menunaikan tugas dengan PDI Perjuangan memenangkan Pemilu 2019 sehingga akan menjadi nilai plus. Selepas ini, ia menyarankan agar Wishnu harus lebih banyak keluar membangun komunikasi dengan kekuatan-kekuatan di luar PDI Perjuangan agar lebih banyak peluang bergandengan dengan tokoh lain sebagai panggung depan menuju Pilkada Surabaya 2020.
Peneliti di Surabaya Survey Center (SSC) ini mengatakan pesaing terberat Wishnu sebenarnya akan datang dari kalangan anak-anak muda progresif Surabaya yang lintas partai. Namun jika calon-calon politisi seusianya rasanya berat mengalahkan Wishnu.
Mengenai munculnya nama Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi, menurut Surokim bisa melalui faksinya Risma. "Jika Risma mau sounding nama beliau (Eri Cahyadi) bisa jadi akan menjadi pesaing potensial Wishnu," katanya.
Menurutnya, di internal PDI Perjuangan Surabaya, bagaimanapun birokrat karir selalu punya nilai plus di Surabaya yang pembangunan fisiknya relatif mapan dan butuh keberlanjutan. "Pak Eri harus lebih banyak dipanggungkan dengan 'transfer device' bu Risma untuk keberlanjutan bangunan fisik Surabaya masa depan dan legacy Surabaya baru yang lebih progresif. Saya pikir itu penting untuk mengontrol peredaran nama beliau di udara," katanya.
Kehadiran anak anak muda Surabaya progresif yang mengusung narasi "Surabaya Hebat" dan dekat dengan enterpreneur anak muda, menurutnya tidak bisa dianggap remeh dalam konteks politik 2.0 sekarang.
"Anak anak muda non partai yang bisa mengaktivasi potensi kreatif itu juga harus dihitung sebagai pesaing baru di Pilkada Surabaya mendatang," katanya.
Bagaimanapun politik 2.0 kian terbuka dan politik virtual di urban akan kian berpengaruh dalam pertempuran udara. Mereka bisa mudah masuk ke komunitas-komunitas basis perkotaan tanpa sekat ideologis dan bisa membuka jejaring berbasis kesadaran individual pemilih rasional.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019