Jakarta (ANTARA) - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan bakal calon anggota dewan perwakilan daerah (DPD) Irman Gusman berhak menggugat pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 untuk DPD daerah pemilihan Sumatera Barat (Sumbar).
"Biarpun hanya ‘bakal calon’ anggota DPD di Pemilu 2024, Irman memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Hamdan menjelaskan dalam kasus Irman Gusman, tidak ada alasannya KPU untuk mencoret namanya dari daftar calon tetap (DCT) Pemilu DPD dapil Sumbar di Pemilu 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap telah menggunakan cara melanggar hukum, untuk menghalangi hak warga negara mencalonkan diri di Pemilu.
"Terbukti ketika dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahwa pencoretan itu tidak sah, dikabulkan PTUN. Dan sudah ada perintah dari PTUN untuk mencantumkan nama Irman Gusman di DCT. Tapi KPU tidak mau melaksanakannya," katanya menegaskan.
Tidak itu saja, kata Hamdan, PTUN juga membatalkan SK KPU DCT Pemilu DPD dapil Sumbar karena tidak mencantumkan nama Irman. Akibatnya, karena tidak melaksanakan putusan PTUN itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjauhkan sanksi teguran keras kepada seluruh anggota KPU.
Baca juga: MK diminta berani putuskan PSU DPD di Sumatera Barat
Baca juga: Irman Gusman minta dirinya ditetapkan sebagai calon tetap anggota DPD
Baca juga: DKPP beri peringatan keras ke KPU terkait aduan Irman Gusman
Dari proses-proses itu, menurut Hamdan, pencoretan nama Irman secara nyata menghalang-halangi hak warga negara untuk mencalonkan diri. Dalam kasus seperti itu, jika dikaitkan dengan legal standing Irman Gusman menggugat ke MK, permohonan pemohon banyak yang dikabulkan.
Dijelaskan-nya, undang-undangnya memang berbunyi ‘calon’ bukan ‘bakal calon’, tapi kalau terbukti bahwa pencalonan dihambat KPU, dengan cara-cara bertentangan dengan hukum maka diberikan hak bagi ‘bakal calon’ untuk menggugat di MK.
"Dan biasanya MK memberikan legal standing, karena ada pelanggaran hak konstitusional di situ," ujarnya.
Mengenai pemaknaan persinggungan hukuman lima tahun, Hamdan mengatakan, masalah itu sebenarnya sudah selesai. Kata dia, PTUN sudah mengatakan jika Irman tidak masuk dalam lingkup hukuman lima tahun atau lebih, tapi satu hingga lima tahun. Sehingga itu sudah jelas sekali PTUN memberikan penafsiran-nya.
"Biarpun hanya ‘bakal calon’ anggota DPD di Pemilu 2024, Irman memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Hamdan menjelaskan dalam kasus Irman Gusman, tidak ada alasannya KPU untuk mencoret namanya dari daftar calon tetap (DCT) Pemilu DPD dapil Sumbar di Pemilu 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap telah menggunakan cara melanggar hukum, untuk menghalangi hak warga negara mencalonkan diri di Pemilu.
"Terbukti ketika dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bahwa pencoretan itu tidak sah, dikabulkan PTUN. Dan sudah ada perintah dari PTUN untuk mencantumkan nama Irman Gusman di DCT. Tapi KPU tidak mau melaksanakannya," katanya menegaskan.
Tidak itu saja, kata Hamdan, PTUN juga membatalkan SK KPU DCT Pemilu DPD dapil Sumbar karena tidak mencantumkan nama Irman. Akibatnya, karena tidak melaksanakan putusan PTUN itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjauhkan sanksi teguran keras kepada seluruh anggota KPU.
Baca juga: MK diminta berani putuskan PSU DPD di Sumatera Barat
Baca juga: Irman Gusman minta dirinya ditetapkan sebagai calon tetap anggota DPD
Baca juga: DKPP beri peringatan keras ke KPU terkait aduan Irman Gusman
Dari proses-proses itu, menurut Hamdan, pencoretan nama Irman secara nyata menghalang-halangi hak warga negara untuk mencalonkan diri. Dalam kasus seperti itu, jika dikaitkan dengan legal standing Irman Gusman menggugat ke MK, permohonan pemohon banyak yang dikabulkan.
Dijelaskan-nya, undang-undangnya memang berbunyi ‘calon’ bukan ‘bakal calon’, tapi kalau terbukti bahwa pencalonan dihambat KPU, dengan cara-cara bertentangan dengan hukum maka diberikan hak bagi ‘bakal calon’ untuk menggugat di MK.
"Dan biasanya MK memberikan legal standing, karena ada pelanggaran hak konstitusional di situ," ujarnya.
Mengenai pemaknaan persinggungan hukuman lima tahun, Hamdan mengatakan, masalah itu sebenarnya sudah selesai. Kata dia, PTUN sudah mengatakan jika Irman tidak masuk dalam lingkup hukuman lima tahun atau lebih, tapi satu hingga lima tahun. Sehingga itu sudah jelas sekali PTUN memberikan penafsiran-nya.
Pewarta: Fauzi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024