Purwokerto (ANTARA) - Gerakan "people power" atau pengerahan kekuatan massa sangat berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara, kata Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Dr. Anjar Nugroho.
"Saya kira ini (people power, red.) hanya semacam gertakan saja dari pihak-pihak yang secara politik memang sampai saat ini belum tersampaikan maksudnya. Ini terkait dengan konteks Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Ia menegaskan gerakan pengerahan kekuatan massa akan banyak berisiko dan berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara.
Lebih lanjut, dia mengatakan Pemilu Serentak 2019 yang di dalamnya merupakan pertarungan elite dan tentunya dalam proses pemilu ada yang menang maupun ada yang kalah.
"Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh elite untuk terus mempertahankan perjuangan keinginannya yang dia punya hitung-hitungan misalnya dalam pemilu kali ini kalah, ya dia akan menggunakan segala cara keinginannya bisa terwujud," kata dia yang juga Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PSDKP) UMP.
Menurut dia, cara-cara tersebut juga memanfaatkan situasi masyarakat yang sebetulnya juga tidak mempunyai pemahaman atau literasi politik yang cukup untuk memahami situasi.
Terkait dengan hal itu, Anjar mengatakan jika terjadi sengketa pemilu, sebaiknya diselesaikan secara konstitusional melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemilu itu proses yang konstitusional, memilih pimpinan secara konstitusional, dan ketika semua proses dilaksanakan secara konstitusional, semua bisa berjalan dengan baik, rakyat juga akan lebih tenang menghadapi situasinya, tidak dimanfaatkan (oleh orang lain). Ketika ada persoalan-persoalan yang menyangkut pemilu, nanti bisa disampaikan ke Bawaslu," katanya.
Ia mengatakan Bawaslu bisa menjadi pihak yang menampung aspirasi dari pihak yang selama ini mungkin merasa dicurangi.
Akan tetapi ketika Bawaslu belum bisa menyelesaikan, kata dia, sengketa pemilu bisa dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi.
"Saya kira ini suatu prosedur yang paling bisa menyelamatkan perjalanan bangsa ini," katanya.
Oleh karena itu, dia mengaku menolak gerakan "people power" atau pengerahan kekuatan massa karena terlalu berisiko untuk perjalanan bangsa Indonesia.
"Kalau semua hal diselesaikan dengan 'people power', nanti ujung-ujungnya rakyat yang akan dirugikan," katanya.
"Saya kira ini (people power, red.) hanya semacam gertakan saja dari pihak-pihak yang secara politik memang sampai saat ini belum tersampaikan maksudnya. Ini terkait dengan konteks Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Ia menegaskan gerakan pengerahan kekuatan massa akan banyak berisiko dan berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara.
Lebih lanjut, dia mengatakan Pemilu Serentak 2019 yang di dalamnya merupakan pertarungan elite dan tentunya dalam proses pemilu ada yang menang maupun ada yang kalah.
"Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh elite untuk terus mempertahankan perjuangan keinginannya yang dia punya hitung-hitungan misalnya dalam pemilu kali ini kalah, ya dia akan menggunakan segala cara keinginannya bisa terwujud," kata dia yang juga Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PSDKP) UMP.
Menurut dia, cara-cara tersebut juga memanfaatkan situasi masyarakat yang sebetulnya juga tidak mempunyai pemahaman atau literasi politik yang cukup untuk memahami situasi.
Terkait dengan hal itu, Anjar mengatakan jika terjadi sengketa pemilu, sebaiknya diselesaikan secara konstitusional melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemilu itu proses yang konstitusional, memilih pimpinan secara konstitusional, dan ketika semua proses dilaksanakan secara konstitusional, semua bisa berjalan dengan baik, rakyat juga akan lebih tenang menghadapi situasinya, tidak dimanfaatkan (oleh orang lain). Ketika ada persoalan-persoalan yang menyangkut pemilu, nanti bisa disampaikan ke Bawaslu," katanya.
Ia mengatakan Bawaslu bisa menjadi pihak yang menampung aspirasi dari pihak yang selama ini mungkin merasa dicurangi.
Akan tetapi ketika Bawaslu belum bisa menyelesaikan, kata dia, sengketa pemilu bisa dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi.
"Saya kira ini suatu prosedur yang paling bisa menyelamatkan perjalanan bangsa ini," katanya.
Oleh karena itu, dia mengaku menolak gerakan "people power" atau pengerahan kekuatan massa karena terlalu berisiko untuk perjalanan bangsa Indonesia.
"Kalau semua hal diselesaikan dengan 'people power', nanti ujung-ujungnya rakyat yang akan dirugikan," katanya.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019