Ahli sebut surat pernyataan KPU Palembang tidak valid

Delapan parpol penuhi ambang batas parlemen, PDIP suara terbanyak
Dr. Sri Sulastri (jilbab hijau) tampak sedang memberikan keterangan pada sidang tindak pidana pemilu di Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, Selasa (9-7-2019). (Foto: Aziz Munajar)
Palembang (ANTARA) - Saksi ahli pidana dari Universitas Muhammadiyah Palembang Dr. Sri Sulastri menyebut surat pernyataan KPU Kota Palembang untuk menolak pemungutan suara lanjutan adalah tidak valid.

"Kalimat pernyataan surat itu tidak jelas dan tidak ada meterai. Selain itu, surat pernyataan sifatnya subjektif sehingga tidak mewakili pemilih di TPS setempat," kata Sri Sulastri saat memberi kesaksian di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Kelas 1A Palembang, Selasa.

Pada sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Erma Suharti, Sri menerangkan bahwa kalimat "menyatakan jika pemilihan berlangsung aman dan lancar" terdapat makna bias.

Baca juga: Majelis hakim tolak keberatan KPU Palembang

"Pemilihan yang mana? Pemilihan kades atau bupati? Seharusnya dijabarkan dengan maksud yang tepat. Jika yang dimaksud KPU Kota Palembang adalah Pemilihan Umum 2019 maka kalimatnya, ya, seperti itu," jelasnya.

Semestinya, kata dia, ketika KPU Kota Palembang ingin meminta persetujuan dilaksanakan PSL atau tidak kepada ketua KPPS, keterangan administrasinya berbentuk daftar nama-nama DPT yang ditandatangani dengan meterai.

Isinya dapat berupa mengehendaki atau tidak menghendaki PSL di TPS setempat. Namun, jika hanya berbentuk surat pernyataan, seperti yang di buat KPU Palembang, itu justru menjadi kesengajaan dalam upaya menghilangkan hak suara pemilih.

Jika surat hanya ditandatangani ketua KPPS, sementara ada warga yang menghendaki PSL lantaran belum memilih, menurut dia, surat pernyataan tidak dapat dianggap mewakili TPS.

"Indikasinya KPU Kota Palembang membuat aturan sendiri dan memutuskan sendiri. Hal ini mestinya mau atau tidak warga melaksanakan PSL, KPU tetap buka PSL, urusan ada yang memilih atau tidak itu nanti," katanya dalam sidang tindak pidana pemilu itu.

Baca juga: Kuasa hukum KPU Palembang anggap tuntutan pidana pemilu kedaluwarsa

Ia menganggap dakwaan jaksa yang mendakwa lima anggota KPU Kota Palembang dengan Pasal 510 juncto Pasal 554 sudah tepat. Dalam hal ini, KPU Kota Palembang terindikasi menggunakan instrumen verifikasi yang tidak sah yang berakibat hilangnya suara pemilih.

Sementara itu, penasihat hukum kelima terdakwa, Mualimin Pardi, masih menyayangkan kasus tersebut dimasukkan ke ranah pidana karena KPU sudah melakukan verifikasi dan identifikasi.

"Kasus ini mestinya sebatas pelanggaran administratif yang berkaitan dengan tanggung jawab dan peran sebagai penyelengara pemilu," kata Muallimin.

Adanya surat pernyataan dari KPPS yang isinya menyatakan bahwa pemilihan di TPS berlangsung aman lancar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, kata dia, merupakan bagian dari proses verifikasi dan validasi yang dilakukan KPU Kota Palembang yang mengikuti undang-undang.

Sri Sulastri menjadi saksi dari jaksa penuntut umum (JPU) ​​​​untuk kasus tindak pidana dengan terdakwa lima anggota KPU Kota Palembang, yakni Eftiyani (Ketua), Yetty Oktarina, Abdul Malik, Alex Barzili, dan Syafarudin Adam (anggota).

Sidang masih akan digelar hingga Selasa malam dengan agenda terakhir mendengarkan saksi ahli dari KPU RI.
Pewarta:
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Sidang pileg, jumlah dapil bermasalah terbanyak di Papua Sebelumnya

Sidang pileg, jumlah dapil bermasalah terbanyak di Papua

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS Selanjutnya

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS