Jakarta (ANTARA) - Istri Capres nomor 3 di Pilpres 2024 Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti, mengatakan Ganjar-Mahfud berkomitmen untuk memberantas pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia, khususnya di dunia pendidikan.
Hal itu disampaikan Atikoh saat menjawab pertanyaan dokter Hajjah Manurung dari Medan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2023 Perempuan Indonesia Pilih Ganjar (PIJAR) di Kantor DPP PDI Perjuangan (PDIP), Jakarta Pusat, Sabtu.
Atikoh menyadari kasus pelecehan dan kekerasan seksual cenderung sulit untuk dibawa ke ranah hukum.
"Karena hukum itu tak peduli apa pun, harus ada bukti dan saksi. Lah, kalau kejadiannya itu di tempat tertutup yang tidak ada orang melihat bagaimana. Saksinya, ya, korban," kata Atikoh dalam sesi tanya jawab setelah Rakornas usai.
Menurut Atikoh, pelecehan seksual berbeda karakteristiknya dengan kejahatan lainnya. Contohnya kasus pencurian, peristiwanya kemungkinan besar dilihat oleh orang, sedangkan pelecehan seksual, lanjut Atikoh, kadang hasil visumnya pun tidak menunjukkan adanya indikasi.
"Hasil fisik bahkan kadang tidak menunjukkan itu adalah pelecehan seksual," jelas dia.
Karena itu, lanjut Atikoh, Tim Pemenangan Nasional (TPN) sudah menyusunkan program yang akan dilaksanakan Ganjar-Mahfud bila terpilih di Pilpres 2024.
Ganjar-Mahfud mewajibkan adanya tempat konseling di setiap lembaga pendidikan, salah satunya untuk kesehatan mental, baik di SMA maupun di perguruan tinggi.
"Kemudian mewujudkan satuan tugas pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di setiap satuan lembaga pendidikan. Jadi, nanti akan dibentuk untuk satgasnya ini mereka bergerak melaporkan itu tahu harus ke mana dan orang yang menerima laporan itu tidak juga langsung prejudice," kata Atikoh.
Menurut Atikoh, banyak korban pelecehan seksual justru menjadi korban perundungan yang seharusnya dilindungi. Korban dianggap menjadi pihak yang menjelekkan lembaga pendidikan.
"Pernah, bu, ketika saya di Jateng yang saya fokuskan memang pelecehan dan penanganan kekerasan seksual. Muridnya ini malah akhirnya yang ke luar karena tidak siap dengan prejudice dan stigma dari lingkungan. Jadi, itu kemudian yang lain adalah edukasi. Mereka itu korban, dia itu victim, kenapa malah justru seolah-olah jadi pelaku malah dipermasalahkan," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Atikoh, setiap lembaga pendidikan harus memiliki posko pengaduan. Di sisi lain, Atikoh juga memastikan akan ada hotline untuk pengaduan pelecehan seksual.
Hal itu disampaikan Atikoh saat menjawab pertanyaan dokter Hajjah Manurung dari Medan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2023 Perempuan Indonesia Pilih Ganjar (PIJAR) di Kantor DPP PDI Perjuangan (PDIP), Jakarta Pusat, Sabtu.
Atikoh menyadari kasus pelecehan dan kekerasan seksual cenderung sulit untuk dibawa ke ranah hukum.
"Karena hukum itu tak peduli apa pun, harus ada bukti dan saksi. Lah, kalau kejadiannya itu di tempat tertutup yang tidak ada orang melihat bagaimana. Saksinya, ya, korban," kata Atikoh dalam sesi tanya jawab setelah Rakornas usai.
Menurut Atikoh, pelecehan seksual berbeda karakteristiknya dengan kejahatan lainnya. Contohnya kasus pencurian, peristiwanya kemungkinan besar dilihat oleh orang, sedangkan pelecehan seksual, lanjut Atikoh, kadang hasil visumnya pun tidak menunjukkan adanya indikasi.
"Hasil fisik bahkan kadang tidak menunjukkan itu adalah pelecehan seksual," jelas dia.
Karena itu, lanjut Atikoh, Tim Pemenangan Nasional (TPN) sudah menyusunkan program yang akan dilaksanakan Ganjar-Mahfud bila terpilih di Pilpres 2024.
Ganjar-Mahfud mewajibkan adanya tempat konseling di setiap lembaga pendidikan, salah satunya untuk kesehatan mental, baik di SMA maupun di perguruan tinggi.
"Kemudian mewujudkan satuan tugas pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di setiap satuan lembaga pendidikan. Jadi, nanti akan dibentuk untuk satgasnya ini mereka bergerak melaporkan itu tahu harus ke mana dan orang yang menerima laporan itu tidak juga langsung prejudice," kata Atikoh.
Menurut Atikoh, banyak korban pelecehan seksual justru menjadi korban perundungan yang seharusnya dilindungi. Korban dianggap menjadi pihak yang menjelekkan lembaga pendidikan.
"Pernah, bu, ketika saya di Jateng yang saya fokuskan memang pelecehan dan penanganan kekerasan seksual. Muridnya ini malah akhirnya yang ke luar karena tidak siap dengan prejudice dan stigma dari lingkungan. Jadi, itu kemudian yang lain adalah edukasi. Mereka itu korban, dia itu victim, kenapa malah justru seolah-olah jadi pelaku malah dipermasalahkan," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Atikoh, setiap lembaga pendidikan harus memiliki posko pengaduan. Di sisi lain, Atikoh juga memastikan akan ada hotline untuk pengaduan pelecehan seksual.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023