Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Konstitusi melalui amar putusan menyatakan tidak dapat menerima permohonan perkara sengketa hasil Pileg 2019 yang dimohonkan caleg Partai Berkarya Dapil Maluku Utara 1.
"Amar putusan mengadili, dalam pokok permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Mahkamah menilai permohonan yang diajukan caleg atas nama Amal Saleh tersebut tidak konsisten antara pokok permohonan dan petitum yang dimohonkan sehingga permohonan tersebut dianggap kabur atau tidak jelas.
Baca juga: Sidang Pileg, MK akan putus 72 perkara sengketa Pileg 2019
Baca juga: Sidang Pileg, MK gugurkan permohonan Ketua Adat Lagopo
Baca juga: Sidang Pileg di MK, permohonan Partai Garuda tak penuhi syarat formal
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, petitum pemohon memuat persoalan daerah pemilihan Maluku Utara 1. Selanjutnya, pada poin petitum berikutnya pemohon meminta supaya perolehan suara pemohon yang benar adalah 954 suara dan bukan 910 sehingga ada selisih 44 suara.
Selain itu, berdasarkan perolehan suara pada 11 TPS di Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara seharusnya 27 suara, bukan 21 suara.
"Meskipun pemohon telah memuat petitum dan menguraikan perolehan suaranya, terdapat perbedaan pokok permohonan dengan petitum yang dimaksud," jelas Wahiduddin.
Daerah pemilihan dalam pokok permohonan adalah pemilihan pada daerah DPRD Provinsi Maluku Utara. Namun, pada petitum disebutkan pemilihan untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Pemohon juga meminta Mahkamah menetapkan suara pemohon untuk daerah Jailolo sebanyak 27 suara.
"Menimbang berdasarkan fakta hukum tersebut antara posita dan petitum tersebut, Mahkamah tidak dapat mengungkap data yang sebenarnya. Maka, dengan ini telah menjadikan permohonan kabur," tambah Wahiduddin.
Sebelumnya, permohonan yang diajukan perseorangan dari Partai Berkarya ini tidak disertai dengan surat persetujuan dari ketua umum partai politik yang bersangkutan.
Namun, kemudian dalam persidangan pemeriksaan pada tanggal 9 Juli 2019, Mahkamah memberikan kesempatan untuk melengkapi berkas tersebut selambat-lambatnya pada tanggal 15 Juli 2019.
Pemohon akhirnya memenuhi surat tersebut pada tanggal 10 Juli 2019 sehingga Mahkamah menyatakan pemohon memiliki kedudukan hukum.
Kendati demikian, terdapat perbedaan dalam pokok permohonan dengan petitum permohonan sehingga permohonan tersebut tetap tidak dipertimbangkan karena dianggap tidak jelas.
"Amar putusan mengadili, dalam pokok permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Mahkamah menilai permohonan yang diajukan caleg atas nama Amal Saleh tersebut tidak konsisten antara pokok permohonan dan petitum yang dimohonkan sehingga permohonan tersebut dianggap kabur atau tidak jelas.
Baca juga: Sidang Pileg, MK akan putus 72 perkara sengketa Pileg 2019
Baca juga: Sidang Pileg, MK gugurkan permohonan Ketua Adat Lagopo
Baca juga: Sidang Pileg di MK, permohonan Partai Garuda tak penuhi syarat formal
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, petitum pemohon memuat persoalan daerah pemilihan Maluku Utara 1. Selanjutnya, pada poin petitum berikutnya pemohon meminta supaya perolehan suara pemohon yang benar adalah 954 suara dan bukan 910 sehingga ada selisih 44 suara.
Selain itu, berdasarkan perolehan suara pada 11 TPS di Kecamatan Sahu, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara seharusnya 27 suara, bukan 21 suara.
"Meskipun pemohon telah memuat petitum dan menguraikan perolehan suaranya, terdapat perbedaan pokok permohonan dengan petitum yang dimaksud," jelas Wahiduddin.
Daerah pemilihan dalam pokok permohonan adalah pemilihan pada daerah DPRD Provinsi Maluku Utara. Namun, pada petitum disebutkan pemilihan untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Pemohon juga meminta Mahkamah menetapkan suara pemohon untuk daerah Jailolo sebanyak 27 suara.
"Menimbang berdasarkan fakta hukum tersebut antara posita dan petitum tersebut, Mahkamah tidak dapat mengungkap data yang sebenarnya. Maka, dengan ini telah menjadikan permohonan kabur," tambah Wahiduddin.
Sebelumnya, permohonan yang diajukan perseorangan dari Partai Berkarya ini tidak disertai dengan surat persetujuan dari ketua umum partai politik yang bersangkutan.
Namun, kemudian dalam persidangan pemeriksaan pada tanggal 9 Juli 2019, Mahkamah memberikan kesempatan untuk melengkapi berkas tersebut selambat-lambatnya pada tanggal 15 Juli 2019.
Pemohon akhirnya memenuhi surat tersebut pada tanggal 10 Juli 2019 sehingga Mahkamah menyatakan pemohon memiliki kedudukan hukum.
Kendati demikian, terdapat perbedaan dalam pokok permohonan dengan petitum permohonan sehingga permohonan tersebut tetap tidak dipertimbangkan karena dianggap tidak jelas.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019