Jakarta (ANTARA) - Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga harus mempersiapkan bukti lebih detail ketika gugatan mereka diterima dan mulai disidangkan Mahkamah Konstitusi.
"Perkiraan saya (gugatan BPN) akan diregister, tapi nanti ada sidang pendahuluan. Di sidang itu, perkiraan saya, akan ada usulan dari MK untuk menambah bukti yang betul-betul valid dan betul-betul terjadi," kata Hadar kepada Antara di Jakarta, Senin.
Sejumlah bukti berupa tautan berita di media massa tidak cukup untuk dijadikan alat pembuktian selama proses persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Oleh karena itu, bukti yang dapat menunjukkan dugaan kecurangan pemilu terjadi harus dapat dibawa Tim Hukum BPN dalam persidangan PHPU. Hadar mengatakan dalam proses persidangan, penggugat bisa meminta izin untuk menyerahkan bukti lebih rinci.
"Misalnya, kalau mereka menduga ASN curang atau terlibat, ya itu harus ditunjukkan betul siapa, gubernur, bupati atau pejabat daerah mana. Kemudian harus ada dokumen yang misalnya mengatakan bahwa ASN itu mengharuskan pemilih mencoblos paslon tertentu," jelas mantan Plt ketua KPU tersebut.
Selain dokumen yang menunjukkan kecurangan, bukti berupa video, rekaman suara atau gambar juga dapat menunjang alat bukti penggugat dalam sidang PHPU di MK.
"Jadi tidak cukup hanya karena diberitakan di satu koran atau media online atau televisi bahwa ada gubernur yang mengarahkan seluruh bawahannya; dari berita itu tidak cukup," ujarnya.
Tim Kuasa Hukum BPN telah menyerahkan 51 bukti gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Gedung MK pada Jumat malam (24/5). Dalam puluhan bukti dugaan kecurangan pemilu tersebut, antara lain berupa tautan berita di sejumlah media massa.
Berkas permohonan gugatan tersebut saat ini sedang diverifikasi oleh MK, sebelum mendapatkan nomor registrasi perkara yang dijadwalkan pada 11 Juni.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019