Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Viryan Azis memastikan kalau KPU tak pernah merasa terburu-buru dalam menetapkan perolehan suara Pemilihan Presiden 2019.
Hal ini dikatakan Viryan menanggapi pernyataan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi yang menilai kalau penetapan hasil pemilu pada Selasa dini hari pukul 01.46 WIB cenderung dipaksakan.
“Itu bukanlah sesuatu yang sifatnya terburu-buru atau sesuatu yang dipaksakan. Namun itu proses yang berjalan secara alamiah dan kegiatan tersebut dilakukan secara berjenjang,” kata Viryan di Jakarta, Selasa.
Dia mencontohkan, sejak di TPS, kemudian kecamatan, hingga kabupaten/kota kemudian provinsi, rekapitulasi memang tak ada jeda.
Di Kalimantan Barat, Banten, atau Jawa Tengah misalnya, rata-rata rekapitulasi selesai kurang lebih pada waktu dini hari.
“Maknanya, hal tersebut dalam konteks rekap dan penetapan hasil pemilu, itu hal yang wajar karena sudah berjalan dari bawah mekanisme itu. Kemudian, kenapa langsung ditetapkan? bunyi PKPI tahapan program dan jadwal, itu bunyinya, rekap dan penetapan hasil penghitungan suara. Jadi dia satu kesatuan. Jadi ini untuk menjawab ya, mungkin banyak yang kaget ya,” ucap dia.
Sementara jadwal awal yakni tanggal 22 Mei adalah batas akhir pengumuman hasil rekapitulasi. Jika ternyata hasilnya bisa selesai lebih dini maka tak jadi masalah dan justru dinilai lebih baik.
"Kalau nanti selesainya pas tanggal 22 Mei tengah malam, itu nanti bsa dilihatnya lain lagi. Prinsipnya, KPU sudah selesaikan pekerjaan ini dan itu bukan sesuatu yang terburu buru,” ucap dia.
Dia pun memaparkan proses rekapitulasi yang disaksikan oleh seluruh kandidat. Meski alot misalnya, Papua sebagai provinsi terakhir yang diplenokan tetap diberikan kesempatan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang jadi keberatan kontestan.
“Semua enggak ada yang mau cepat selesai. Kita sama-sama menyaksikan rapat pleno, misalnya rapat terakhir papua itu semua diberi kesempatan dan konsisten tidak ada ingin cepat-cepat selesai. Itu biasa saja mengalir. Karena sudah selesai apa lagi yang mau ditunggu?,” ucap dia.
Hal ini dikatakan Viryan menanggapi pernyataan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi yang menilai kalau penetapan hasil pemilu pada Selasa dini hari pukul 01.46 WIB cenderung dipaksakan.
“Itu bukanlah sesuatu yang sifatnya terburu-buru atau sesuatu yang dipaksakan. Namun itu proses yang berjalan secara alamiah dan kegiatan tersebut dilakukan secara berjenjang,” kata Viryan di Jakarta, Selasa.
Dia mencontohkan, sejak di TPS, kemudian kecamatan, hingga kabupaten/kota kemudian provinsi, rekapitulasi memang tak ada jeda.
Di Kalimantan Barat, Banten, atau Jawa Tengah misalnya, rata-rata rekapitulasi selesai kurang lebih pada waktu dini hari.
“Maknanya, hal tersebut dalam konteks rekap dan penetapan hasil pemilu, itu hal yang wajar karena sudah berjalan dari bawah mekanisme itu. Kemudian, kenapa langsung ditetapkan? bunyi PKPI tahapan program dan jadwal, itu bunyinya, rekap dan penetapan hasil penghitungan suara. Jadi dia satu kesatuan. Jadi ini untuk menjawab ya, mungkin banyak yang kaget ya,” ucap dia.
Sementara jadwal awal yakni tanggal 22 Mei adalah batas akhir pengumuman hasil rekapitulasi. Jika ternyata hasilnya bisa selesai lebih dini maka tak jadi masalah dan justru dinilai lebih baik.
"Kalau nanti selesainya pas tanggal 22 Mei tengah malam, itu nanti bsa dilihatnya lain lagi. Prinsipnya, KPU sudah selesaikan pekerjaan ini dan itu bukan sesuatu yang terburu buru,” ucap dia.
Dia pun memaparkan proses rekapitulasi yang disaksikan oleh seluruh kandidat. Meski alot misalnya, Papua sebagai provinsi terakhir yang diplenokan tetap diberikan kesempatan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang jadi keberatan kontestan.
“Semua enggak ada yang mau cepat selesai. Kita sama-sama menyaksikan rapat pleno, misalnya rapat terakhir papua itu semua diberi kesempatan dan konsisten tidak ada ingin cepat-cepat selesai. Itu biasa saja mengalir. Karena sudah selesai apa lagi yang mau ditunggu?,” ucap dia.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019