Jakarta (ANTARA) - Sosiolog Universitas Indonesia Thamrin Amal Thomagola memperkirakan situasi panas pascapemilu saat ini belum akan berakhir, meskipun KPU telah mengumumkan hasil perolehan suara resmi pemilu 2019, pada 22 Mei mendatang.
"Setelah pemungutan suara pemilu pada 17 April lalu, dan setelah pengumuman hasil suara pemilu secara resmi oleh KPU, masih sulit terjadi rekonsiliasi," kata Thamrin Amal Thomagola, pada diskusi di Media Center Cemara, Menteng, Jakarta, Rabu.
Menurut Thamrin, situasinya masih panas dan masih akan muncul gejolak-gejolak dari kelompok pendukung pasangan capres-cawapres nomor 02 yang merasa kurang puas, terutama di media sosial. "Namun, gejolak-gejolak tersebut secara perlahan-lahan akan mereda, sampai pada pelantikan presiden dan wakil presiden pada Oktober mendatang," katanya.
Thamrin memperkirakan, rekonsiliasi baru dapat dibangun lagi setelah pelantikan presiden dan wakil presiden dan setelah berjalannya pemerintahan periode berikutnya.
Lalu bagaimana menjaga situasi masyarakat tetap kondusif hingga waktu pelantikan presiden dan wakil presiden? Menurut Thamrin, pascapemilu gerakan keagamaan, berangsur-angsur akan menurun, tapi hanya fanatisme dukungan terhadap pemimpin politik yang masih ada. "Kalaupun ada aksi-aksi demo, tidak akan besar," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Thamrin juga menyarankan kalau ada bernada provokasi di media sosial, sebaiknya tidak ditanggapi sehingga tidak menjadi polemik dan suasana panas tidak terus berlangsung lama.
Doktor sosiologi alumni universitas di Inggris Raya ini menegaskan, ketegangan yang terjadi saat ini bukanlah konflik masyarakat, tapi konflik antar-elite politik, yang menyeret tokoh masyarakat dan kemudian mempengaruhi sebagian masyarakat.
"Masyarakat Indonesia Indonesia sesungguhnya, hidup tenang, damai, dan rukun. Namun, sebagian masyarakat terpengaruh oleh konflik elite politik," katanya.
"Setelah pemungutan suara pemilu pada 17 April lalu, dan setelah pengumuman hasil suara pemilu secara resmi oleh KPU, masih sulit terjadi rekonsiliasi," kata Thamrin Amal Thomagola, pada diskusi di Media Center Cemara, Menteng, Jakarta, Rabu.
Menurut Thamrin, situasinya masih panas dan masih akan muncul gejolak-gejolak dari kelompok pendukung pasangan capres-cawapres nomor 02 yang merasa kurang puas, terutama di media sosial. "Namun, gejolak-gejolak tersebut secara perlahan-lahan akan mereda, sampai pada pelantikan presiden dan wakil presiden pada Oktober mendatang," katanya.
Thamrin memperkirakan, rekonsiliasi baru dapat dibangun lagi setelah pelantikan presiden dan wakil presiden dan setelah berjalannya pemerintahan periode berikutnya.
Lalu bagaimana menjaga situasi masyarakat tetap kondusif hingga waktu pelantikan presiden dan wakil presiden? Menurut Thamrin, pascapemilu gerakan keagamaan, berangsur-angsur akan menurun, tapi hanya fanatisme dukungan terhadap pemimpin politik yang masih ada. "Kalaupun ada aksi-aksi demo, tidak akan besar," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Thamrin juga menyarankan kalau ada bernada provokasi di media sosial, sebaiknya tidak ditanggapi sehingga tidak menjadi polemik dan suasana panas tidak terus berlangsung lama.
Doktor sosiologi alumni universitas di Inggris Raya ini menegaskan, ketegangan yang terjadi saat ini bukanlah konflik masyarakat, tapi konflik antar-elite politik, yang menyeret tokoh masyarakat dan kemudian mempengaruhi sebagian masyarakat.
"Masyarakat Indonesia Indonesia sesungguhnya, hidup tenang, damai, dan rukun. Namun, sebagian masyarakat terpengaruh oleh konflik elite politik," katanya.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019