Jakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono menilai bahwa aturan penetapan capres dan cawapres terpilih sudah sangat jelas.
Bayu menjelaskan aturan mengenai penetapan capres dan cawapres terpilih sudah diatur dalam Undang Undang Dasar 1945, UU Pemilu, hingga Peraturan KPU 5/2019.
"Sebenarnya aturan mengenai aturan capres cawapres itu sudah terang benderang, sehingga publik tidak perlu ragu," ujar Bayu ketika dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut Bayu menjelaskan bahwa pada Juli 2014 Mahkamah Konstitusi melalui putusannya telah memberi tafsir bahwa Pasal 6A (3) UUD 1945 yang mengharuskan syarat keterpilihan mayoritas ditambah persebaran pemilih paling sedikit 20 persen di lebih dari setengah provinsi di Indonesia, tidak berlaku bila hanya ada dua pasangan calon.
Aturan tersebut dikatakan Bayu berlaku pada Pemilu 2004 dan 2009, namun tidak dapat diberlakukan pada Pemilu 2014 karena pada waktu itu hanya ada dua pasangan calon.
"MK mengatakan ketentuan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 berlaku dalam hal lebih dari dua paslon, itu filosofinya. Maka ketika hanya ada dua paslon pilpres dua putaran tidak dapat berlaku, karena yang dihitung adalah paslon yang mendapat suara terbanyak," ujar Bayu.
Bayu kemudian mengingatkan bahwa MK merupakan penafsir konstitusi yang paling final dan tunggal.
"Jadi apa yang dilakukan MK sudah memberikan makna baru pada Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dan hal ini didukung oleh UUD 1945 bahwa MK sebagai penafsir konstitusi," pungkas Bayu.
Bayu menjelaskan aturan mengenai penetapan capres dan cawapres terpilih sudah diatur dalam Undang Undang Dasar 1945, UU Pemilu, hingga Peraturan KPU 5/2019.
"Sebenarnya aturan mengenai aturan capres cawapres itu sudah terang benderang, sehingga publik tidak perlu ragu," ujar Bayu ketika dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut Bayu menjelaskan bahwa pada Juli 2014 Mahkamah Konstitusi melalui putusannya telah memberi tafsir bahwa Pasal 6A (3) UUD 1945 yang mengharuskan syarat keterpilihan mayoritas ditambah persebaran pemilih paling sedikit 20 persen di lebih dari setengah provinsi di Indonesia, tidak berlaku bila hanya ada dua pasangan calon.
Aturan tersebut dikatakan Bayu berlaku pada Pemilu 2004 dan 2009, namun tidak dapat diberlakukan pada Pemilu 2014 karena pada waktu itu hanya ada dua pasangan calon.
"MK mengatakan ketentuan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 berlaku dalam hal lebih dari dua paslon, itu filosofinya. Maka ketika hanya ada dua paslon pilpres dua putaran tidak dapat berlaku, karena yang dihitung adalah paslon yang mendapat suara terbanyak," ujar Bayu.
Bayu kemudian mengingatkan bahwa MK merupakan penafsir konstitusi yang paling final dan tunggal.
"Jadi apa yang dilakukan MK sudah memberikan makna baru pada Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dan hal ini didukung oleh UUD 1945 bahwa MK sebagai penafsir konstitusi," pungkas Bayu.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019