Pontianak (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Dr Syarifah Ema Rahmaniah MSc.Ed menilai penyelenggaraan Pemilu 2019 yang dilakasanakan secara serentak untuk Pilpres, Pileg, dan DPD harus dievaluasi.
Menurut dia di Pontianak, Rabu, dari sisi kontestan Pemilu 2019 khusus untuk Pileg yang maju adalah mereka yang punya modal ekonomi kuat. Akhirnya yang terjadi adalah jor-joran "siram" uang ke masyarakat.
"Seharusnya makna pemilu sebagai pencerdasan politik malah yang ada pembodohan akut. Tanpa mempelajari rekam jejak para kontestan akhirnya uang yang menjadi sebab pilihan," ujarnya.
Terkait penyelenggara seperti petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit karena kelelahan dan beban yang tinggi dalam Pemilu 2019, kata dia, seharusnya juga penting diperhatikan.
Menurut dia, penyelenggara harus mempertimbangkan lagi faktor usia dan keselamatan para petugas di lapangan. Jika memang akan menyediakan uang asuransi jiwa dan kesehatan itu sangat baik.
"Ke depan harus juga mempertimbangkan agar pemilu terutama tahap rekapitulasi menyediakan asupan makanan dengan kandungan nutrisi yang lengkap. Ada bantuan sejenis multivitamin bagi mereka yang bekerja ekstra. Jika mungkin ada pengecekan kesehatan bagi mereka yang teridentifkasi dalam kondisi rentan seperti perempuan hamil dan yang memiliki penyakit berisiko," kata dia.
Menurut dia, pemilu yangdilaksanakan serentak membuat fokus masyarakat lebih pada Pilpres, sehingga kurang memperhatikan Pileg dan Pemilihan DPD.
"Parahnya terbangun pola pemilihan atas dasar ketidaksukaan bukan atas dasar pengetahuan rekam jejak para kontestan," kata dia.
Terkait Pemilu Luar Negeri (LN), kata dia, juga perlu perlu banyak hal yang harus dibenahi, di antaranya perlu ada Dapil khusus LN.
Ia mengatakan selama ini pemilu di LN kan diwakili oleh Dapil Jakarta II. Padahal isu permasalahan warga LN perlu direspons oleh wakil rakyat yang benar-benar peduli dan memahaminya dengan baik.
"Pemilu LN juga disinyalir kerap terjadi kecurangan dan manipulasi data, terutama Pemilu yang menggunakan sistem pos. Selain itu WNI yang melancong ke LN menyoblos di sana dimungkinkan berpotensi kembali ke Indonesia menyoblos kembali karena di LN syarat menyoblos hanya menunjukkan paspor," kata dia.
Di luar itu semua ke depan ia berharap elit partai harus lebih fokus untuk mengawal pemilu menjadi pemilu yang mencerdaskan dan memberdayakan dengan semangat keindonesiaan bukan karena kepentingan golongan.
"Cerdas memilih dan mengawasi menjadi gerakan politik literasi edukasi untuk mengawal pemilu agar jurdil, aman, dan damai," kata dia.
Menurut dia di Pontianak, Rabu, dari sisi kontestan Pemilu 2019 khusus untuk Pileg yang maju adalah mereka yang punya modal ekonomi kuat. Akhirnya yang terjadi adalah jor-joran "siram" uang ke masyarakat.
"Seharusnya makna pemilu sebagai pencerdasan politik malah yang ada pembodohan akut. Tanpa mempelajari rekam jejak para kontestan akhirnya uang yang menjadi sebab pilihan," ujarnya.
Terkait penyelenggara seperti petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit karena kelelahan dan beban yang tinggi dalam Pemilu 2019, kata dia, seharusnya juga penting diperhatikan.
Menurut dia, penyelenggara harus mempertimbangkan lagi faktor usia dan keselamatan para petugas di lapangan. Jika memang akan menyediakan uang asuransi jiwa dan kesehatan itu sangat baik.
"Ke depan harus juga mempertimbangkan agar pemilu terutama tahap rekapitulasi menyediakan asupan makanan dengan kandungan nutrisi yang lengkap. Ada bantuan sejenis multivitamin bagi mereka yang bekerja ekstra. Jika mungkin ada pengecekan kesehatan bagi mereka yang teridentifkasi dalam kondisi rentan seperti perempuan hamil dan yang memiliki penyakit berisiko," kata dia.
Menurut dia, pemilu yangdilaksanakan serentak membuat fokus masyarakat lebih pada Pilpres, sehingga kurang memperhatikan Pileg dan Pemilihan DPD.
"Parahnya terbangun pola pemilihan atas dasar ketidaksukaan bukan atas dasar pengetahuan rekam jejak para kontestan," kata dia.
Terkait Pemilu Luar Negeri (LN), kata dia, juga perlu perlu banyak hal yang harus dibenahi, di antaranya perlu ada Dapil khusus LN.
Ia mengatakan selama ini pemilu di LN kan diwakili oleh Dapil Jakarta II. Padahal isu permasalahan warga LN perlu direspons oleh wakil rakyat yang benar-benar peduli dan memahaminya dengan baik.
"Pemilu LN juga disinyalir kerap terjadi kecurangan dan manipulasi data, terutama Pemilu yang menggunakan sistem pos. Selain itu WNI yang melancong ke LN menyoblos di sana dimungkinkan berpotensi kembali ke Indonesia menyoblos kembali karena di LN syarat menyoblos hanya menunjukkan paspor," kata dia.
Di luar itu semua ke depan ia berharap elit partai harus lebih fokus untuk mengawal pemilu menjadi pemilu yang mencerdaskan dan memberdayakan dengan semangat keindonesiaan bukan karena kepentingan golongan.
"Cerdas memilih dan mengawasi menjadi gerakan politik literasi edukasi untuk mengawal pemilu agar jurdil, aman, dan damai," kata dia.
Pewarta: Dedi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019