Masyarakat ingin pemilu legislatif dipisah lagi dengan pilpres

Delapan parpol penuhi ambang batas parlemen, PDIP suara terbanyak
Dokumentasi - Petugas medis memeriksa kondisi kesehatan anggota penyelenggara Pemilu 2019 di Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Senin (22/4/2019). (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/ama)
Sleman (ANTARA) - Masyarakat di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengharapkan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) yang akan datang kembali dipisahkan antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden karena dinilai melelahkan baik untuk petugas penyelenggara maupun masyarakat sendiri.

"Ini saya mendapat masukan dari banyak warga kami yang mengharapkan agar pemilu dikembalikan seperti dulu, dipisah waktunya antara memilih DPR dan Presiden," kata Kepala Desa Kepuharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman, Heri Suprapto, Selasa.

Menurut dia, alasan masyarakat ingin pemilu dipisah lagi karena selain melelahkan juga sangat menyita waktu.

"Ini sekarang anggota KPPS sedang berkumpul di balai desa, mereka menyampaikan banyak keluhan terkait pelaksanaan pemilu tahun ini," katanya.

Menurut dia, keluhan tersebut selain kelelahan fisik juga lelah secara psikologis dimana banyak aturan-aturan pemilu yang menyusul secara dadakan.

"Secara psikologi KPPS juga ada tekanan, seperti masalah pemilih formulir A5 yang tiba-tiba langsung dimasukkan ke TPS di sini tanpa ada konfirmasi dari KPU. Pemilih A5 ini sedikit memaksa untuk bisa dilayani, padahal kami memprioritaskan warga setempat dulu," katanya.

Ia mengatakan, untuk masalah keluhan kesehatan anggota KPPS memang tidak banyak yang mengeluhkan, kalaupun ada juga cuma masalah gangguan kesehatan ringan saja.

"Masyarakat di sini secara fisik mungkin memang lebih kuat, karena sudah ditempa alam. Mayoritas anggota KPPS kan berprofesi peternak sehingga biasa naik turun lereng Merapi mencari rumput," katanya.

Heri juga tidak sepakat jika nanti wacana pilkada juga masuk dalam pemilu serentak.

"Pileg dan pilpres saja sudah berat, apalagi jika masih ditambah dengan pilkada. Jelas ini akan semakin berat bagi penyelenggara di lapangan," katanya.

Ia mengatakan, di Desa Kepuharjo terdapat 11 tempat pemungutan suara (TPS) dimana masing-masing ada tujuh anggota KPPS dan dua anggota linmas.

"Dan sampai saat ini mereka juga belum menerima honor," katanya.

Selain dari anggota KPPS, kata dia, dirinya juga mendapat keluhan dari masyarakat terkait pemilu serentak karena lebih ribet dan lama.

"Satu orang harus mencoblos lima surat suara dalam satu kali pemungutan suara itu cukup ribet, proses membuka, mencoblos dan melipat kembali surat suara cukup lama," katanya

Hal sama juga disampaikan masyarakat Dukuh Juwangen, Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman Aris Cahyono yang mengatakan semua anggota KPPS di dukuh setempat mengeluh kelelahan saat melaksanakan tugas Pemilu 2019.

"Mereka mengeluh karena harus bekerja maraton. Bekerja 18 hingga 24 jam kurang istirahat dan tidak bisa pulang sekadar untuk sembayang dan mandi," katanya.

Ia mengatakan, petugas ada yang mengeluh terkena gangguan kesehatan dan kelelahan setelah bertugas seharian penuh.

"Ada beberapa anggota KPPS yang mengeluh masuk angin dan kelelahan," katanya.

Menurut dia, sebagian besar anggota KPPS juga berharap agar sistem pelaksanaan pemilu dikembalikan seperti periode sebelumnya.

"Anggota KPPS berharap pelaksanaan pemilu dipisah lagi antara pilpres dan pileg," katanya.
 
Pewarta:
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019
Labor Institute tekankan pentingnya jaminan sosial bagi petugas KPPS Sebelumnya

Labor Institute tekankan pentingnya jaminan sosial bagi petugas KPPS

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS Selanjutnya

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS