Padang, (ANTARA) - Sempat digadang-gadangkan akan mendongkrak perolehan suara Calon Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019, dukungan 12 kepala daerah di Sumatera Barat terhadap capres petahana tersebut nyaris tak berjejak melihat hasil penghitungan sementara.
Jika pada pada Pilpres 2014, Jokowi ketika itu berpasangan dengan Jusuf Kalla bisa mendapatkan 24 persen suara, kini berdasarkan hitung cepat Charta Politika, di Sumatera Barat pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin hanya memperoleh 12,37 persen.
Artinya, kendati pada Pilpres 2019 Jokowi telah menjabat dan mendapat dukungan 12 kepala daerah, bukannya mendongkrak tingkat keterpilihan, justru yang terjadi malah sebaliknya.
Padahal saat pelaksanaan kampanye terbuka pada 9 April 2019, sebanyak 12 kepala daerah di Sumatera Barat mendeklarasikan dukungannya kepada Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Sebanyak 12 bupati dan wali kota tersebut adalah Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni, Bupati Dharmasraya Sutan Riska, Bupati Pasaman Yusuf Lubis, Bupati Tanah Datar Irdinansyah Tarmizi, Bupati Sijunjung Yuswir Arifin, Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet, Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi, dan Bupati Solok Gusmal.
Kemudian, Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran, Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias, Wali Kota Solok Irzal dan Wali Kota Pariaman Genius Umar.
Tidak hanya itu, berkaca dari rekam jejak Jokowi yang sudah menjabat Presiden RI sejak 2014 kendati kalah di Sumatera Barat saat pilpres lalu, juga tidak membuat mantan Gubernur DKI Jakarta itu berlaku diskriminatif.
Buktinya, Jokowi terbilang cukup sering datang ke Padang dan menggelontorkan anggaran untuk program pembangunan. Pada 8-10 Oktober 2015, Jokowi dalam kapasitas Kepala Negara untuk pertama kalinya datang ke Sumbar mengunjungi sejumlah lokasi mulai dari Istana Bung Hatta Bukittinggi, peternakan sapi Padang Mengatas, Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh hingga meninjau pembangunan rail bus di kawasan Bandara Internasional Minangkabau.
Kemudian pada April 2016, Jokowi kedua kalinya datang ke Padang dalam rangka pembukaan latihan multilateral angkatan laut Komodo 2016.
Usai dilantik sebagai Presiden, Jokowi juga punya tradisi baru selaku Kepala negara, yaitu merayakan Idul Fitri di daerah bersama rakyat, dan Padang menjadi kota kedua yang dipilih Presiden untuk merayakan Lebaran pada 2016, setelah pada 2015 mantan Wali Kota Solo dua periode itu berlebaran di Aceh.
Selanjutnya pada 7-9 Februari 2018, Jokowi kembali bertandang ke Ranah Minang menghadiri puncak Hari Pers Nasional dan serangkaian kegiatan lain.
Berikutnya pada 21 Mei 2018, Presiden Jokowi kembali datang ke Sumbar dalam rangka membagikan sertifikat tanah wakaf dan peresmian kereta Bandara Minangkabau.
Tidak Efektif
Namun yang kemudian menjadi tanya kenapa kendati sudah didukung 12 kepala daerah, Jokowi tetap belum mendapat tempat di hati warga Sumatera Barat saat Pilpres 2019.
Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Asrinaldi menilai, dukungan 12 kepala daerah di Sumatera Barat terhadap Calon Presiden Jokowi terbukti tidak efektif, ditandai dengan tidak adanya peningkatan suara yang signifikan pada Pilpres 2018.
"Sebenarnya ini cukup mengejutkan, meski 12 kepala daerah sudah mendeklarasikan dukungan kepada petahana, ternyata tidak berpengaruh," katanya lagi.
Ia mengidentifikasi penyebab tidak efektif dukungan tersebut, karena deklarasi dukungan terhadap pasangan Jokowi- Ma'ruf Amin dilakukan jauh hari sebelum pilpres, namun pada masa kampanye para kepala daerah tersebut tidak melakukan apa pun.
Jadi, dukungan tersebut sifatnya lebih kepada unjuk kekuatan semata, tapi tidak menggerakkan mesin politik, kata dia.
Menurutnya, penyebab kepala daerah tidak mau bergerak dengan maksimal karena mereka sadar akan realitas yang ada di masyarakat bahwa cukup banyak yang mendukung Prabowo.
Apalagi bagi kepala daerah yang akan mencalonkan diri kembali dalam pilkada berikutnya tentu akan menghitung agar pergerakan politik tidak berpengaruh ke depannya, kata dia pula.
Selain itu, ia melihat kepala daerah yang maksimal bergerak memenangkan Jokowi hanya Bupati Dharmasraya Sutan Riska karena yang bersangkutan adalah kader PDI Perjuangan.
Kemudian, ia menilai kendati ada 12 kepala daerah yang mendukung Jokowi akan tetapi semangat keberagamaan masyarakat Sumbar menguat.
Masyarakat melihat Jokowi didukung oleh kelompok yang multikultural baik secara agama, ideologi dan etnis, sementara orang Minang dalam memilih pemimpin salah satunya melihat tingkat keberagamaan kandidat.
Perilaku Pemilih
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKKAM) Sumbar M Sayuti Dt Rajo Panghulu saat dialog di Padang TV memaparkan orang Minang dalam memilih punya karakter tersendiri.
Prinsipnya mancaliak contoh ka nan sudah, tuah ka nan manang (melihat contoh kepada yang sudah ada, dan melihat pengalaman kepada yang menang) dan bila ada janji atau harapan yang disampaikan namun tidak dilaksanakan maka mereka akan kehilangan kepercayaan, kata dia.
Kemudian, prinsip berikutnya orang Minang tidak mau agama dan adat dilecehkan dan bila itu terjadi mereka akan marah.
Lalu, ada prinsip 4 T, yaitu Taqwa atau pemahaman agama calon pemimpin, Tokoh atau tingkat ketokohan, Takah atau kewibawaan dan kharisma serta Takiak atau mau bekerja keras.
Pada sisi lain Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menilai perbedaan pilihan dalam proses demokrasi adalah sebuah keniscayaan, karena itu presiden terpilih tidak boleh menganaktirikan daerah yang tidak mendukungnya.
"Pemimpin yang terpilih adalah pemimpin Indonesia. Proses dukung-mendukung selama pemilu sudah selesai. Jangan anaktirikan daerah yang tak mendukung," katanya pula.
Menurutnya hak untuk memilih dan menyatakan dukungan terhadap salah satu calon presiden dijamin oleh undang-undang. Karena itu, semua orang, termasuk kepala daerah bisa menyatakan dukungan.
"Akan tetapi setelah prosesnya selesai, siapa pun yang menang, harus memandang semua daerah sebagai NKRI. Tidak ada perbedaan. Setidaknya menurut saya pribadi seperti itu," ujarnya lagi.
Diharapkan Sumbar tetap menjadi perhatian pemerintah pusat, terlepas dukungan politik pada Pilpres 2019 ini.
Jika pada pada Pilpres 2014, Jokowi ketika itu berpasangan dengan Jusuf Kalla bisa mendapatkan 24 persen suara, kini berdasarkan hitung cepat Charta Politika, di Sumatera Barat pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin hanya memperoleh 12,37 persen.
Artinya, kendati pada Pilpres 2019 Jokowi telah menjabat dan mendapat dukungan 12 kepala daerah, bukannya mendongkrak tingkat keterpilihan, justru yang terjadi malah sebaliknya.
Padahal saat pelaksanaan kampanye terbuka pada 9 April 2019, sebanyak 12 kepala daerah di Sumatera Barat mendeklarasikan dukungannya kepada Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Sebanyak 12 bupati dan wali kota tersebut adalah Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni, Bupati Dharmasraya Sutan Riska, Bupati Pasaman Yusuf Lubis, Bupati Tanah Datar Irdinansyah Tarmizi, Bupati Sijunjung Yuswir Arifin, Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet, Bupati Limapuluh Kota Irfendi Arbi, dan Bupati Solok Gusmal.
Kemudian, Wali Kota Padang Panjang Fadly Amran, Wali Kota Bukittinggi Ramlan Nurmatias, Wali Kota Solok Irzal dan Wali Kota Pariaman Genius Umar.
Tidak hanya itu, berkaca dari rekam jejak Jokowi yang sudah menjabat Presiden RI sejak 2014 kendati kalah di Sumatera Barat saat pilpres lalu, juga tidak membuat mantan Gubernur DKI Jakarta itu berlaku diskriminatif.
Buktinya, Jokowi terbilang cukup sering datang ke Padang dan menggelontorkan anggaran untuk program pembangunan. Pada 8-10 Oktober 2015, Jokowi dalam kapasitas Kepala Negara untuk pertama kalinya datang ke Sumbar mengunjungi sejumlah lokasi mulai dari Istana Bung Hatta Bukittinggi, peternakan sapi Padang Mengatas, Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh hingga meninjau pembangunan rail bus di kawasan Bandara Internasional Minangkabau.
Kemudian pada April 2016, Jokowi kedua kalinya datang ke Padang dalam rangka pembukaan latihan multilateral angkatan laut Komodo 2016.
Usai dilantik sebagai Presiden, Jokowi juga punya tradisi baru selaku Kepala negara, yaitu merayakan Idul Fitri di daerah bersama rakyat, dan Padang menjadi kota kedua yang dipilih Presiden untuk merayakan Lebaran pada 2016, setelah pada 2015 mantan Wali Kota Solo dua periode itu berlebaran di Aceh.
Selanjutnya pada 7-9 Februari 2018, Jokowi kembali bertandang ke Ranah Minang menghadiri puncak Hari Pers Nasional dan serangkaian kegiatan lain.
Berikutnya pada 21 Mei 2018, Presiden Jokowi kembali datang ke Sumbar dalam rangka membagikan sertifikat tanah wakaf dan peresmian kereta Bandara Minangkabau.
Tidak Efektif
Namun yang kemudian menjadi tanya kenapa kendati sudah didukung 12 kepala daerah, Jokowi tetap belum mendapat tempat di hati warga Sumatera Barat saat Pilpres 2019.
Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang Dr Asrinaldi menilai, dukungan 12 kepala daerah di Sumatera Barat terhadap Calon Presiden Jokowi terbukti tidak efektif, ditandai dengan tidak adanya peningkatan suara yang signifikan pada Pilpres 2018.
"Sebenarnya ini cukup mengejutkan, meski 12 kepala daerah sudah mendeklarasikan dukungan kepada petahana, ternyata tidak berpengaruh," katanya lagi.
Ia mengidentifikasi penyebab tidak efektif dukungan tersebut, karena deklarasi dukungan terhadap pasangan Jokowi- Ma'ruf Amin dilakukan jauh hari sebelum pilpres, namun pada masa kampanye para kepala daerah tersebut tidak melakukan apa pun.
Jadi, dukungan tersebut sifatnya lebih kepada unjuk kekuatan semata, tapi tidak menggerakkan mesin politik, kata dia.
Menurutnya, penyebab kepala daerah tidak mau bergerak dengan maksimal karena mereka sadar akan realitas yang ada di masyarakat bahwa cukup banyak yang mendukung Prabowo.
Apalagi bagi kepala daerah yang akan mencalonkan diri kembali dalam pilkada berikutnya tentu akan menghitung agar pergerakan politik tidak berpengaruh ke depannya, kata dia pula.
Selain itu, ia melihat kepala daerah yang maksimal bergerak memenangkan Jokowi hanya Bupati Dharmasraya Sutan Riska karena yang bersangkutan adalah kader PDI Perjuangan.
Kemudian, ia menilai kendati ada 12 kepala daerah yang mendukung Jokowi akan tetapi semangat keberagamaan masyarakat Sumbar menguat.
Masyarakat melihat Jokowi didukung oleh kelompok yang multikultural baik secara agama, ideologi dan etnis, sementara orang Minang dalam memilih pemimpin salah satunya melihat tingkat keberagamaan kandidat.
Perilaku Pemilih
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKKAM) Sumbar M Sayuti Dt Rajo Panghulu saat dialog di Padang TV memaparkan orang Minang dalam memilih punya karakter tersendiri.
Prinsipnya mancaliak contoh ka nan sudah, tuah ka nan manang (melihat contoh kepada yang sudah ada, dan melihat pengalaman kepada yang menang) dan bila ada janji atau harapan yang disampaikan namun tidak dilaksanakan maka mereka akan kehilangan kepercayaan, kata dia.
Kemudian, prinsip berikutnya orang Minang tidak mau agama dan adat dilecehkan dan bila itu terjadi mereka akan marah.
Lalu, ada prinsip 4 T, yaitu Taqwa atau pemahaman agama calon pemimpin, Tokoh atau tingkat ketokohan, Takah atau kewibawaan dan kharisma serta Takiak atau mau bekerja keras.
Pada sisi lain Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menilai perbedaan pilihan dalam proses demokrasi adalah sebuah keniscayaan, karena itu presiden terpilih tidak boleh menganaktirikan daerah yang tidak mendukungnya.
"Pemimpin yang terpilih adalah pemimpin Indonesia. Proses dukung-mendukung selama pemilu sudah selesai. Jangan anaktirikan daerah yang tak mendukung," katanya pula.
Menurutnya hak untuk memilih dan menyatakan dukungan terhadap salah satu calon presiden dijamin oleh undang-undang. Karena itu, semua orang, termasuk kepala daerah bisa menyatakan dukungan.
"Akan tetapi setelah prosesnya selesai, siapa pun yang menang, harus memandang semua daerah sebagai NKRI. Tidak ada perbedaan. Setidaknya menurut saya pribadi seperti itu," ujarnya lagi.
Diharapkan Sumbar tetap menjadi perhatian pemerintah pusat, terlepas dukungan politik pada Pilpres 2019 ini.
Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019