Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ikrama Masloman menilai Partai Berkarya tidak cukup kuat hanya mengandalkan memori nostalgia Orde Baru.
"Partai Berkarya itu kan mengambil jalur (pemilih) 'segmented'. Ada kelebihan dan kekurangannya," katanya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu disampaikannya usai konferensi pers hasil survei terbaru LSI Denny JA terkait peluang parpol lolos "parliamentary threshold" 4 persen pada Pemilu 2019.
Dari segmentasi pemilih, Ikrama menjelaskan Partai Berkarya tidak bisa menggaet pemilih pemula yang tidak memiliki memori kuat tentang Orde Baru.
"Mereka tidak meng-'captive' pemilih pemula karena pemilih milenial ini dibesarkan pasca-Orde Baru. Mereka tidak punya memori kuat tentang Orde Baru," katanya.
Di sisi lain, kata dia, faktor ketokohan juga berpengaruh, terutama Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), ketua umumnya, serta sejauh mana keterkaitannya dengan Orde Baru.
Ia mengatakan para pemilih yang memiliki memori kuat dengan Orde Baru juga terbagi atas dua kalangan, yakni mereka yang resisten dan mereka yang menginginkan Orde Baru muncul lagi.
"Jadi, di sini sudah terbagi juga. Itulah kenapa tidak cukup mendongkrak hanya dengan jualan jargon, tetapi bagaimana menawarkan visi misi dan program yang lebih konkret," katanya.
Survei terbaru LSI merilis 10 parpol yang potensial lolos PT pada Pemilu 2019, yakni PDIP di urutan pertama dengan elektabilitas 26,7-31,1 persen.
Kemudian, Gerindra (13,4-17,8 persen), Golkar (11,5-15,9 persen), Demokrat (4,6-9,0 persen), Partai Kebangkitan Bangsa sebesar 4,5-8,9 persen.
Di posisi enam, Partai Keadilan Sejahtera (3,8-8,2 persen), disusul NasDem (3,5-7,9 persen), Perindo (2,3-6,7 persen), PPP (1,9-6,3 persen), dan PAN (1,4-5,8 persen).
Selain itu, hasil survei LSI menyebutkan enam parpol terancam tidak bisa lolos 'parliamentary threshold' 4 persen jika tidak melakukan langkah besar.
Keenam parpol itu, yakni Hanura dengan elektabilitas m 0,5-3,2 persen, PBB 0,5-3,2 persen, PSI 0,5-3,2 persen, Partai Berkarya 0,5-3,0 persen, Garuda 0,4-2,6 persen, dan PKPI 0,3-2,3 persen.
"Partai Berkarya itu kan mengambil jalur (pemilih) 'segmented'. Ada kelebihan dan kekurangannya," katanya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu disampaikannya usai konferensi pers hasil survei terbaru LSI Denny JA terkait peluang parpol lolos "parliamentary threshold" 4 persen pada Pemilu 2019.
Dari segmentasi pemilih, Ikrama menjelaskan Partai Berkarya tidak bisa menggaet pemilih pemula yang tidak memiliki memori kuat tentang Orde Baru.
"Mereka tidak meng-'captive' pemilih pemula karena pemilih milenial ini dibesarkan pasca-Orde Baru. Mereka tidak punya memori kuat tentang Orde Baru," katanya.
Di sisi lain, kata dia, faktor ketokohan juga berpengaruh, terutama Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto), ketua umumnya, serta sejauh mana keterkaitannya dengan Orde Baru.
Ia mengatakan para pemilih yang memiliki memori kuat dengan Orde Baru juga terbagi atas dua kalangan, yakni mereka yang resisten dan mereka yang menginginkan Orde Baru muncul lagi.
"Jadi, di sini sudah terbagi juga. Itulah kenapa tidak cukup mendongkrak hanya dengan jualan jargon, tetapi bagaimana menawarkan visi misi dan program yang lebih konkret," katanya.
Survei terbaru LSI merilis 10 parpol yang potensial lolos PT pada Pemilu 2019, yakni PDIP di urutan pertama dengan elektabilitas 26,7-31,1 persen.
Kemudian, Gerindra (13,4-17,8 persen), Golkar (11,5-15,9 persen), Demokrat (4,6-9,0 persen), Partai Kebangkitan Bangsa sebesar 4,5-8,9 persen.
Di posisi enam, Partai Keadilan Sejahtera (3,8-8,2 persen), disusul NasDem (3,5-7,9 persen), Perindo (2,3-6,7 persen), PPP (1,9-6,3 persen), dan PAN (1,4-5,8 persen).
Selain itu, hasil survei LSI menyebutkan enam parpol terancam tidak bisa lolos 'parliamentary threshold' 4 persen jika tidak melakukan langkah besar.
Keenam parpol itu, yakni Hanura dengan elektabilitas m 0,5-3,2 persen, PBB 0,5-3,2 persen, PSI 0,5-3,2 persen, Partai Berkarya 0,5-3,0 persen, Garuda 0,4-2,6 persen, dan PKPI 0,3-2,3 persen.
Pewarta: Zuhdiar Laeis, M Arief Iskandar
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019