Jakarta (ANTARA) - Pemilihan calon anggota legislatif (caleg) kerap menimbulkan masalah tersendiri bagi masyarakat dalam menentukan pilihan. Masyarakat disodori begitu banyak nama calon, dengan program kerja yang hampir serupa, dan informasi yang kurang lengkap selama masa kampanye.
Hal ini menjadi salah satu perhatian pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing. Untuk itu, ia memberikan tips dalam memilih caleg yang akan mengisi posisi baik di tingkat dua, tingkat satu, dan pusat.
"Pertama, masyarakat harus menghindari calon yang memiliki cacat hukum. Kedua, melihat rekam jejak dari calon yang ada," kata Emrus saat dihubungi di Jakarta, pada Rabu.
"Ketiga, pelajarilah sejarah hidupnya. Pelajari sepak terjangnya di dunia politik, atau sebelum memasuki dunia politik. Keempat, lihatlah kehidupan kesehariannya," tambah akademisi pascasarjana UPH ini.
Dengan situasi yang kurang ideal seperti saat ini, Emrus berharap pemilih lebih aktif mencari informasi perihal calon anggota legislatif di wilayah masing-masing. Terlebih, pemilih sekarang lebih mudah mengakses informasi melalui mesin pencari di internet.
Menurut Emrus, untuk masa yang akan datang, partai-partai politik harus lebih bertanggung jawab dalam menyodorkan nama-nama caleg. Sebab semestinya partai mengajukan sosok-sosok yang telah dikenal oleh masyarakatnya masing-masing dari lapisan paling bawah.
Satu hal lagi yang menjadi kerisauan Emrus mengenai pileg adalah waktunya yang bersamaan dengan pilpres. Meski penggabungan ini dapat dipahami sebagai langkah penghematan di berbagai bidang, namun yang terjadi adalah pileg seolah-olah terlupakan.
Untuk itu, Emrus memberi masukan agar waktu pelaksanaan pemilihan eksekutif di segala tingkat dan pemilihan legislatif dibedakan waktunya.
"Bisa saja dibedakan (waktu pelaksanaannya) tiga bulan, misalnya. Jadi ada waktu pemilihan eksekutif, dan berikutnya pemilihan legislatif."
Hal ini menjadi salah satu perhatian pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Dr. Emrus Sihombing. Untuk itu, ia memberikan tips dalam memilih caleg yang akan mengisi posisi baik di tingkat dua, tingkat satu, dan pusat.
"Pertama, masyarakat harus menghindari calon yang memiliki cacat hukum. Kedua, melihat rekam jejak dari calon yang ada," kata Emrus saat dihubungi di Jakarta, pada Rabu.
"Ketiga, pelajarilah sejarah hidupnya. Pelajari sepak terjangnya di dunia politik, atau sebelum memasuki dunia politik. Keempat, lihatlah kehidupan kesehariannya," tambah akademisi pascasarjana UPH ini.
Dengan situasi yang kurang ideal seperti saat ini, Emrus berharap pemilih lebih aktif mencari informasi perihal calon anggota legislatif di wilayah masing-masing. Terlebih, pemilih sekarang lebih mudah mengakses informasi melalui mesin pencari di internet.
Menurut Emrus, untuk masa yang akan datang, partai-partai politik harus lebih bertanggung jawab dalam menyodorkan nama-nama caleg. Sebab semestinya partai mengajukan sosok-sosok yang telah dikenal oleh masyarakatnya masing-masing dari lapisan paling bawah.
Satu hal lagi yang menjadi kerisauan Emrus mengenai pileg adalah waktunya yang bersamaan dengan pilpres. Meski penggabungan ini dapat dipahami sebagai langkah penghematan di berbagai bidang, namun yang terjadi adalah pileg seolah-olah terlupakan.
Untuk itu, Emrus memberi masukan agar waktu pelaksanaan pemilihan eksekutif di segala tingkat dan pemilihan legislatif dibedakan waktunya.
"Bisa saja dibedakan (waktu pelaksanaannya) tiga bulan, misalnya. Jadi ada waktu pemilihan eksekutif, dan berikutnya pemilihan legislatif."
Pewarta: M Arief Iskandar dan A Rauf Andar Adipati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019