Ambon (ANTARA) - Pemilu Serentak 2019 akan diwarnai dengan tren "swing voter" karena masyarakat mulai cenderung memilih pemimpinnya berdasarkan profil dan ketokohannya, kata Amir Faisal Kotarumalos, akademisi Universitas Patimura Ambon.
"Yang saya lihat memang nantinya akan ada banyak swing voter, saya kira itu sah-sah saja karena masyarakat boleh memilih sesuai selera dan keinginan mereka," kata Amir, di Ambon, Senin,
Amir Faisal Kotarumalos merupakan Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) Unpatti Ambon. Ia juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada perguruan tinggi tersebut.
Swing voter adalah istilah yang merujuk pada kelompok pemilih sebelumnya mendukung partai tertentu, tapi kemudian mengubah dukungannya dan memilih calon atau tokoh dari partai lain.
Amir mengatakan banyak swing voter bisa disebabkan oleh beberapa aspek, tidak hanya karena masyarakat Indonesia mudah dibujuk, tapi juga dikarenakan mereka mulai memilih berdasarkan profil seorang tokoh.
Dalam hal ini, elektabilitas partai tidak lagi menjadi pertimbangan utama, tetapi menurutnya, ketokohan dan hasil kerja nyata yang pernah dilakukan calon pemimpin menjadi alasan bagi pemilih untuk menentukan pilihannya.
Karena itu, partai-partai harus bekerja keras untuk sosialisasi dan menaikkan elektabilitasnya di masyarakat sebelum 17 April 2019.
"Kita bisa lihat dari tren yang terjadi selama beberapa waktu terakhir, masyarakat kita mulai berbondong-bondong mencari tahu latar belakang kehidupan para calon pemimpin mereka," katanya lagi.
Di Maluku, menurut pengamatan Amir, tren pemilih untuk pemilu presiden juga mengalami perubahan yang cukup signifikan di kalangan pemilih tradisional dan kelompok agama.
Ada kecenderungan pemilih tradisional di kalangan muslim untuk memilih calon presiden dengan nomor urut 02. Sedangkan pemilih tradisional di kalangan Kristen Protestan dan Katolik cenderung memilih calon presiden nomor urut 01.
"Saya lihat memang ada perubahan pilihan di kalangan pemilih tradisional. Ada kecenderungan masyarakat Maluku saat ini cenderung memilih pemimpin yang memiliki kesamaan ideologi," ujar Amir pula.
"Yang saya lihat memang nantinya akan ada banyak swing voter, saya kira itu sah-sah saja karena masyarakat boleh memilih sesuai selera dan keinginan mereka," kata Amir, di Ambon, Senin,
Amir Faisal Kotarumalos merupakan Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) Unpatti Ambon. Ia juga mengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada perguruan tinggi tersebut.
Swing voter adalah istilah yang merujuk pada kelompok pemilih sebelumnya mendukung partai tertentu, tapi kemudian mengubah dukungannya dan memilih calon atau tokoh dari partai lain.
Amir mengatakan banyak swing voter bisa disebabkan oleh beberapa aspek, tidak hanya karena masyarakat Indonesia mudah dibujuk, tapi juga dikarenakan mereka mulai memilih berdasarkan profil seorang tokoh.
Dalam hal ini, elektabilitas partai tidak lagi menjadi pertimbangan utama, tetapi menurutnya, ketokohan dan hasil kerja nyata yang pernah dilakukan calon pemimpin menjadi alasan bagi pemilih untuk menentukan pilihannya.
Karena itu, partai-partai harus bekerja keras untuk sosialisasi dan menaikkan elektabilitasnya di masyarakat sebelum 17 April 2019.
"Kita bisa lihat dari tren yang terjadi selama beberapa waktu terakhir, masyarakat kita mulai berbondong-bondong mencari tahu latar belakang kehidupan para calon pemimpin mereka," katanya lagi.
Di Maluku, menurut pengamatan Amir, tren pemilih untuk pemilu presiden juga mengalami perubahan yang cukup signifikan di kalangan pemilih tradisional dan kelompok agama.
Ada kecenderungan pemilih tradisional di kalangan muslim untuk memilih calon presiden dengan nomor urut 02. Sedangkan pemilih tradisional di kalangan Kristen Protestan dan Katolik cenderung memilih calon presiden nomor urut 01.
"Saya lihat memang ada perubahan pilihan di kalangan pemilih tradisional. Ada kecenderungan masyarakat Maluku saat ini cenderung memilih pemimpin yang memiliki kesamaan ideologi," ujar Amir pula.
Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019