Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah diminta memfasilitasi dan mendorong masyarakat adat untuk memilih dalam Pemilu 2019.
"Kemarin saya di Banten bertemu dengan KPU Banten, ingin memastikan bahwa masyarakat di wilayah Baduy itu bisa memilih. Kami pastikan itu," tutur Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan untuk masyarakat adat Baduy di Banten, KPU dan kepolisian telah menyiapkan tempat pemungutan suara (TPS) serta pengamanan untuk hari pencoblosan.
Namun tidak berhenti sampai di situ, KPU disebutnya perlu memotivasi masyarakat adat agar datang ke TPS dan ikut memilih.
Selain di Baduy, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan kepercayaan masyarakat adat yang ada di Indonesia pun harus dihormati.
Ia mencontohkan Suku Kajang di Sulawesi Selatan memegang kepercayaan tidak mau difoto dan direkam yang mesti diperhatikan penyelenggara pemilu.
Selain itu, dalam pemantauan di Sulawesi Selatan, terdapat komunitas yang tidak mendapat sosialisasi soal pemilu serta alat peraga karena komunitas berada dalam lokalisasi masyarakat penderita kusta.
"Petugas dari KPU, KPPS itu seperti enggan untuk sosialisasi ke daerah tersebut karena takut atau ada stigmatisasi terhadap penderita kusta," kata Beka Ulung.
Ia menyebut jumlah anggota komunitas yang belum mendapat sosialisasi itu ratusan.
Komnas HAM juga menyoroti kurangnya koordinasi antarlembaga, misalnya dalam kasus warga binaan pemasyarakatan di lapas mau pun rutan.
"Kami ketemu dengan seluruh Kalapas dan Karutan se-Sulawesi Selatan. Ketemu dengan Polda. Ketemu dengan Bawaslu. Tetapi mereka masing-masing seperti kebingungungan untuk menyikapi bagaimana daftar penghuni atau warga binaan yang belum bisa memilih," ucap Beka.
Persoalan terkait koordinasi dinilainya dapat dijembatani dengan koordinasi yang lebih intensif antara penyelenggara pemilu dan pihak-pihak terkait sehingga seluruh warga negara yang sudah memenuhi syarat dapat terfasilitasi.
"Kemarin saya di Banten bertemu dengan KPU Banten, ingin memastikan bahwa masyarakat di wilayah Baduy itu bisa memilih. Kami pastikan itu," tutur Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin di Jakarta, Kamis.
Ia mencontohkan untuk masyarakat adat Baduy di Banten, KPU dan kepolisian telah menyiapkan tempat pemungutan suara (TPS) serta pengamanan untuk hari pencoblosan.
Namun tidak berhenti sampai di situ, KPU disebutnya perlu memotivasi masyarakat adat agar datang ke TPS dan ikut memilih.
Selain di Baduy, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan kepercayaan masyarakat adat yang ada di Indonesia pun harus dihormati.
Ia mencontohkan Suku Kajang di Sulawesi Selatan memegang kepercayaan tidak mau difoto dan direkam yang mesti diperhatikan penyelenggara pemilu.
Selain itu, dalam pemantauan di Sulawesi Selatan, terdapat komunitas yang tidak mendapat sosialisasi soal pemilu serta alat peraga karena komunitas berada dalam lokalisasi masyarakat penderita kusta.
"Petugas dari KPU, KPPS itu seperti enggan untuk sosialisasi ke daerah tersebut karena takut atau ada stigmatisasi terhadap penderita kusta," kata Beka Ulung.
Ia menyebut jumlah anggota komunitas yang belum mendapat sosialisasi itu ratusan.
Komnas HAM juga menyoroti kurangnya koordinasi antarlembaga, misalnya dalam kasus warga binaan pemasyarakatan di lapas mau pun rutan.
"Kami ketemu dengan seluruh Kalapas dan Karutan se-Sulawesi Selatan. Ketemu dengan Polda. Ketemu dengan Bawaslu. Tetapi mereka masing-masing seperti kebingungungan untuk menyikapi bagaimana daftar penghuni atau warga binaan yang belum bisa memilih," ucap Beka.
Persoalan terkait koordinasi dinilainya dapat dijembatani dengan koordinasi yang lebih intensif antara penyelenggara pemilu dan pihak-pihak terkait sehingga seluruh warga negara yang sudah memenuhi syarat dapat terfasilitasi.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019