Jakarta (ANTARA News) - Ketua Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandi, Muhammad Taufik mengajak seluruh relawan dan masyarakat Indonesia untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.
"Tinggal 57 hari lagi kita akan melaksanakan Pilpres. Mari kita bergerak memenangkan Prabowo-Sandi," kata Taufik disela-sela diskusi publik "Selasa-an" bertema Politisasi Agama Era Jokowi?, di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Seknas Prabowo-Sandi sendiri telah didirikan oleh masyarakat di sejumlah kabupaten/kota sebagai daya juang untuk memenangkan Prabowo-Sandi.
Terkait tema diskusi itu, Ketua DPD DKI Jakarta Partai Gerindra ini mengaku prihatin terjadinya politisasi agama di era pemerintahan Jokowi, padahal seharusnya pemerintah bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Menurut dia, dengan adanya kepemimpinan yang baru nanti, maka diharapkan tidak ada kriminalisasi terhadap para ulama.
"Kita juga prihatin atas saudara kita, Pak Slamet Maarif (ketua umum PA 212) menjadi tersangka," kata Taufik yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
Mari kita stop kriminalisasi terhadap ulama. Caranya dengan mengganti pemimpin baru di pilpres mendatang, ucapnya.
Dalam diskusi, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212, Bernardus Abdul Jabbar, menyebutkan, pada zaman sekarang ini, politisasi agama begitu hebat dan kuat sekali.
"Sekarang kita lihat ada orang beragama lain, tapi mempergunakan simbol-simbol agama dan masuk ke pesantren, masuk ke masjid, padahal dia beragama selain Islam, tapi menggunakan simbol-simbol Islam. Ini bagian dari politisasi agama," katanya.
Tak hanya itu, saat capres nomor urut 02 itu akan melakukan salat Jumat di Masjid Kauman, Kota Semarang, Jawa Tengah, dilarang oleh pengurus masjidnya juga merupakan bagian politisasi agama.
"Ada politisasi agama di era ini dan banyak. Tidak boleh ini terjadi lagi. Termasuk persekusi kepada ulama-ulama. Kita harus menolak adanya politisasi agama yang terjadi di negeri kita ini," tegas Bernardus.
Pembicara lain dalam diskusi itu, yakni Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Anggota DPR Hanafi Rais, dan praktisi hukum Teuku Nasrullah.
"Tinggal 57 hari lagi kita akan melaksanakan Pilpres. Mari kita bergerak memenangkan Prabowo-Sandi," kata Taufik disela-sela diskusi publik "Selasa-an" bertema Politisasi Agama Era Jokowi?, di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Seknas Prabowo-Sandi sendiri telah didirikan oleh masyarakat di sejumlah kabupaten/kota sebagai daya juang untuk memenangkan Prabowo-Sandi.
Terkait tema diskusi itu, Ketua DPD DKI Jakarta Partai Gerindra ini mengaku prihatin terjadinya politisasi agama di era pemerintahan Jokowi, padahal seharusnya pemerintah bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Menurut dia, dengan adanya kepemimpinan yang baru nanti, maka diharapkan tidak ada kriminalisasi terhadap para ulama.
"Kita juga prihatin atas saudara kita, Pak Slamet Maarif (ketua umum PA 212) menjadi tersangka," kata Taufik yang juga menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
Mari kita stop kriminalisasi terhadap ulama. Caranya dengan mengganti pemimpin baru di pilpres mendatang, ucapnya.
Dalam diskusi, Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212, Bernardus Abdul Jabbar, menyebutkan, pada zaman sekarang ini, politisasi agama begitu hebat dan kuat sekali.
"Sekarang kita lihat ada orang beragama lain, tapi mempergunakan simbol-simbol agama dan masuk ke pesantren, masuk ke masjid, padahal dia beragama selain Islam, tapi menggunakan simbol-simbol Islam. Ini bagian dari politisasi agama," katanya.
Tak hanya itu, saat capres nomor urut 02 itu akan melakukan salat Jumat di Masjid Kauman, Kota Semarang, Jawa Tengah, dilarang oleh pengurus masjidnya juga merupakan bagian politisasi agama.
"Ada politisasi agama di era ini dan banyak. Tidak boleh ini terjadi lagi. Termasuk persekusi kepada ulama-ulama. Kita harus menolak adanya politisasi agama yang terjadi di negeri kita ini," tegas Bernardus.
Pembicara lain dalam diskusi itu, yakni Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Anggota DPR Hanafi Rais, dan praktisi hukum Teuku Nasrullah.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019