Jakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk meminta masyarakat mencermati kredibilitas dan rekam jejak lembaga survei Indomatrik yang hasil survei terbarunya soal elektabilitas capres banyak menuai kritik.
"Masyarakat harus mencermati kredibilitas dan rekam jejak lembaga survei, itu poin utamanya," kata Hamdi Muluk dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Hamdi mengatakan sejauh ini nama lembaga survei Indomatrik tidak terdaftar didalam keanggotaan Persepi.
Namun dia menekankan, persoalan utama bukan lah masalah administrasi, terdaftar atau tidaknya lembaga survei dalam suatu asosiasi, tetapi ada tidaknya pihak yang mengontrol kerja-kerja survei lembaga itu.
"Ada berita yang judulnya Indomatrik tidak terdaftar di Persepi, lalu komentar publik bahwa itu hanya masalah administrasi saja. Tapi poinnya bukan soal terdaftar atau tidak, melainkan kalau dia terdaftar akan ada kontrol," kata dia.
Hamdi mengatakan memang tidak ada undang-undang yang mewajibkan lembaga survei masuk dalam asosiasi keprofesian tertentu. Tetapi kontrol atas kerja profesional lembaga survei perlu dilakukan.
"Dokter pun praktik ada yang mengawasi dari kalangan mereka-mereka juga melalui IDI. Begitu juga advokat ada pengawasan," jelas dia.
Hamdi menyampaikan publik sendiri sejatinya bisa memberikan kontrol sosial terhadap lembaga survei yang tidak jelas, dengan tidak menanggapi hasil survei itu. Selain itu media massa juga perlu berperan dengan tidak memberitakan hasil survei lembaga yang kredibilitasnya diragukan.
Dengan kontrol sosial semacam itu lembaga survei abal-abal menurutnya, tidak akan bertahan.
Indomatrik bermasalah
Hamdi mengatakan lembaga survei Indomatrik patut diduga bermasalah. Pertama, selain tidak terdaftar dalam asosiasi, sehingga tidak ada kontrol dan audit, hasil survei yang dikeluarkan lembaga itu berbeda dengan tujuh hingga delapan lembaga survei lain yang kredibilitasnya terjaga.
"Secara logika ini patut dicurigai tidak benar," kata dia.
Kedua, nama Direktur Riset Indomatrik, Husin Yazid, juga menjadi sorotan Hamdi. Dia menekankan Husin Yazid adalah sosok yang dulu membawahi lembaga survei bermasalah bernama Puskaptis.
Dia mengulas, Puskaptis adalah lembaga survei yang dulu terdaftar di Persepi namun akhirnya dikeluarkan pada 2014, secara tidak hormat, karena membuat hasil hitung cepat Pilpres 2014 dengan memanipulasi data.
"Waktu quickcount 2014 lalu kan Husin Yazid melalui Puskaptis membuat kasus besar, membuat ricuh dengan quickcount yang berbeda sendiri, pak Prabowo sampai melakukan sujud syukur waktu itu," kata Hamdi.
Dia menegaskan Persepi kala itu melakukan audit anggota, dan dua lembaga survei bersedia datang kemudian mengakui kesalahan dan mengundurkan diri. Sementara Puskaptis tidak mau datang didaudit sehingga dilakukan pemecatan secara tidak hormat.
"Puskaptis tidak mau datang sama sekali, kita pecat. Itu sanksi tertinggi di organisasi, dan kita umumkan kepada publik, jadi publik saya kira harusnya sudah paham," ujarnya.
Hamdi menekankan publik dan sejarah sudah mencatat nama Husin Yazid melalui Puskaptisnya kala itu tidak dapat dipercaya kredibilitasnya. Jika kini Husin Yazid kembali muncul dengan lembaga baru bernama Indomatrik, maka publik semestinya bisa menilai kredibilitas lembaga itu.
"Kalau begini kita jadi repot. Kita sudah melakukan pekerjaan secara benar, tapi satu, dua, tiga orang melakukan suka-suka dia, melakukan pengaburan opini, kenyataan hijau, dia bilang merah, sehingga masyarakat bingung," kata dia.
Sebelumnya survei terbaru Indomatrik menunjukan tingkat elektabilitas pasangan kandidat Pilpres 2019, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno bersaing ketat.
Selisih elektabilitas kedua pasangan tersebut terpaut 3,93 persen.
Hasil survei Indomatrik itu berbeda dengan hasil survei lembaga survei lainnya yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yang di atas 50 persen dan Prabowo-Sandi di kisaran 30-an persen. Survei Indomatrik yang diumumkan di Jakarta, Jumat (15/2), menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 47,97 persen dan Prabowo-Sandi 44,04.
"Masyarakat harus mencermati kredibilitas dan rekam jejak lembaga survei, itu poin utamanya," kata Hamdi Muluk dihubungi di Jakarta, Sabtu.
Hamdi mengatakan sejauh ini nama lembaga survei Indomatrik tidak terdaftar didalam keanggotaan Persepi.
Namun dia menekankan, persoalan utama bukan lah masalah administrasi, terdaftar atau tidaknya lembaga survei dalam suatu asosiasi, tetapi ada tidaknya pihak yang mengontrol kerja-kerja survei lembaga itu.
"Ada berita yang judulnya Indomatrik tidak terdaftar di Persepi, lalu komentar publik bahwa itu hanya masalah administrasi saja. Tapi poinnya bukan soal terdaftar atau tidak, melainkan kalau dia terdaftar akan ada kontrol," kata dia.
Hamdi mengatakan memang tidak ada undang-undang yang mewajibkan lembaga survei masuk dalam asosiasi keprofesian tertentu. Tetapi kontrol atas kerja profesional lembaga survei perlu dilakukan.
"Dokter pun praktik ada yang mengawasi dari kalangan mereka-mereka juga melalui IDI. Begitu juga advokat ada pengawasan," jelas dia.
Hamdi menyampaikan publik sendiri sejatinya bisa memberikan kontrol sosial terhadap lembaga survei yang tidak jelas, dengan tidak menanggapi hasil survei itu. Selain itu media massa juga perlu berperan dengan tidak memberitakan hasil survei lembaga yang kredibilitasnya diragukan.
Dengan kontrol sosial semacam itu lembaga survei abal-abal menurutnya, tidak akan bertahan.
Indomatrik bermasalah
Hamdi mengatakan lembaga survei Indomatrik patut diduga bermasalah. Pertama, selain tidak terdaftar dalam asosiasi, sehingga tidak ada kontrol dan audit, hasil survei yang dikeluarkan lembaga itu berbeda dengan tujuh hingga delapan lembaga survei lain yang kredibilitasnya terjaga.
"Secara logika ini patut dicurigai tidak benar," kata dia.
Kedua, nama Direktur Riset Indomatrik, Husin Yazid, juga menjadi sorotan Hamdi. Dia menekankan Husin Yazid adalah sosok yang dulu membawahi lembaga survei bermasalah bernama Puskaptis.
Dia mengulas, Puskaptis adalah lembaga survei yang dulu terdaftar di Persepi namun akhirnya dikeluarkan pada 2014, secara tidak hormat, karena membuat hasil hitung cepat Pilpres 2014 dengan memanipulasi data.
"Waktu quickcount 2014 lalu kan Husin Yazid melalui Puskaptis membuat kasus besar, membuat ricuh dengan quickcount yang berbeda sendiri, pak Prabowo sampai melakukan sujud syukur waktu itu," kata Hamdi.
Dia menegaskan Persepi kala itu melakukan audit anggota, dan dua lembaga survei bersedia datang kemudian mengakui kesalahan dan mengundurkan diri. Sementara Puskaptis tidak mau datang didaudit sehingga dilakukan pemecatan secara tidak hormat.
"Puskaptis tidak mau datang sama sekali, kita pecat. Itu sanksi tertinggi di organisasi, dan kita umumkan kepada publik, jadi publik saya kira harusnya sudah paham," ujarnya.
Hamdi menekankan publik dan sejarah sudah mencatat nama Husin Yazid melalui Puskaptisnya kala itu tidak dapat dipercaya kredibilitasnya. Jika kini Husin Yazid kembali muncul dengan lembaga baru bernama Indomatrik, maka publik semestinya bisa menilai kredibilitas lembaga itu.
"Kalau begini kita jadi repot. Kita sudah melakukan pekerjaan secara benar, tapi satu, dua, tiga orang melakukan suka-suka dia, melakukan pengaburan opini, kenyataan hijau, dia bilang merah, sehingga masyarakat bingung," kata dia.
Sebelumnya survei terbaru Indomatrik menunjukan tingkat elektabilitas pasangan kandidat Pilpres 2019, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno bersaing ketat.
Selisih elektabilitas kedua pasangan tersebut terpaut 3,93 persen.
Hasil survei Indomatrik itu berbeda dengan hasil survei lembaga survei lainnya yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yang di atas 50 persen dan Prabowo-Sandi di kisaran 30-an persen. Survei Indomatrik yang diumumkan di Jakarta, Jumat (15/2), menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 47,97 persen dan Prabowo-Sandi 44,04.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019