Jakarta (ANTARA News) - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengemukakan politik berbasis kebohongan atau hoaks yang diterapkan salah satu pihak dalam kontestasi Pemilu 2019 merupakan ancaman serius bagi ketahanan demokrasi dan peradaban.
"Model politik berbasis kebohongan yang diterapkan dalam konteks perang diterapkan dalam konteks pemilu. Ini adalah ancaman serius terhadap ketahanan demokrasi dan peradaban an sich," kata Boni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu dikatakannya terkait pernyataan calon presiden nomor urut 01 Jokowi mengenai penggunaan Propaganda Rusia dalam politik elektoral di Indonesia saat ini.
Boni menjelaskan, maraknya kabar bohong atau hoaks dan dasyatnya narasi kebencian yang berbalut politik identitas sejak 2016 menandakan bahwa Propaganda Rusia telah diadopsi dalam politik elektoral di Indonesia.
Dia khawatir diterapkannya Propaganda Rusia menjadi kecemasan karena beberapa alasan. Pertama, pemilu dipandang sebagai perang, bukan kontestasi pilihan politik.
"Kalau dipahami sebagai perang, maka pemilu berpotensi melahirkan kekerasan horizontal yang serius karena membelah masyarakat dengan cara kasar dan jahat," ujarnya.
Kedua, menurut dia, pendekatan Propaganda Rusia menghancurkan seluruh tradisi dan budaya politik Indonesia yang berbasis kekeluargaan.
Dia menilai demokrasi Pancasila adalah kombinasi antara demokrasi modern dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan persaudaraan di tengah perbedaan. "Pendekatan baru ini menghancurkan seluruh prinsip baik ini," katanya.
Ketiga, kepemimpinan politik yang dilahirkan dari model propaganda kebohongan akan melahirkan rezim kebohongan.
Konsekuensinya, menurut dia, kekuasaan tidak akan bekerja untuk rakyat melainkan untuk kepentingan oligarki nasional maupun global yang telah berjasa dalam pemenangan.
"Saya mengimbau agar model propaganda ini segera dihentikan oleh kandidat dalam kontestasi Pemilu 2019," ujarnya.
"Model politik berbasis kebohongan yang diterapkan dalam konteks perang diterapkan dalam konteks pemilu. Ini adalah ancaman serius terhadap ketahanan demokrasi dan peradaban an sich," kata Boni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Hal itu dikatakannya terkait pernyataan calon presiden nomor urut 01 Jokowi mengenai penggunaan Propaganda Rusia dalam politik elektoral di Indonesia saat ini.
Boni menjelaskan, maraknya kabar bohong atau hoaks dan dasyatnya narasi kebencian yang berbalut politik identitas sejak 2016 menandakan bahwa Propaganda Rusia telah diadopsi dalam politik elektoral di Indonesia.
Dia khawatir diterapkannya Propaganda Rusia menjadi kecemasan karena beberapa alasan. Pertama, pemilu dipandang sebagai perang, bukan kontestasi pilihan politik.
"Kalau dipahami sebagai perang, maka pemilu berpotensi melahirkan kekerasan horizontal yang serius karena membelah masyarakat dengan cara kasar dan jahat," ujarnya.
Kedua, menurut dia, pendekatan Propaganda Rusia menghancurkan seluruh tradisi dan budaya politik Indonesia yang berbasis kekeluargaan.
Dia menilai demokrasi Pancasila adalah kombinasi antara demokrasi modern dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kekeluargaan dan persaudaraan di tengah perbedaan. "Pendekatan baru ini menghancurkan seluruh prinsip baik ini," katanya.
Ketiga, kepemimpinan politik yang dilahirkan dari model propaganda kebohongan akan melahirkan rezim kebohongan.
Konsekuensinya, menurut dia, kekuasaan tidak akan bekerja untuk rakyat melainkan untuk kepentingan oligarki nasional maupun global yang telah berjasa dalam pemenangan.
"Saya mengimbau agar model propaganda ini segera dihentikan oleh kandidat dalam kontestasi Pemilu 2019," ujarnya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019