Jakarta (ANTARA News) - Advokat publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Algifari Aqsa menyebutkan bahwa pilihan untuk menjadi golongan putih (golput) adalah bentuk protes karena menginginkan sistem politik yang lebih baik.
"Golput bukan gerakan untuk menggemboskan pasangan calon tertentu, tapi ini karena ada masyarakat yang ingin demokrasi lebih substansial dan sistem politik yang lebih baik," ujar Algif dalam jumpa pers di YLBHI Jakarta, Rabu.
Berdasarkan pengamatan Algif, terdapat beberapa alasan seseorang memutuskan untuk golput. "Yang pertama seseorang merasa dari dua pasangan calon di 2019 ini tidak ada yang cukup baik, namun mereka merasa dipaksa memilih salah satunya," ujar Algif.
Kemudian adapula pemilih golput yang tidak percaya pada sistem pemilihan dan demokrasi saat ini karena merasa pemilihan cenderung diwarnai oleh partai politik yang fokus pada kepentingan partainya.
Selain itu ada juga orang yang tidak bisa memilih karena buruknya DPT ataupun karena dihalangi oleh berbagai faktor lain.
Kendati demikian, Algif menjelaskan bahwa golput merupakan hak konstitusional warga negara,. Golput ternasuk hak untuk memilih dan berekspresi yang diatur dan dilindungi oleh UUD 1945.
"Oleh sebab itu golput sebagai bentuk ekspresi protes terhadap sistem politik adalah salah satu hak warga negara sehingga tidak boleh dipidanakan," kata Algif.
Baca juga: Kontras sebut diskusi mengenai golput lebih terbuka setelah debat capres putaran pertama
Baca juga: LBH Jakarta prediksi pemilih golput meningkat di Pilpres 2019
Baca juga: LBH sebut golput punya dasar hukum
"Golput bukan gerakan untuk menggemboskan pasangan calon tertentu, tapi ini karena ada masyarakat yang ingin demokrasi lebih substansial dan sistem politik yang lebih baik," ujar Algif dalam jumpa pers di YLBHI Jakarta, Rabu.
Berdasarkan pengamatan Algif, terdapat beberapa alasan seseorang memutuskan untuk golput. "Yang pertama seseorang merasa dari dua pasangan calon di 2019 ini tidak ada yang cukup baik, namun mereka merasa dipaksa memilih salah satunya," ujar Algif.
Kemudian adapula pemilih golput yang tidak percaya pada sistem pemilihan dan demokrasi saat ini karena merasa pemilihan cenderung diwarnai oleh partai politik yang fokus pada kepentingan partainya.
Selain itu ada juga orang yang tidak bisa memilih karena buruknya DPT ataupun karena dihalangi oleh berbagai faktor lain.
Kendati demikian, Algif menjelaskan bahwa golput merupakan hak konstitusional warga negara,. Golput ternasuk hak untuk memilih dan berekspresi yang diatur dan dilindungi oleh UUD 1945.
"Oleh sebab itu golput sebagai bentuk ekspresi protes terhadap sistem politik adalah salah satu hak warga negara sehingga tidak boleh dipidanakan," kata Algif.
Baca juga: Kontras sebut diskusi mengenai golput lebih terbuka setelah debat capres putaran pertama
Baca juga: LBH Jakarta prediksi pemilih golput meningkat di Pilpres 2019
Baca juga: LBH sebut golput punya dasar hukum
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019