Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mangkir atau tidak menghadiri sidang uji materi Undang Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dengan nomor perkara 93/PUU-XVI/2018 di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Baik, dari DPR berhalangan, ada surat pemberitahuan, bahwa ada sejumlah rapat yang tidak bisa ditinggalkan," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Rabu.
Sidang uji materi tersebut beragendakan mendengarkan keterangan pihak pemerintah dan DPR.
Permohonan ini diajukan oleh sejumlah mantan anggota KPU kabupaten/kota yang kini mencalonkan diri sebagai anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, namun terganjal ketentuan Pasal 92 ayat (2) UU 7/2017
Adapun ketentuan yang diujikan mengatur pembatasan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota hanya tiga hingga lima orang.
Dalam permohonannya, para pemohon berpendapat bahwa penyebaran populasi penduduk yang tidak merata serta SDM yang sangat minim dikhawatirkan akan menimbulkan hambatan dan pelanggaran dalam pengawasan penyelenggaran Pemilu 2019.
Hal ini akan menyebabkan pemilu tidak dapat berlangsung dengan penuh integritas dan bermartabat karena kurangnya pengawasan.
Penambahan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dari tiga menjadi lima orang yang dianggap pemohon sangat diperlukan untuk membantu dalam proses pengawasan pemilu supaya adil, jujur, profesional, efisien, efektif serta mandiri di seluruh daerah yang sulit dijangkau.
Karena itu para pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan ketentuan dari Pasal 92 ayat (2) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa "jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di tiap daerah adalah lima orang."
"Baik, dari DPR berhalangan, ada surat pemberitahuan, bahwa ada sejumlah rapat yang tidak bisa ditinggalkan," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Rabu.
Sidang uji materi tersebut beragendakan mendengarkan keterangan pihak pemerintah dan DPR.
Permohonan ini diajukan oleh sejumlah mantan anggota KPU kabupaten/kota yang kini mencalonkan diri sebagai anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, namun terganjal ketentuan Pasal 92 ayat (2) UU 7/2017
Adapun ketentuan yang diujikan mengatur pembatasan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota hanya tiga hingga lima orang.
Dalam permohonannya, para pemohon berpendapat bahwa penyebaran populasi penduduk yang tidak merata serta SDM yang sangat minim dikhawatirkan akan menimbulkan hambatan dan pelanggaran dalam pengawasan penyelenggaran Pemilu 2019.
Hal ini akan menyebabkan pemilu tidak dapat berlangsung dengan penuh integritas dan bermartabat karena kurangnya pengawasan.
Penambahan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dari tiga menjadi lima orang yang dianggap pemohon sangat diperlukan untuk membantu dalam proses pengawasan pemilu supaya adil, jujur, profesional, efisien, efektif serta mandiri di seluruh daerah yang sulit dijangkau.
Karena itu para pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan ketentuan dari Pasal 92 ayat (2) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang tidak dimaknai bahwa "jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di tiap daerah adalah lima orang."
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019