Kendari (ANTARA News) - Calon Wakil Presiden Sandiaga Salahudin Uno menerima keluhan pengurusan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari nelayan saat kampanye dialogis di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Senin.
"Saat ini kami (pengusaha) yang bergerak di bidang penangkapan ikan kesulitan pengurusan surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang berbelit-belit," kata seorang nelayan Paman (38) saat dialog dengan Sandiaga di warung "Kopi Kita" di Kendari bersama komunitas milenial.
Kementerian Perikanan dan Kelautan mengatur bahwa SIPI kapal berkapasitas angkut hingga 10 ton diterbitkan pemerintah kabupaten/kota, kapal kapasitas angkut 10 ton ke atas diterbitkan pemerintah provinsi setempat, sedangkan pemerintah pusat berwenang menerbitkan SIPI kapal bertonase 30 ton hingga 70 ton.
Penyebab keterlambatan penerbitan SIPI kapal tangkap ikan bertonase 30 ton ke atas disinyalir pengusaha membuat data hasil tangkapan tidak objektif.
"Saya sendiri yang berurusan ke Kementrrian Perikanan untuk memastikan kendala sehingga penerbitan SIPI berlarut-larut. Ternyata nelayan dicurigai merekayasa data hasil tangkapan. Ini alasan yang tidak mendasar," kata Paman.
Ia mengharapkan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perikanan untuk berperan aktif mengontrol laporan hasil tangkapan ikan di daerah agar tidak ada polemik yang hanya membuang-buang waktu.
Sandiaga mengatakan pemerintah pusat hingga pemerintah di daerah berkewajiban memberikan pelayanan optimal kepada nelayan.
"Birokrasi dituntut memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat nelayan sehingga cita-cita menuju kemakmuran dan keadilan menjadi kenyataan," kata cawapres pasangan Prabowo Subianto yang disambut riuh peserta dialog.
'Anugerah sumber daya alam di laut, baik potensi perikanan maupun panorama bawah laut sebagai potensi wisata yang dikaruniakan Allah harus dikelolah sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat," kata Sandiaga.
"Saat ini kami (pengusaha) yang bergerak di bidang penangkapan ikan kesulitan pengurusan surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang berbelit-belit," kata seorang nelayan Paman (38) saat dialog dengan Sandiaga di warung "Kopi Kita" di Kendari bersama komunitas milenial.
Kementerian Perikanan dan Kelautan mengatur bahwa SIPI kapal berkapasitas angkut hingga 10 ton diterbitkan pemerintah kabupaten/kota, kapal kapasitas angkut 10 ton ke atas diterbitkan pemerintah provinsi setempat, sedangkan pemerintah pusat berwenang menerbitkan SIPI kapal bertonase 30 ton hingga 70 ton.
Penyebab keterlambatan penerbitan SIPI kapal tangkap ikan bertonase 30 ton ke atas disinyalir pengusaha membuat data hasil tangkapan tidak objektif.
"Saya sendiri yang berurusan ke Kementrrian Perikanan untuk memastikan kendala sehingga penerbitan SIPI berlarut-larut. Ternyata nelayan dicurigai merekayasa data hasil tangkapan. Ini alasan yang tidak mendasar," kata Paman.
Ia mengharapkan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Perikanan untuk berperan aktif mengontrol laporan hasil tangkapan ikan di daerah agar tidak ada polemik yang hanya membuang-buang waktu.
Sandiaga mengatakan pemerintah pusat hingga pemerintah di daerah berkewajiban memberikan pelayanan optimal kepada nelayan.
"Birokrasi dituntut memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat nelayan sehingga cita-cita menuju kemakmuran dan keadilan menjadi kenyataan," kata cawapres pasangan Prabowo Subianto yang disambut riuh peserta dialog.
'Anugerah sumber daya alam di laut, baik potensi perikanan maupun panorama bawah laut sebagai potensi wisata yang dikaruniakan Allah harus dikelolah sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat," kata Sandiaga.
Pewarta: Sarjono
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018