Pengamat: menjadi oposisi tidak rugi

Ini kata KPU DKI bagi pemilih sebelum ke TPS pada Rabu
Lambang Burung Garuda (ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)
Jakarta (ANTARA) - Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Iding Rosyidin menilai menjadi oposisi tidak dirugikan karena merupakan bagian dari proses demokrasi sehingga kinerja pemerintah dapat terus diawasi.

“Oposisi seolah-oleh yang dirugikan dan dianggap di luar budaya Indonesia dan berbagai macam julukan padahal mestinya tidak,” kata Iding saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut Iding, makna oposisi menjadi kabur dan sempat terputus sejak pemerintahan Soeharto. Selama 32 tahun itu, lanjut Iding oposisi tidak diperbolehkan sehingga tidak ada yang berani melawan pemerintah pada saat itu.

Baca juga: PKS dukung rekonsiliasi, tetapi tetap oposisi

Baca juga: Pakar : Sebaiknya tetap ada parpol di luar pemerintahan

Baca juga: Pengamat sarankan eks Koalisi Adil Makmur jalankan peran oposisi


Namun istilah tersebut menurutnya sebetulnya sudah ada sejak sebelum kemerdekaan meskipun namanya bukan oposisi.

“Di zaman sebelum kemerdekaan, tradisi kritik pada pemerintah sudah ada bahkan di zaman kerajaan meskipun namanya bukan oposisi tapi itu bentuk perlawanan,” ucapnya.

Oposisi menjadi penting dalam proses demokrasi Indonesia karena menurutnya, mempunyai kekuatan sebagai kontrol pemerintah dalam melaksanakan kebijakannya.

“Sebagai check and balances pada level parlemen dan kontrol terhadap pemerintahan,” ujarnya.

Sementara pengamat hukum tata negara Juanda mengatakan istilah oposisi tidak ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun yang ada adalah fungsi oposisi, yaitu sebagai kelompok penyeimbang pemerintah.

Menurut dia, fungsi oposisi itu bisa dijalankan partai politik di luar pemerintahan dan masyarakat sipil.

Sejauh ini, hanya partai Gerindra dan PKS yang telah menyatakan tetap menjadi pihak oposisi pemerintah.

Politisi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan PKS akan memposisikan diri berada di luar pemerintahan dan menjadi penyeimbang pemerintah.

“Sebagai partai penyeimbang pemerintah yang mengkritisi program-program pemerintah yang tidak populer, maka akan lebih terhormat. Ini akan menjadi bagian dari tugas mulia," kata Mardani Ali Sera pada diskusi "Empat Pilar MPR RI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

Sementara Anggota Dewan Penasehat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi'i menyebut partainya akan tetap menjadi oposisi baik di pemerintahan dan parlemen guna mewujudkan demokrasi yang sehat.

"Harus ada yang bersikap oposisi dan Gerindra sejak awal sudah menunjukkan positioning sebagai partai oposisi," ucapnya.
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Pengamat: Jokowi tidak perlu tambah koalisi Sebelumnya

Pengamat: Jokowi tidak perlu tambah koalisi

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 Selanjutnya

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024