Jakarta (ANTARA) - Anggota Fraksi PKS MPR RI Mardani Ali Sera menginginkan Koalisi Adil Makmur yang saat ini sudah bubar, bertransformasi menjadi kekuatan oposisi, sehingga menjadi penyeimbang dan pengontrol jalannya pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Biarkan Jokowi dengan kekuatan 60 persen, lalu Koalisi Adil Makmur bertransformasi menjadi kekuatan penyeimbang yang mengontrol jalannya pemerintahan," kata Mardani dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema "Demokrasi Pancasila, Rekonsiliasi Tak Kenal Istilah Oposisi?", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, dalam sistem presidensial, sebutan pemerintah dan oposisi tidak ada secara tekstual dan dirinya memaknai bahwa demokrasi itu akan sehat kalau ada mekanisme "check and balances".
Baca juga: Pengamat: perlu oposisi dalam sistem politik demokrasi
Baca juga: Petinggi Gerindra sebut akan tetap menjadi oposisi
Baca juga: PKS dukung rekonsiliasi, tetapi tetap oposisi
Mardani mengatakan dirinya mendapatkan banyak masukan agar PKS dan para pendukung Prabowo bertransformasi menjadi kekuatan oposisi yang kritis dan konstruktif.
"Menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif adalah pekerjaan mulia, menjaga kepentingan publik dan sehat akan sehat untuk demokrasi," ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, pakar Hukum Tata Negara, Prof. Juanda mengatakan di dalam sistem Undang Undang Dasar 1945, tidak mengenal adanya kata oposisi.
Namun menurut dia, fungsi-fungsi dari oposisi itu sendiri tetap ada dan tetap dijalankan oleh para partai yang tidak mendukung pemerintah.
"Dalam hal ini yang penting dalam negara demokrasi khususnya Pancasila itu adalah bagaimana kontrol atau pengawasan dari masyarakat sipil kemudian lembaga-lembaga yang berwenang seperti apa yang dikemukakan dalam sistem UUD 1945," katanya.
Dia mengaku tidak setuju apabila wacana rekonsiliasi dalam konteks pembagian kursi jabatan menteri di kabinet.
Apalagi menurut dia tinggal Gerindra dan PKS saja yang menjadi oposisi, karena tidak elok dalam rangka kita membangun demokrasi konstitusional berdasarkan Pancasila ke depan.
"Biarkan Jokowi dengan kekuatan 60 persen, lalu Koalisi Adil Makmur bertransformasi menjadi kekuatan penyeimbang yang mengontrol jalannya pemerintahan," kata Mardani dalam diskusi Empat Pilar MPR dengan tema "Demokrasi Pancasila, Rekonsiliasi Tak Kenal Istilah Oposisi?", di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, dalam sistem presidensial, sebutan pemerintah dan oposisi tidak ada secara tekstual dan dirinya memaknai bahwa demokrasi itu akan sehat kalau ada mekanisme "check and balances".
Baca juga: Pengamat: perlu oposisi dalam sistem politik demokrasi
Baca juga: Petinggi Gerindra sebut akan tetap menjadi oposisi
Baca juga: PKS dukung rekonsiliasi, tetapi tetap oposisi
Mardani mengatakan dirinya mendapatkan banyak masukan agar PKS dan para pendukung Prabowo bertransformasi menjadi kekuatan oposisi yang kritis dan konstruktif.
"Menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif adalah pekerjaan mulia, menjaga kepentingan publik dan sehat akan sehat untuk demokrasi," ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, pakar Hukum Tata Negara, Prof. Juanda mengatakan di dalam sistem Undang Undang Dasar 1945, tidak mengenal adanya kata oposisi.
Namun menurut dia, fungsi-fungsi dari oposisi itu sendiri tetap ada dan tetap dijalankan oleh para partai yang tidak mendukung pemerintah.
"Dalam hal ini yang penting dalam negara demokrasi khususnya Pancasila itu adalah bagaimana kontrol atau pengawasan dari masyarakat sipil kemudian lembaga-lembaga yang berwenang seperti apa yang dikemukakan dalam sistem UUD 1945," katanya.
Dia mengaku tidak setuju apabila wacana rekonsiliasi dalam konteks pembagian kursi jabatan menteri di kabinet.
Apalagi menurut dia tinggal Gerindra dan PKS saja yang menjadi oposisi, karena tidak elok dalam rangka kita membangun demokrasi konstitusional berdasarkan Pancasila ke depan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019