Jakarta (ANTARA) -
Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung langkah kepolisian mengungkap dalang kericuhan aksi 21-22 Mei depan kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
"Kita mendukung sepenuhnya proses pengusutan dari kepolisian, sekarang mereka sudah bentuk tim melibatkan dari pihak intelijen juga," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui usai menemui korban di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis.
Ia menyebut Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian sempat menyebut ada pihak ketiga yang mendalangi adanya kericuhan.
"Kita menginginkan ada pengungkapan fakta sehingga apa yang diduga menjadi terang," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, Komnas HAM sementara ini meyakini anggota kepolisian menjalankan tugas sesuai aturan dan prosedur yang berlaku.
Menurut Taufan, ada sejumlah tahapan yang harus diketahui anggota kepolisian saat menindak massa.
Tahapan yang cukup awal adalah penindakan dengan memakai tameng dan tongkat, kemudian dilanjutkan dengan penembakan gas air mata serta air dari "water canon".
"SOP dari kepolisian memungkinkan anggotanya memakai peluru karet untuk menindak massa, apalagi jika ada yang mulai membakar. Namun, ada bagian tubuh tertentu yang boleh ditembaki misalnya betis sehingga kebrutalannya berkurang," jelas Taufan.
Walaupun demikian, Komnas HAM tetap akan mendalami temuan dan kesaksian di lapangan guna memastikan kepolisian bekerja sesuai sop yang berlaku.
"Kami mendalami apakah sop dari kepolisian itu berjalan baik (saat aksi massa, red), karena ada yang meninggal dunia," kata Ahmad yang ditemui bersama wakilnya Hairansyah.
Usai kericuhan 21-22 Mei, Komnas HAM telah berkeliling menemui korban ke sejumlah rumah sakit seperti RS Budi Kemuliaan, RS Tarakan, RSCM, dan RS Bhayangkara Polri Kramat Jati.
Sejauh ini, Komnas HAM belum dapat menemukan dan menyimpulkan adanya indikasi pelanggaran HAM akibat insiden tersebut.
"Kita mendukung sepenuhnya proses pengusutan dari kepolisian, sekarang mereka sudah bentuk tim melibatkan dari pihak intelijen juga," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat ditemui usai menemui korban di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Kamis.
Ia menyebut Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian sempat menyebut ada pihak ketiga yang mendalangi adanya kericuhan.
"Kita menginginkan ada pengungkapan fakta sehingga apa yang diduga menjadi terang," kata Ahmad.
Menurut Ahmad, Komnas HAM sementara ini meyakini anggota kepolisian menjalankan tugas sesuai aturan dan prosedur yang berlaku.
Menurut Taufan, ada sejumlah tahapan yang harus diketahui anggota kepolisian saat menindak massa.
Tahapan yang cukup awal adalah penindakan dengan memakai tameng dan tongkat, kemudian dilanjutkan dengan penembakan gas air mata serta air dari "water canon".
"SOP dari kepolisian memungkinkan anggotanya memakai peluru karet untuk menindak massa, apalagi jika ada yang mulai membakar. Namun, ada bagian tubuh tertentu yang boleh ditembaki misalnya betis sehingga kebrutalannya berkurang," jelas Taufan.
Walaupun demikian, Komnas HAM tetap akan mendalami temuan dan kesaksian di lapangan guna memastikan kepolisian bekerja sesuai sop yang berlaku.
"Kami mendalami apakah sop dari kepolisian itu berjalan baik (saat aksi massa, red), karena ada yang meninggal dunia," kata Ahmad yang ditemui bersama wakilnya Hairansyah.
Usai kericuhan 21-22 Mei, Komnas HAM telah berkeliling menemui korban ke sejumlah rumah sakit seperti RS Budi Kemuliaan, RS Tarakan, RSCM, dan RS Bhayangkara Polri Kramat Jati.
Sejauh ini, Komnas HAM belum dapat menemukan dan menyimpulkan adanya indikasi pelanggaran HAM akibat insiden tersebut.
Pewarta: Genta Tenri Mewangi, M Arief Iskandar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019