Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Pengurus SETARA Institute for Democracy and Peace, Hendardi, meminta tindakan penegakan hukum atas provakator yang menyebabkan ricuh dalam aksi 21-22 Mei 2019 harus dilakukan secara presisi berdasarkan atas bukti permulaan yang memadai.
Hendardi dalam siaran pers yang diterima, Kamis, mengatakan pihaknya meminta aparat keamanan untuk memperlakukan provokator-provokator sebelum dan pada saat aksi unjuk rasa tanggal 22 Mei sebagaimana provokator-provokator pada aksi demonstrasi pada umumnya.
Penegakan hukum harus dilakukan terhadap mereka, lebih-lebih jika provokasi tersebut mengancam keselamatan pejabat negara seperti Presiden, membahayakan keamanan negara, mendelegitimasi pemerintahan negara, dan menghasut agar terjadi kerusuhan, katanya.
Hendardi juga mengimbau aparat keamanan untuk senantiasa waspada dan tidak segan-segan menggunakan kerangka hukum pemberantasan terorisme terhadap kelompok-kelompok radikal dan jaringan teroris yang berusaha untuk menjadikan kegagalan politik penumpang gelap dalam pemilu sebagai momentum untuk melakukan aksi-aksi yang mengancam keselamatan publik dan mengganggu keamanan negara.
Dia juga berharap elit politik nasional hendaknya memelihara kedamaian dan suasana kondusif dengan tidak menghasut penggunaan aksi-aksi jalanan dan tindakan melawan hukum sebagai respons atas proses dan hasil Pemilu 2019.
Hajatan elektoral kelima pascareformasi ini jelas belum ideal, tapi sudah menunjukkan tata kelola yang semakin melembaga dengan sistem pengawasan yang berlapis dan berjenjang serta dengan penyediaan institusi dan mekanisme penegakan keadilan elektoral, baik substantif maupun prosedural, yang lebih baik melalui Bawaslu, Gakkumdu, DKPP, dan MK, katanya.
Di samping itu, publik pada umumnya menunjukkan sikap politik yang lebih matang terkait politik elektoral. Dalam situasi demikian, elite politik hendaknya membuang jauh setiap skenario politik yang menarik mundur kemajuan politik dan peradaban publik yang sudah semakin baik pasca reformasi, harap Hendardi.
Elemen masyarakat sipil, termasuk ormas-ormas keagamaan, hendaknya memelihara kemurnian politik elektoral dari infiltrasi kelompok konservatif yang menggunakan agama dan doktrin-doktrin keagamaan untuk kepentingan sektarian kelompok keagamaan tertentu.
Dalam konteks itu, SETARA Institute mengapresiasi setinggi-tingginya PBNU dan PP Muhammadiyah yang mengeluarkan sikap resmi untuk tidak mendukung aksi massa terkait pengumuman hasil Pemilu 2019, tidak mendelegitimasi penyelenggara pemilu, dan menghimbau agar digunakan mekanisme konstitusional yang tersedia untuk memperjuangkan keadilan elektoral.
Hendardi dalam siaran pers yang diterima, Kamis, mengatakan pihaknya meminta aparat keamanan untuk memperlakukan provokator-provokator sebelum dan pada saat aksi unjuk rasa tanggal 22 Mei sebagaimana provokator-provokator pada aksi demonstrasi pada umumnya.
Penegakan hukum harus dilakukan terhadap mereka, lebih-lebih jika provokasi tersebut mengancam keselamatan pejabat negara seperti Presiden, membahayakan keamanan negara, mendelegitimasi pemerintahan negara, dan menghasut agar terjadi kerusuhan, katanya.
Hendardi juga mengimbau aparat keamanan untuk senantiasa waspada dan tidak segan-segan menggunakan kerangka hukum pemberantasan terorisme terhadap kelompok-kelompok radikal dan jaringan teroris yang berusaha untuk menjadikan kegagalan politik penumpang gelap dalam pemilu sebagai momentum untuk melakukan aksi-aksi yang mengancam keselamatan publik dan mengganggu keamanan negara.
Dia juga berharap elit politik nasional hendaknya memelihara kedamaian dan suasana kondusif dengan tidak menghasut penggunaan aksi-aksi jalanan dan tindakan melawan hukum sebagai respons atas proses dan hasil Pemilu 2019.
Hajatan elektoral kelima pascareformasi ini jelas belum ideal, tapi sudah menunjukkan tata kelola yang semakin melembaga dengan sistem pengawasan yang berlapis dan berjenjang serta dengan penyediaan institusi dan mekanisme penegakan keadilan elektoral, baik substantif maupun prosedural, yang lebih baik melalui Bawaslu, Gakkumdu, DKPP, dan MK, katanya.
Di samping itu, publik pada umumnya menunjukkan sikap politik yang lebih matang terkait politik elektoral. Dalam situasi demikian, elite politik hendaknya membuang jauh setiap skenario politik yang menarik mundur kemajuan politik dan peradaban publik yang sudah semakin baik pasca reformasi, harap Hendardi.
Elemen masyarakat sipil, termasuk ormas-ormas keagamaan, hendaknya memelihara kemurnian politik elektoral dari infiltrasi kelompok konservatif yang menggunakan agama dan doktrin-doktrin keagamaan untuk kepentingan sektarian kelompok keagamaan tertentu.
Dalam konteks itu, SETARA Institute mengapresiasi setinggi-tingginya PBNU dan PP Muhammadiyah yang mengeluarkan sikap resmi untuk tidak mendukung aksi massa terkait pengumuman hasil Pemilu 2019, tidak mendelegitimasi penyelenggara pemilu, dan menghimbau agar digunakan mekanisme konstitusional yang tersedia untuk memperjuangkan keadilan elektoral.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019