Sebelumnya, Ani Hasibuan diagendakan untuk diperiksa pada Jumat ini mulai pukul 10.00 WIB di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus.Jakarta (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Pol Iwan Kurniawan mengatakan kasus yang menjerat dokter spesialis syaraf, Robiah Khairani Hasibuan atau Ani Hasibuan, di Polda Metro Jaya, meski dinilai oleh kuasa hukumnya terlalu cepat, tidak dibedakan dengan kasus lainnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Pol Iwan Kurniawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, mengatakan Ditreskrimsus memiliki banyak kasus yang ditangani dan semua prosesnya tetap jalan.
"Ini termasuk kasus prioritas, tapi urgen sekali sih tidak, kita anggap penting saja. Kami juga tidak memaksakan harus selesai sebelum tanggal 22 Mei 2019 misalnya, karena masih banyak kasus lain yang diprioritaskan. Pada prinsipnya semua kasus di Ditreskrimsus tetap jalan," kata Iwan.
Sebelumnya, Ani Hasibuan diagendakan untuk diperiksa pada Jumat ini mulai pukul 10.00 WIB di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus. Ani Hasibuan dipanggil sebagai saksi dalam perkara dugaan penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian. Namun karena alasan kesehatan Ani tidak hadir dan minta dijadwalkan ulang.
Tim pengacara juga kemudian memprotes pemanggilan kliennya itu. Pengacara menduga kliennya sudah ditarget dalam kasus tersebut.
"Kami duga Ibu Ani jadi target," kata Amin Fahrudin selaku kuasa hukum Ani Hasibuan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat.
Amin menilai proses pemanggilan terhadap kliennya terlalu cepat. Dia menyebut polisi seolah 'kejar tayang' dalam memeriksa Ani Hasibuan.
Dalam surat panggilan untuk Ani, konten yang terdapat di portal berita tamshnews.com pada 12 Mei 2019 menjadi latar belakang pemanggilan Ani Hasibuan. Adapun berita itu berjudul "Dr. Ani Hasibuan SpS: Pembantaian Pemilu, Gugurnya 573 KPPS".
Surat panggilan untuk Ani Hasibuan, bernomor S.Pgl/1158/V/RES.2.5./2019/Dit Reskrimsus.
Dia dipanggil terkait dugaan kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 35 jo Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 56 KUHP.
Perkaranya adalah dugaan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan dia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dan/atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan dia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat sebagaimana konten yang terdapat di portal berita dengan headline tamshnews.com pada 12 Mei 2019.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019