Surabaya (ANTARA) - Caleg DPRD Surabaya petahana dari Partai Golkar Agoeng Prasodjo melaporkan dugaan pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu 2019 terkait pengubahan atau manipulasi rekapitulasi hasil perolehan suara caleg tertentu di sejumlah TPS ke kantor Bawaslu Surabaya, Jatim, Jumat.
"Saya menemukan adanya kecurangan dalam rekapitulasi suara. Makanya saya laporkan ke Bawaslu Surabaya," kata Agoeng Prasodjo menjawab pers usai melapor ke Bawaslu Surabaya.
Menurut dia, pengubahan atau manipulasi rekapitulasi hasil perolehan suara sejumlah caleg tertentu di sejumlah TPS dalam formulir model DAA.1 di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan dan Kelurahan Simomulyo Baru, Kecamatan Sukomanunggal.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya ini menjelaskan pelanggaran di Kelurahan Putat Jaya terdapat di TPS 30 dan TPS 31. Untuk TPS 30 diketahui formulir C1 tercatat perolehan caleg nomer 1 atas nama Aan Ainur Rofik mendapatkan 0 suara, caleg nomer 2 Supardi mendapatkan 20 suara, caleg nomer 3 Purwati Retnani Sari mendapatkan 0 suara dan caleg nomer 4 Agoeng Prasodjo mendapatkan 1 suara.
Tetapi perolehan suara di dalam formulir model DAA.1 telah diubah dan perolehan suara tersebut menjadi berbeda dari yang ada pada formulir C1 yakni Aan Ainur Rofik menjadi 20 suara, Supardi menjadi 0 suara, Purwati Retnani Sari menjadi 1 suara dan Agoeng Prasodjo menjadi 0 suara.
Sedangkan di TPS 31, pada formulir model C1 tercatat perolehan suara yang sama yakni caleg Aan Ainur Rofik mendapatkan 0 suara, Supardi mendapatkan 27 suara, Purwati Retnani Sari mendapatkan 1 suara.
Tetapi perolehan suara di DAA.1 telah diubah dan perolehan suara tersebut menjadi berbeda dari yang ada pada formulir C1 yakni Aan Ainur Rofik menjadi 27 suara, Supardi menjadi 1 suara, Purwati Retnani Sari menjadi 0 suara.
"Kesimpulan pada TPS 30 dan 31 suara Aan bertambah 47, Supardi hilang 46, Purwati bertambah 2 dan suara saya berkurang 1," kata anggota Komisi C DPRD Surabaya ini.
Kasus yang sama juga terjadi di enam TPS di Kelurahan Simomulyo Baru, Kecamatan Sukomanunggal meliputi TPS 42, TPS 50, TPS 62, TPS 114, TPS 116 dan TPS 117. Kesimpulan dari enam TPS tersebut, suara Partai Golkar berkurang 84 suara, Caleg Aan bertambah 4 suara, Purwati bertambah 22 suara, Agung berkurang 20 suara, Aslamiyah bertambah 1 suara, Arif hilang 4 suara, Tjandra bertambah 6 suara dan Andrianto hilang 4 suara.
Akibat dari adanya pengubahan atau manipulasi hasil perolehan suara itu maka terjadi perbedaan perubahan yang sangat signifikan antara data rekapitulasi keseluruhan hasil perolehan suara sejumlah Caleg Partai Golkar di Dapil 4 Kota Surabaya.
"Pada tingkat selanjutnya, hal itu telah mengakibatkan adanya kerugian bagi saya sebagai caleg nomor urut 4," katanya.
Adapun kerugian tersebut meliputi seharusnya perolehan suara Agoeng pada urutan pertama dalam rekapitulasi hasil perolehan suara yakni sebanyak 4.713 suara telah diubah atau dimanipulasi menjadi urutan kedua dalam rekapitulasi hasil perolehan suara yakni menjadi sebanyak 4.692 suara.
Di sisi lain, kata dia, manipulasi rekapitulasi hasil perolehan suara tersebut telah menguntungkan Aan Ainur Rofik yang seharusnya berada pada urutan kedua dalam rekapitulasi perolehan suara terbanyak yakni sebesar 4.672 suara telah berubah naik menjadi urutan pertama dalam rekapitulasi perolehan suara yakni menjadi sebanyak 4.723 suara.
Atas kejadian itu terjadi pelanggaran administrasi, juga telah terjadi pelanggaran pidana. Sebagaimana yang diatur pada UU 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 535 bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan hasil pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
"Ini kesalahan dari penyelenggara pemilu yang salah dalam melakukan input data dan jika penyelenggara tidak memperbaiki, maka dirinya akan menindaklanjuti dengan melaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," katanya.
Sementara itu, Aan Anur Rofik saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya mengaku belum tahu soal Agoeng yang melapor ke Bawaslu Surabaya terkait adanya dugaan manipulasi suara itu. "Tapi ya itu haknya Mas Agoeng," katanya.
Mestinya, lanjut dia, semua itu ada prosesnya yakni diserahkan ke internal partai sesuai mekanisme. "Kalau sesama internal, partai menyelesaikannya," katanya.
Namun, lanjut dia, hal itu sudah dilaporkan ke Bawaslu Surabaya sehingga biar Bawaslu yang memproses. "Tapi karena ini sudah selesai pleno KPU dan tidak ada masalah saat itu. Kita tunggu kelanjutan dari Bawaslu," katanya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Surabaya Hadi Margo mengatakan hingga saat ini terdapat enam laporan peserta pemilu yang melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam proses pelaksanaan Pemilu 2019.
"Meski begitu Bawaslu masih akan terus mengumpulkan dan mengkaji semua barang bukti dan alat bukti yang ada, termasuk dibandingkan antara Formulir C1 pelapor dan Formulir C1 yang dimiliki Bawaslu," katanya.
Baca juga: Bawaslu Surabaya: Tiga kecamatan lakukan perbaikan DPK Pemilu 2019
Baca juga: SCG respon lembaganya dilaporkan ke Bawaslu Surabaya
"Saya menemukan adanya kecurangan dalam rekapitulasi suara. Makanya saya laporkan ke Bawaslu Surabaya," kata Agoeng Prasodjo menjawab pers usai melapor ke Bawaslu Surabaya.
Menurut dia, pengubahan atau manipulasi rekapitulasi hasil perolehan suara sejumlah caleg tertentu di sejumlah TPS dalam formulir model DAA.1 di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan dan Kelurahan Simomulyo Baru, Kecamatan Sukomanunggal.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya ini menjelaskan pelanggaran di Kelurahan Putat Jaya terdapat di TPS 30 dan TPS 31. Untuk TPS 30 diketahui formulir C1 tercatat perolehan caleg nomer 1 atas nama Aan Ainur Rofik mendapatkan 0 suara, caleg nomer 2 Supardi mendapatkan 20 suara, caleg nomer 3 Purwati Retnani Sari mendapatkan 0 suara dan caleg nomer 4 Agoeng Prasodjo mendapatkan 1 suara.
Tetapi perolehan suara di dalam formulir model DAA.1 telah diubah dan perolehan suara tersebut menjadi berbeda dari yang ada pada formulir C1 yakni Aan Ainur Rofik menjadi 20 suara, Supardi menjadi 0 suara, Purwati Retnani Sari menjadi 1 suara dan Agoeng Prasodjo menjadi 0 suara.
Sedangkan di TPS 31, pada formulir model C1 tercatat perolehan suara yang sama yakni caleg Aan Ainur Rofik mendapatkan 0 suara, Supardi mendapatkan 27 suara, Purwati Retnani Sari mendapatkan 1 suara.
Tetapi perolehan suara di DAA.1 telah diubah dan perolehan suara tersebut menjadi berbeda dari yang ada pada formulir C1 yakni Aan Ainur Rofik menjadi 27 suara, Supardi menjadi 1 suara, Purwati Retnani Sari menjadi 0 suara.
"Kesimpulan pada TPS 30 dan 31 suara Aan bertambah 47, Supardi hilang 46, Purwati bertambah 2 dan suara saya berkurang 1," kata anggota Komisi C DPRD Surabaya ini.
Kasus yang sama juga terjadi di enam TPS di Kelurahan Simomulyo Baru, Kecamatan Sukomanunggal meliputi TPS 42, TPS 50, TPS 62, TPS 114, TPS 116 dan TPS 117. Kesimpulan dari enam TPS tersebut, suara Partai Golkar berkurang 84 suara, Caleg Aan bertambah 4 suara, Purwati bertambah 22 suara, Agung berkurang 20 suara, Aslamiyah bertambah 1 suara, Arif hilang 4 suara, Tjandra bertambah 6 suara dan Andrianto hilang 4 suara.
Akibat dari adanya pengubahan atau manipulasi hasil perolehan suara itu maka terjadi perbedaan perubahan yang sangat signifikan antara data rekapitulasi keseluruhan hasil perolehan suara sejumlah Caleg Partai Golkar di Dapil 4 Kota Surabaya.
"Pada tingkat selanjutnya, hal itu telah mengakibatkan adanya kerugian bagi saya sebagai caleg nomor urut 4," katanya.
Adapun kerugian tersebut meliputi seharusnya perolehan suara Agoeng pada urutan pertama dalam rekapitulasi hasil perolehan suara yakni sebanyak 4.713 suara telah diubah atau dimanipulasi menjadi urutan kedua dalam rekapitulasi hasil perolehan suara yakni menjadi sebanyak 4.692 suara.
Di sisi lain, kata dia, manipulasi rekapitulasi hasil perolehan suara tersebut telah menguntungkan Aan Ainur Rofik yang seharusnya berada pada urutan kedua dalam rekapitulasi perolehan suara terbanyak yakni sebesar 4.672 suara telah berubah naik menjadi urutan pertama dalam rekapitulasi perolehan suara yakni menjadi sebanyak 4.723 suara.
Atas kejadian itu terjadi pelanggaran administrasi, juga telah terjadi pelanggaran pidana. Sebagaimana yang diatur pada UU 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 535 bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan hasil pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam pasal 398 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
"Ini kesalahan dari penyelenggara pemilu yang salah dalam melakukan input data dan jika penyelenggara tidak memperbaiki, maka dirinya akan menindaklanjuti dengan melaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," katanya.
Sementara itu, Aan Anur Rofik saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya mengaku belum tahu soal Agoeng yang melapor ke Bawaslu Surabaya terkait adanya dugaan manipulasi suara itu. "Tapi ya itu haknya Mas Agoeng," katanya.
Mestinya, lanjut dia, semua itu ada prosesnya yakni diserahkan ke internal partai sesuai mekanisme. "Kalau sesama internal, partai menyelesaikannya," katanya.
Namun, lanjut dia, hal itu sudah dilaporkan ke Bawaslu Surabaya sehingga biar Bawaslu yang memproses. "Tapi karena ini sudah selesai pleno KPU dan tidak ada masalah saat itu. Kita tunggu kelanjutan dari Bawaslu," katanya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Surabaya Hadi Margo mengatakan hingga saat ini terdapat enam laporan peserta pemilu yang melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam proses pelaksanaan Pemilu 2019.
"Meski begitu Bawaslu masih akan terus mengumpulkan dan mengkaji semua barang bukti dan alat bukti yang ada, termasuk dibandingkan antara Formulir C1 pelapor dan Formulir C1 yang dimiliki Bawaslu," katanya.
Baca juga: Bawaslu Surabaya: Tiga kecamatan lakukan perbaikan DPK Pemilu 2019
Baca juga: SCG respon lembaganya dilaporkan ke Bawaslu Surabaya
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019