Surabaya (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam menilai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan unggul dalam Pemilu 2019, khususnya di kota-kota besar, merupakan bukti bahwa pemilih urban makin rasional.
"Pemilih urban makin rasional dan lebih banyak mendasarkan pada bukti kerja, sementara isu-isu yang ada sudah dianggap zaman dahulu," kata Surokim Abdussalam kepada ANTARA di Surabaya, Kamis.
Bahkan, lanjut dia, caleg-caleg PDI Perjuangan sendiri juga relatif memiliki kedekatan dengan kekuatan Islam, khususnya di Jawa Timur, dan hampir selalu linier kolaboratif sehingga isu-isu itu relatif hanya bisa masuk di area rural (kawasan perdesaan) dan tidak kuat di pemilih urban.
Berbeda halnya dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), efek dari mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy tertangkap Komisi Pemilihan Umum (KPK) beberapa waktu lalu, membuat PPP terjun bebas, padahal caleg-calegnya sudah bekerja keras.
"Lucunya penurunan itu malah tidak lari ke PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)," ujarnya.
Menurut dia, di urban isu-isunya lebih pada hasil kerja, kedekatan, dan manfaat bagi konstituen. Pemilih urban relatif moderat sehingga bisa memilah isu-isu agama itu dengan politik.
Tentunya, lanjut dia, ke depan tantangan partai-partai berbasis agama kian berat di urban. Apalagi, tokoh-tokoh agama juga digaet masuk dan tersebar di partai-partai nasionalis. Hanya PKS yang relatif stabil di urban karena strategi "door to door"-nya yang kuat sehingga "proximity" politiknya masih bisa diandalkan.
"Politik memang soal momentum. Pemilu 2019 ini momentum PDI Perjuangan diuntungkan dalam banyak aspek," katanya.
Dalam pemilu serentak kali ini, kata Surokim, kekuatan caleg kian meneguhkan bahwa rekrutmen politik caleg harus benar-benar selektif dan yang potensial menjadi petarung elektoral.
"Caleg pekerja keras dan bermental petarung yang akan jadi barang mahal di pemilu mendatang. Transfer device mulai pudar, pesona tokoh sebagai patron kian berkurang dan lebih banyak mendasarkan pada hasil kerja keras caleg mandiri untuk merebut suara di dapil," katanya.
"Pemilih urban makin rasional dan lebih banyak mendasarkan pada bukti kerja, sementara isu-isu yang ada sudah dianggap zaman dahulu," kata Surokim Abdussalam kepada ANTARA di Surabaya, Kamis.
Bahkan, lanjut dia, caleg-caleg PDI Perjuangan sendiri juga relatif memiliki kedekatan dengan kekuatan Islam, khususnya di Jawa Timur, dan hampir selalu linier kolaboratif sehingga isu-isu itu relatif hanya bisa masuk di area rural (kawasan perdesaan) dan tidak kuat di pemilih urban.
Berbeda halnya dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), efek dari mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy tertangkap Komisi Pemilihan Umum (KPK) beberapa waktu lalu, membuat PPP terjun bebas, padahal caleg-calegnya sudah bekerja keras.
"Lucunya penurunan itu malah tidak lari ke PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)," ujarnya.
Menurut dia, di urban isu-isunya lebih pada hasil kerja, kedekatan, dan manfaat bagi konstituen. Pemilih urban relatif moderat sehingga bisa memilah isu-isu agama itu dengan politik.
Tentunya, lanjut dia, ke depan tantangan partai-partai berbasis agama kian berat di urban. Apalagi, tokoh-tokoh agama juga digaet masuk dan tersebar di partai-partai nasionalis. Hanya PKS yang relatif stabil di urban karena strategi "door to door"-nya yang kuat sehingga "proximity" politiknya masih bisa diandalkan.
"Politik memang soal momentum. Pemilu 2019 ini momentum PDI Perjuangan diuntungkan dalam banyak aspek," katanya.
Dalam pemilu serentak kali ini, kata Surokim, kekuatan caleg kian meneguhkan bahwa rekrutmen politik caleg harus benar-benar selektif dan yang potensial menjadi petarung elektoral.
"Caleg pekerja keras dan bermental petarung yang akan jadi barang mahal di pemilu mendatang. Transfer device mulai pudar, pesona tokoh sebagai patron kian berkurang dan lebih banyak mendasarkan pada hasil kerja keras caleg mandiri untuk merebut suara di dapil," katanya.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019