Akademisi : pelaksanaan pilpres dan pileg 2019 perlu evaluasi

Delapan parpol penuhi ambang batas parlemen, PDIP suara terbanyak
Para petugas KPPS di TPS 074 Kelurahan Awiyo, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, sedang menghitung surat suara pada 18 April 2018. Distrik Abepura dan Distrik Jayapura Selatan merupakan dua distrik di Kota Jayapura yang menggelar pemilu susulan karena sehari sebelumnya KPU setempat terlambat menyalurkan logistik pemilu. (ANTARA News Papua / Alfian Rumagit)
Karena apa, banyak persoalan yang ditemukan. Di antaranya ada penyelenggara yang menjadi korban karena kelelahan
Jayapura (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura Dr Marudut Hasugian berpendapat bahwa pelaksanaan pemilu presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (pileg) 2019 perlu dilakukan evaluasi.

"Karena apa, banyak persoalan yang ditemukan. Di antaranya ada penyelenggara yang menjadi korban karena kelelahan," katanya di Kota Jayapura, Papua, Rabu.

Apakah para penyelenggara perlu dilalukan tes kesehatan pada saat perekrutan, Hasugian menilai hal itu perlu dicermati dengan baik dan bijak, agar pemilu yang sering diumumkan sebagai pesta demokrasi atau pesta rakyat lebih manusiawi, bukan menjadi kabar duka bagi keluarga.

Selain itu, kata dosen hukum tata negara itu, honor yang diterima oleh para penyelenggara baik Bawaslu dan KPU di tingkat bawah tidak sesuai dengan kenyataan kerja di lapangan.

"Mereka disibukkan dengan membagikan undangan, pencoblosan, merekap suara dan pleno. Inikan honornya tidak manusiawi, yang saya dengar rata-rata Rp550 ribu/petugas, mungkin ada uang makan tetapi tidak sesuai dengan kerja mereka yang dipaksakan harus selesai dalam sehari usai pencoblosan," tuturnya.

Dilain sisi, kata dia, warga yang hendak memilih para caleg juga mengalami kesulitan sehingga dalam menentukan pilihan konstestan pemilu tidak maksimal, apalagi dalam surat suara tidak disertai gambar.

"Yang saya lihat juga kampanye terbuka di depan umum seperti pada Pemilu 2004, 2009 dan 2014 lebih baik dibandingkan pada 2019. Saat itu para caleg diperkenalkan oleh partai politik, tapi kini jarang, mungkin kampanye agak beda kali ini, tapi saya lihat tidak maksimal, warga susah memilih," ujarnya.

Belum lagi, lanjut alumni S2 Universitas Hasanudin, Sulawesi Selatan itu usai pencoblosan, warga yang memilih agak sulit melipat kertas suara yang berjumlah lima lembar, bahkan pantauan dibeberapa TPS di Kota Jayapura ada yang salah melipat, sehingga dibantu oleh petugas penyelenggara.

"Nah, semua ini contoh indikator mengapa pemilu kali ini perlu dievaluasi. Banyak hal yang perlu diperbaiki sehingga kedepan akan lebih baik. Saya menyarankan sebaiknya pemilu presiden dan legislatif dipisah, atau ada perencanaan yang lebih matang lagi," katanya.
Pewarta:
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Bawaslu cek informasi video pembakaran kotak dan surat suara Sebelumnya

Bawaslu cek informasi video pembakaran kotak dan surat suara

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS Selanjutnya

Logistik Pilkada untuk Kabupaten Tangerang mulai didistribusikan ke TPS