Kendari (ANTARA) - Badan pengawasan Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Tenggara menilai bahwa terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah, akibat minimnya pengetahuan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengenai teknis terkait kepemiluan.
Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara (Sultra) Hamiruddin Udu di Kendari, Senin, mengungkapkan, terjadinya pelanggaran pemilu saat pencoblosan 17 April lalu, kemungkinan besar akibat ketidaktahuan penyelenggara pemilu di tingkat bawah mengenai persyaratan-persyaratan memilih.
"Akibatnya, sebanyak 40 TPS yang tersebar di seluruh wilayah Sultra, sudah direkomendasikan dilakukan Pemungutan Suara Ulang yang dijadwalkan berlangsung pekan ini, sambil menunggu kesiapan KPU," ujar Hamiruddin Udu.
Hamiruddin menambahkan, 40 TPS yang direkomendasikan menggelar PSU itu, sebagian besar dipengaruhi oleh pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTTB), namun diperbolehkan ikut memilih.
"Seharusnya, petugas KPPS di TPS bersangkutan harus meminta formulir A5 kepada warga yang pindah alamat memilih, sebelum diizinkan ikut memilih,” imbuh Hamiruddin.
40 TPS yang akan melakukan PSU itu paling banyak terdapat di Kota Baubau yakni 14 TPS, menyusul Kolaka 9 TPS, serta Kota Kendari dan Konawe Utara masing-masing 4 TPS dan beberapa kabupaten lainnya 1 dan 2 TPS.
Khusus di Kota Kendari, sedikitnya ada 4 TPS yang dipastikan akan melakukan PSU karena diduga melakukan pelanggaran dalam proses pemilihan lalu.
TPS itu yakni TPS 7 Kelurahan Wundudopi, Kecamatan Baruga, TPS 10 Kelurahan Watuwatu, TPS 1 Kelurahan Kemaraya Kendari Barat, dan TPS 20 Kelurahan Rahandouna Kecamatan Poasia.
Ketua Bawaslu Kota Kendari Sahinuddin menjelaskan, contoh di TPS 7 Kelurahan Wundudopi Kecamatan Baruga, ada 2 orang pemilih yang tidak mempunyai hak suara datang ke TPS menggunakan C6 (surat panggilan memilih) orang lain untuk datang mencoblos.
"Jadi kasus di TPS di Wundudopi, selain kita rekomendasikan pemungutan suara ulang, proses pidananya juga kita lakukan di Gakkumdu (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) untuk dua orang yang menggunakan C6 orang lain. Keduanya dijerat Pasal 533 UU 7 tahun 2017 dengan ancaman pidana 1 tahun 6 bulan dengan denda Rp 18 juta,” ungkap Sahinuddin.
Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara (Sultra) Hamiruddin Udu di Kendari, Senin, mengungkapkan, terjadinya pelanggaran pemilu saat pencoblosan 17 April lalu, kemungkinan besar akibat ketidaktahuan penyelenggara pemilu di tingkat bawah mengenai persyaratan-persyaratan memilih.
"Akibatnya, sebanyak 40 TPS yang tersebar di seluruh wilayah Sultra, sudah direkomendasikan dilakukan Pemungutan Suara Ulang yang dijadwalkan berlangsung pekan ini, sambil menunggu kesiapan KPU," ujar Hamiruddin Udu.
Hamiruddin menambahkan, 40 TPS yang direkomendasikan menggelar PSU itu, sebagian besar dipengaruhi oleh pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTTB), namun diperbolehkan ikut memilih.
"Seharusnya, petugas KPPS di TPS bersangkutan harus meminta formulir A5 kepada warga yang pindah alamat memilih, sebelum diizinkan ikut memilih,” imbuh Hamiruddin.
40 TPS yang akan melakukan PSU itu paling banyak terdapat di Kota Baubau yakni 14 TPS, menyusul Kolaka 9 TPS, serta Kota Kendari dan Konawe Utara masing-masing 4 TPS dan beberapa kabupaten lainnya 1 dan 2 TPS.
Khusus di Kota Kendari, sedikitnya ada 4 TPS yang dipastikan akan melakukan PSU karena diduga melakukan pelanggaran dalam proses pemilihan lalu.
TPS itu yakni TPS 7 Kelurahan Wundudopi, Kecamatan Baruga, TPS 10 Kelurahan Watuwatu, TPS 1 Kelurahan Kemaraya Kendari Barat, dan TPS 20 Kelurahan Rahandouna Kecamatan Poasia.
Ketua Bawaslu Kota Kendari Sahinuddin menjelaskan, contoh di TPS 7 Kelurahan Wundudopi Kecamatan Baruga, ada 2 orang pemilih yang tidak mempunyai hak suara datang ke TPS menggunakan C6 (surat panggilan memilih) orang lain untuk datang mencoblos.
"Jadi kasus di TPS di Wundudopi, selain kita rekomendasikan pemungutan suara ulang, proses pidananya juga kita lakukan di Gakkumdu (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) untuk dua orang yang menggunakan C6 orang lain. Keduanya dijerat Pasal 533 UU 7 tahun 2017 dengan ancaman pidana 1 tahun 6 bulan dengan denda Rp 18 juta,” ungkap Sahinuddin.
Pewarta: Abdul Azis Senong
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019