Pengamat: 'People power' bukan mobilisasi massa

Ini kata KPU DKI bagi pemilih sebelum ke TPS pada Rabu
Arsip Mahasiswa Semarang berunjuk rasa mengkritisi pernyataan Amien Rais terkait dengan pengerahan "people power". (Foto: Wisnu Adhi)
Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Indonesia Donny Gahral Adian mengatakan momentum "people power" sudah selesai sehingga mobilisasi massa menggunakan istilah tersebut tidak tepat.

Donny saat dihubungi dari Jakarta, Jumat, mengatakan sebaiknya setiap kubu untuk turut menunggu hasil "real count" Komisi Pemilihan Umum secara resmi.

Bagi kubu yang kalah, kata dia, agar tidak melakukan mobilisasi massa sebagai pengejawantahan "people power".

"People power", kata dia, sudah dilangsungkan saat pencoblosan pada 17 April.

Masyarakat, kata dia, sudah menunjukkan "people power" dengan memilih pilihannya di bilik suara. Massa berbondong-bondong ke TPS-nya masing-masing.

"Gerakan 'people power' itu untuk menjatuhkan pemerintahan yang otoriter bukan untuk proses penghitungan suara dalam sebuah pemilu yang demokratis," katanya.

Menurut dia, di luar hal itu mobilisasi massa adalah tidak tepat karena dapat berkonotasi menjadi pemaksaan kehendak di luar jalur hukum yang sah.

Mobilisasi massa itu, lanjut dia, berpotensi sebagai tindakan inkonstitusional dan berpotensi makar.

"'People power' sebagai mobilisasi massa untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah adalah tindakan berpotensi makar dan inkonstitusional, memiliki potensi yang sangat besar untuk makar," kata dia.
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Bawaslu Bangkalan rekomendasi PSU dan hitung ulang Sebelumnya

Bawaslu Bangkalan rekomendasi PSU dan hitung ulang

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 Selanjutnya

KPU Kabupaten Boyolali fasilitasi pengguna kursi roda di simulasi pemungutan suara Pilkada 2024