Jakarta (ANTARA) - Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali menilai people power hanya gara-gara perbedaan dukungan dalam pemilihan umum presiden tidak mungkin terjadi.
"People power tidak mungkin terjadi karena persyaratannya belum terpenuhi," kata As'ad saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurut As'ad, sebuah gerakan massa yang besar hanya mungkin terjadi jika ada krisis ekonomi yang menyengsarakan rakyat, kekurangan bahan makanan, kelangkaan bahan makanan, harga membubung tinggi, dan krisis bahan bakar.
Selain itu, juga terjadi krisis politik yang mengakibatkan pemerintahan tidak berjalan, gangguan keamanan yang masif, dan aparat keamanan di luar kendali.
Syarat lainnya, kata As'ad, terjadi krisis kebudayaan sehingga pranata sosial tidak berfungsi, ketidakpatuhan sosial secara masif,
timbulnya revolusi sosial budaya, hilangnya identitas bangsa, dan runtuhnya semangat kebersamaan dalam masyarakat.
"Apa yang terjadi sekarang hanyalah kesalahpahaman soal hasil pilpres yang oleh KPU belum selesai dihitung semuanya," kata As'ad.
Mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu yakin kalau penghitungan versi KPU sudah selesai, data berbeda bisa dicocokkan. Bila terjadi perbedaan, bisa diselesaikan secara musyawarah sesuai dengan jati diri bangsa.
"Kedua capres kita adalah tokoh berkepribadian, berintegritas, terhormat, mencintai rakyatnya, dan juga dicintai," kata As'ad.
"People power tidak mungkin terjadi karena persyaratannya belum terpenuhi," kata As'ad saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Menurut As'ad, sebuah gerakan massa yang besar hanya mungkin terjadi jika ada krisis ekonomi yang menyengsarakan rakyat, kekurangan bahan makanan, kelangkaan bahan makanan, harga membubung tinggi, dan krisis bahan bakar.
Selain itu, juga terjadi krisis politik yang mengakibatkan pemerintahan tidak berjalan, gangguan keamanan yang masif, dan aparat keamanan di luar kendali.
Syarat lainnya, kata As'ad, terjadi krisis kebudayaan sehingga pranata sosial tidak berfungsi, ketidakpatuhan sosial secara masif,
timbulnya revolusi sosial budaya, hilangnya identitas bangsa, dan runtuhnya semangat kebersamaan dalam masyarakat.
"Apa yang terjadi sekarang hanyalah kesalahpahaman soal hasil pilpres yang oleh KPU belum selesai dihitung semuanya," kata As'ad.
Mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu yakin kalau penghitungan versi KPU sudah selesai, data berbeda bisa dicocokkan. Bila terjadi perbedaan, bisa diselesaikan secara musyawarah sesuai dengan jati diri bangsa.
"Kedua capres kita adalah tokoh berkepribadian, berintegritas, terhormat, mencintai rakyatnya, dan juga dicintai," kata As'ad.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019