Jakarta (ANTARA) - Direktur Riset Charta Politika Muslimin mengatakan lembaganya mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi bahwa hasil hitung cepat (quick count) baru dapat dipublikasikan 2 jam setelah pemungutan suara di Indonesia bagian barat selesai dilakukan.
"Kami bisa menerima, bisa memahami, dan harus mengikuti ketentuan itu, apalagi sudah ketentuan hukum, tidak ada masalah," kata Muslimin dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Muslimin, MK dalam putusannya menyampaikan alasan-alasan yang dapat dimaklumi.
Ia menilai pemilu kali ini memang cukup keras. Selain itu, juga dapat disaksikan bagaimana banyaknya antrean pemilih saat pemungutan suara di luar negeri.
"Kalau katakanlah quick count dipublikasi pukul 13.00 ternyata orang masih banyak yang antre, mungkin bisa memengaruhi pemilih," katanya.
Ia menyatakan bahwa pihaknya dapat memahami putusan MK meski sangat disayangkan bahwa publik harus menunggu selambatnya pukul 15.00 untuk dapat mengetahui hasil hitung cepat yang sebetulnya bukan penghitungan resmi.
"Saya menyayangkan tetapi juga mengapresiasi alasan-alasan tertentu karena ini pemilu serentak pertama, dan pencoblosannya butuh waktu lama, itu bisa saya maklumi sehingga publikasi quick count ditahan dahulu," jelasnya.
Charta Politika merupakan satu dari 40 lembaga yang terdaftar dan terverifikasi oleh KPU RI sebagai lembaga penyelenggara jajak pendapat dan hitung cepat Pemilu 2019.
Dalam Pemilu 2019, pihaknya akan melakukan exit poll, serta menyelenggarakan hitung cepat pilpres dan pemilu anggota legislatif.
Ia mengatakan bahwa pihaknya mengambil sampel 2.000 TPS di seluruh provinsi di Indonesia dengan sukarelawan sebanyak 2.000 personel.
"Setiap relawan akan memantau satu TPS," ujarnya.
Sebelumnya, MK menolak permohonan perkara pengujian aturan hitung cepat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh sejumlah stasiun televisi swasta nasional.
Para pemohon menguji Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), dan Ayat (6), Pasal 509 serta Pasal 540 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Pemilu dan menilai bahwa penundaan publikasi hasil hitungan berpotensi menimbulkan spekulasi yang tidak terkontrol seputar hasil pemilu.
Dalam putusannya, MK menilai pasal tersebut tidak dapat dimaknai telah menghilangkan hak masyarakat untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi terkait dengan prakiraan hasil hitung cepat pemilu.
"Kami bisa menerima, bisa memahami, dan harus mengikuti ketentuan itu, apalagi sudah ketentuan hukum, tidak ada masalah," kata Muslimin dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Muslimin, MK dalam putusannya menyampaikan alasan-alasan yang dapat dimaklumi.
Ia menilai pemilu kali ini memang cukup keras. Selain itu, juga dapat disaksikan bagaimana banyaknya antrean pemilih saat pemungutan suara di luar negeri.
"Kalau katakanlah quick count dipublikasi pukul 13.00 ternyata orang masih banyak yang antre, mungkin bisa memengaruhi pemilih," katanya.
Ia menyatakan bahwa pihaknya dapat memahami putusan MK meski sangat disayangkan bahwa publik harus menunggu selambatnya pukul 15.00 untuk dapat mengetahui hasil hitung cepat yang sebetulnya bukan penghitungan resmi.
"Saya menyayangkan tetapi juga mengapresiasi alasan-alasan tertentu karena ini pemilu serentak pertama, dan pencoblosannya butuh waktu lama, itu bisa saya maklumi sehingga publikasi quick count ditahan dahulu," jelasnya.
Charta Politika merupakan satu dari 40 lembaga yang terdaftar dan terverifikasi oleh KPU RI sebagai lembaga penyelenggara jajak pendapat dan hitung cepat Pemilu 2019.
Dalam Pemilu 2019, pihaknya akan melakukan exit poll, serta menyelenggarakan hitung cepat pilpres dan pemilu anggota legislatif.
Ia mengatakan bahwa pihaknya mengambil sampel 2.000 TPS di seluruh provinsi di Indonesia dengan sukarelawan sebanyak 2.000 personel.
"Setiap relawan akan memantau satu TPS," ujarnya.
Sebelumnya, MK menolak permohonan perkara pengujian aturan hitung cepat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh sejumlah stasiun televisi swasta nasional.
Para pemohon menguji Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), dan Ayat (6), Pasal 509 serta Pasal 540 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Pemilu dan menilai bahwa penundaan publikasi hasil hitungan berpotensi menimbulkan spekulasi yang tidak terkontrol seputar hasil pemilu.
Dalam putusannya, MK menilai pasal tersebut tidak dapat dimaknai telah menghilangkan hak masyarakat untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi terkait dengan prakiraan hasil hitung cepat pemilu.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019