Jakarta (ANTARA) - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menduga 400 ribu amplop yang akan disebar oleh Anggota DPR RI Bowo Sidik Pangarso yang terjaring OTT KPK di daerah pemilihannya di Jawa Tengah, tidak hanya untuk kepentingan Bowo sebagai caleg tapi juga untuk kepentingan Pilpres 2019.
"Ada 400 ribu amplop itu berarti kan menargetkan 400 ribu suara. Bisa berkali-kali lipat suara caleg. Hampir gak mungkin untuk caleg secara personal. Setidaknya mungkin dia bertangugungjawab di dapilnya dalam kaitannya dengan Pilpres," kata Sekretaris Direktorat Hukum dan Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Habiburokhman, di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.
Ia mengaku khawatir hal itu dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif mengingat 400 ribu amplop untuk satu dapil tidak masuk akal.
Ketua DPP Partai Gerindra ini meminta Bawaslu RI bertindak dan menelusuri dugaan tersebut.
"Makanya kita mendorong Bawaslu untuk tidak pasif. Kenapa? Karena ini sejak minggu lalu sudah disebutkan ada politik uang, ada serangan fajar, ada amplop 400 ribu, ada amplop berstempel katanya cap jempol. Harusnya itu sudah ditindaklanjuti sejak minggu lalu. Apalagi saat ini dikatakan diperintahkan oleh Pak Nusron Wahid," jelas Habiburrokhman.
Amplopnya ada, uangnya ada, pernyataannya ada. Jadi apalagi yang ditunggu oleh Bawaslu. Harus dikejar apakah ini benar dari Pak Nusron Wahid, tegasnya.
BPN, kata Habiburokhman, akan mengirim surat ke Bawaslu terkait hal ini. Jika politik uang tersebut terbukti, maka perolehan suara untuk Bowo Sidik di dapil itu harus dibatalkan sebagai sanksi.
"Harusnya seperti itu kalau terbukti. Kita mintanya seperti itu. Kalau 400 ribu itu jelas terstruktur, sistematis. 400 ribu untuk satu dapil untuk seorang caleg itu benar-benar (tidak masuk akal)," katanya lagi.
Ia juga mendesak KPU untuk tidak lamban merespons permasalahan ini karena sejak awal dikatakan ada uang Rp8 miliar, ada 400 ribu amplop yang disediakan untuk serangan fajar.
"Ini kan bukti awal sangat kuat dalam konteks dugaan pelanggaran UU Pemilu. Yang saya heran kok Bawaslu tidak melihat dan mendengar apa-apa. Kita gak perlu lapor sebetulnya. Mereka miliki kewenangan untuk menindaklanjuti. Kurang signifikan apa ini?," tegas Habiburokhman.
"Ada 400 ribu amplop itu berarti kan menargetkan 400 ribu suara. Bisa berkali-kali lipat suara caleg. Hampir gak mungkin untuk caleg secara personal. Setidaknya mungkin dia bertangugungjawab di dapilnya dalam kaitannya dengan Pilpres," kata Sekretaris Direktorat Hukum dan Advokasi BPN Prabowo-Sandi, Habiburokhman, di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.
Ia mengaku khawatir hal itu dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif mengingat 400 ribu amplop untuk satu dapil tidak masuk akal.
Ketua DPP Partai Gerindra ini meminta Bawaslu RI bertindak dan menelusuri dugaan tersebut.
"Makanya kita mendorong Bawaslu untuk tidak pasif. Kenapa? Karena ini sejak minggu lalu sudah disebutkan ada politik uang, ada serangan fajar, ada amplop 400 ribu, ada amplop berstempel katanya cap jempol. Harusnya itu sudah ditindaklanjuti sejak minggu lalu. Apalagi saat ini dikatakan diperintahkan oleh Pak Nusron Wahid," jelas Habiburrokhman.
Amplopnya ada, uangnya ada, pernyataannya ada. Jadi apalagi yang ditunggu oleh Bawaslu. Harus dikejar apakah ini benar dari Pak Nusron Wahid, tegasnya.
BPN, kata Habiburokhman, akan mengirim surat ke Bawaslu terkait hal ini. Jika politik uang tersebut terbukti, maka perolehan suara untuk Bowo Sidik di dapil itu harus dibatalkan sebagai sanksi.
"Harusnya seperti itu kalau terbukti. Kita mintanya seperti itu. Kalau 400 ribu itu jelas terstruktur, sistematis. 400 ribu untuk satu dapil untuk seorang caleg itu benar-benar (tidak masuk akal)," katanya lagi.
Ia juga mendesak KPU untuk tidak lamban merespons permasalahan ini karena sejak awal dikatakan ada uang Rp8 miliar, ada 400 ribu amplop yang disediakan untuk serangan fajar.
"Ini kan bukti awal sangat kuat dalam konteks dugaan pelanggaran UU Pemilu. Yang saya heran kok Bawaslu tidak melihat dan mendengar apa-apa. Kita gak perlu lapor sebetulnya. Mereka miliki kewenangan untuk menindaklanjuti. Kurang signifikan apa ini?," tegas Habiburokhman.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019