Angka tersebut bukan angka yang kecil, tapi 9 persen dari total DPT yang ada. KPU harus menghapus data pemilih tersebutJakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk segera menghapus 17,5 juta data pemilih yang diduga invalid alias bermasalah dari daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
"Angka tersebut bukan angka yang kecil, tapi 9 persen dari total DPT yang ada. KPU harus menghapus data pemilih tersebut," kata mantan Ketua Kwarnas Pramuka, Adhyaksa Dault dalam diskusi publik bertajuk "DPT Bermasalah Ancaman Legitimasi Pilpres", di Kantor Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Menurut relawan Prabowo-Sandi ini, bila KPU tidak bisa menyelesaikan persoalan DPT itu, maka alangkah baiknya bila DPT bermasalah itu dihapus.
"Kami minta ini dihapus saja. 17,5 juta itu dihapuskan saja kalau memang KPU tidak bisa merubah atau memperbaiki DPT itu. Ini bagaimana coba, KPU Kaltara saja baru dibentuk akhir Maret tadi. Kami maunya Pemilu itu berkualitas," tegas mantan Menpora ini.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara juga mengusulkan agar 17,5 juta pemilih yang diduga invalid untuk dicek kebenarannya, bahkan kalau perlu dihapus sementara dari daftar pemilih tetap (DPT).
"Kami minta DPT bermasalah tadi dihapuskan. Lalu silakan lanjutkan pemeriksaan validasi terhadap data yang bermasalah untuk menjadi DPT khusus. Pemilunya dilakukan belakangan setelah validasi," kata Koordinator Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Bersih ini.
Marwan juga minta ke DPR supaya KPU dan Bawaslu dipanggil.
Dikatakannya, sebanyak 192 juta pemilih dalam DPT merupakan acuan pelaksanaan Pemilu 2019. Sayangnya, ada 17,5 juta pemilih bermasalah.
"Kalau bermasalah itu tidak bisa datanya dikoreksi dengan cara sampling. Karena prinsip demokrasi itu adalah 'one man one vote', maka yang diperiksa itu harus seluruhnya. Tidak bisa dengan sampling," tegas Marwan.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019