Banda Aceh (ANTARA) - Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh menyebut, tidak menemukan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda di 23 kabupaten/kota se-Provinsi Aceh, setelah melakukan verifikasi faktual terhadap pencocokan dan penelitian (coklit) menjelang Pemilu 17 April 2019.
"Alhamdulillah. Khusus Aceh, semua data DPT merupakan data valid, karena telah masuk ke DPT sebelumnya," kata Ketua Perencanaan Data dan Informasi KIP Aceh, Agusni di Banda Aceh, Kamis.
Hal itu diutarakannya untuk menverifikasi temuan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Prabowo-Sandiaga terkait DPT ganda setidaknya 17,5 juta yang telah dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019.
Pihaknya melalui 23 KIP kabupaten/kota di Aceh, telah menugaskan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) melakukan coklit data DPT untuk diuji sampel dan melakukan verifikasi faktual di lapangan.
Ia mengatakan, PPK dan PPS setiap gampong (desa) selama tiga hari berturut-turut mengambil sampel mulai tanggal 14 Maret 2019 disaksikan panitia pengawas pemilihan setempat, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin dan tim BPN 02 Prabowo-Sandiaga.
Penyelenggara pemilu langsung melakukan verifikasi faktual atas lima kelompok data dilaporkan terindikasi, seperti banyaknya pemilih lahir di tanggal 1 Januari, tanggal 31 Desember, 1 Juli, pemilih di atas 90 tahun, dan pemilih berusia di bawah 17 tahun.
"Data yang di verifikasi faktual minimal satu pemilih per setiap kelompok data. Penentuan sampel dengan mengundi nomor urut pemilih di setiap kelompok data. Semua hasilnya, telah kami kirim kembali ke KPU," terang dia.
"Barang kali, sudah mengklarifikasi tim BPN 02 Prabowo-Sandiaga. Untuk di Aceh, kategori yang dilapor memang sudah ada dari pemilu sebelumnya. Datanya nyata, dan bukan rekayasa," tegas Agusni.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pekan ini menyebut, KPU tidak maksimal melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih Pemilu 2019, sehingga masih terjadi persoalan daftar pemilih tetap.
"Ada satu kesimpulan bahwa coklit yang dilakukan, ada kesalahan prosedur yang dilakukan KPU, itu yang kami temukan," kata anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja.
Menurut dia, coklit yang tidak maksimal ini mengakibatkan munculnya masalah dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), seperti DPT ganda atau masalah munculnya Warga Negara Asing (WNA) pemilik e-KTP yang masuk dalam DPT.
Ia pun mencontohkan, kasus yang luput dari prosedur ketika coklit. "Misalkan, 101 WNA yang masuk ke DPT akhirnya terungkap, yang anehnya kami temukan makin banyak 200 WNA masuk dalam DPT yang banyak itu di Bali," jelas Bagja.
KPU hingga kini telah mencoret 370 data WNA yang masuk dalam DPT Pemilu 2019. Ke-370 WNA ini tersebar di 19 provinsi di Indonesia. Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Bali menjadi tiga provinsi tertinggi dengan data WNA pemilik e-KTP yang masuk DPT.
Jumlah ini merupakan akumulasi dari temuan KPU, Bawaslu, dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhitung hingga Selasa (12/3).
Baca juga: Sekjen koalisi Prabowo-Sandi beri masukan KPU terkait DPT
Baca juga: KPU Batam temukan 59.000 data ganda
"Alhamdulillah. Khusus Aceh, semua data DPT merupakan data valid, karena telah masuk ke DPT sebelumnya," kata Ketua Perencanaan Data dan Informasi KIP Aceh, Agusni di Banda Aceh, Kamis.
Hal itu diutarakannya untuk menverifikasi temuan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Prabowo-Sandiaga terkait DPT ganda setidaknya 17,5 juta yang telah dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019.
Pihaknya melalui 23 KIP kabupaten/kota di Aceh, telah menugaskan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) melakukan coklit data DPT untuk diuji sampel dan melakukan verifikasi faktual di lapangan.
Ia mengatakan, PPK dan PPS setiap gampong (desa) selama tiga hari berturut-turut mengambil sampel mulai tanggal 14 Maret 2019 disaksikan panitia pengawas pemilihan setempat, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin dan tim BPN 02 Prabowo-Sandiaga.
Penyelenggara pemilu langsung melakukan verifikasi faktual atas lima kelompok data dilaporkan terindikasi, seperti banyaknya pemilih lahir di tanggal 1 Januari, tanggal 31 Desember, 1 Juli, pemilih di atas 90 tahun, dan pemilih berusia di bawah 17 tahun.
"Data yang di verifikasi faktual minimal satu pemilih per setiap kelompok data. Penentuan sampel dengan mengundi nomor urut pemilih di setiap kelompok data. Semua hasilnya, telah kami kirim kembali ke KPU," terang dia.
"Barang kali, sudah mengklarifikasi tim BPN 02 Prabowo-Sandiaga. Untuk di Aceh, kategori yang dilapor memang sudah ada dari pemilu sebelumnya. Datanya nyata, dan bukan rekayasa," tegas Agusni.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pekan ini menyebut, KPU tidak maksimal melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih Pemilu 2019, sehingga masih terjadi persoalan daftar pemilih tetap.
"Ada satu kesimpulan bahwa coklit yang dilakukan, ada kesalahan prosedur yang dilakukan KPU, itu yang kami temukan," kata anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja.
Menurut dia, coklit yang tidak maksimal ini mengakibatkan munculnya masalah dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), seperti DPT ganda atau masalah munculnya Warga Negara Asing (WNA) pemilik e-KTP yang masuk dalam DPT.
Ia pun mencontohkan, kasus yang luput dari prosedur ketika coklit. "Misalkan, 101 WNA yang masuk ke DPT akhirnya terungkap, yang anehnya kami temukan makin banyak 200 WNA masuk dalam DPT yang banyak itu di Bali," jelas Bagja.
KPU hingga kini telah mencoret 370 data WNA yang masuk dalam DPT Pemilu 2019. Ke-370 WNA ini tersebar di 19 provinsi di Indonesia. Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Bali menjadi tiga provinsi tertinggi dengan data WNA pemilik e-KTP yang masuk DPT.
Jumlah ini merupakan akumulasi dari temuan KPU, Bawaslu, dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhitung hingga Selasa (12/3).
Baca juga: Sekjen koalisi Prabowo-Sandi beri masukan KPU terkait DPT
Baca juga: KPU Batam temukan 59.000 data ganda
Pewarta: Muhammad Said
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019