Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Amien Rais mengingatkan masyarakat Indonesia agar mewaspadai gencarnya serangan "money politics" menjelang pelaksanaan Pilpres pada 17 April 2019.
"Sekarang ini menjelang April, para pemuja uang sudah menggunakan cara paling vulgar, untuk menaklukkan masyarakat supaya memilih pasangan tertentu, apalagi kalau bukan dengan uang, sembako, segala macamnya," kata Amien saat menjadi pembicara dalam diskusi mingguan bertema" Tolak Money Politics", di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Menurut dia, bila berbicara soal politik uang, maka masyarakat tidak boleh kehilangan wawasan bahwa politik uang itu merupakan bagian dari yang tak terpisahkan dari kebudayaan.
"Masyarakat yang tidak dididik untuk mempunyai pondasi moral yang kuat, maka biasanya mereka menyembah uang. Ini yang harus diatasi," ujar mantan Ketua MPR ini.
Amien juga menyinggung politik uang yang masuk mulai dari kecamatan hingga kelurahan. Namun menurutnya, politik uang yang paling berbahaya ketika sudah menyentuh pimpinan negara paling tinggi.
"Tapi kalau yang kena itu pucuknya negara, ini adalah tanda dari sebuah kiamat kecil, kiamat bangsa bersangkutan," ucap Amien.
Di tempat yang sama, Direktur Relawan BPN Prabowo-Sandi Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan, dalam konteks pemilu, maka tema money politics itu dari pemilu ke pemilu tidak pernah kunjung tuntas.
"Padahal kalau kita tahu dan menempatkan bahwa pemilu adalah sebuah peristiwa yang menimbulkan peradaban bangsa, maka semua kita terikat komitmen menolak money politics. Karena pemilu itu simbol peradaban bangsa," kata Ferry.
Ia menambahkan ketika pemilu dihadapkan dirusak dengan "money politics", maka kekuasaan yang didapatkan dari hasil pemilu tidak akan membawa kebaikan atau keberkahan.
"Dalam konteks pilpres ini sangat berbahaya. Tolak dengan segala cara yang kita mampu karena kita mau menyelamatkan bangsa in," tegas Ferry.
Pembicara lain dalam diskusi itu, yakni Anggota DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah, dan Waketum Gerindra Ferry Juliantono.
"Sekarang ini menjelang April, para pemuja uang sudah menggunakan cara paling vulgar, untuk menaklukkan masyarakat supaya memilih pasangan tertentu, apalagi kalau bukan dengan uang, sembako, segala macamnya," kata Amien saat menjadi pembicara dalam diskusi mingguan bertema" Tolak Money Politics", di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Menurut dia, bila berbicara soal politik uang, maka masyarakat tidak boleh kehilangan wawasan bahwa politik uang itu merupakan bagian dari yang tak terpisahkan dari kebudayaan.
"Masyarakat yang tidak dididik untuk mempunyai pondasi moral yang kuat, maka biasanya mereka menyembah uang. Ini yang harus diatasi," ujar mantan Ketua MPR ini.
Amien juga menyinggung politik uang yang masuk mulai dari kecamatan hingga kelurahan. Namun menurutnya, politik uang yang paling berbahaya ketika sudah menyentuh pimpinan negara paling tinggi.
"Tapi kalau yang kena itu pucuknya negara, ini adalah tanda dari sebuah kiamat kecil, kiamat bangsa bersangkutan," ucap Amien.
Di tempat yang sama, Direktur Relawan BPN Prabowo-Sandi Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan, dalam konteks pemilu, maka tema money politics itu dari pemilu ke pemilu tidak pernah kunjung tuntas.
"Padahal kalau kita tahu dan menempatkan bahwa pemilu adalah sebuah peristiwa yang menimbulkan peradaban bangsa, maka semua kita terikat komitmen menolak money politics. Karena pemilu itu simbol peradaban bangsa," kata Ferry.
Ia menambahkan ketika pemilu dihadapkan dirusak dengan "money politics", maka kekuasaan yang didapatkan dari hasil pemilu tidak akan membawa kebaikan atau keberkahan.
"Dalam konteks pilpres ini sangat berbahaya. Tolak dengan segala cara yang kita mampu karena kita mau menyelamatkan bangsa in," tegas Ferry.
Pembicara lain dalam diskusi itu, yakni Anggota DPR Fraksi PKS Ledia Hanifa Amaliah, dan Waketum Gerindra Ferry Juliantono.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019