Jakarta (ANTARA) - Peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) sekaligus mantan anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, berpendapat kualitas Pemilu 2019 nanti harus meningkat.
"Pemilu ini adalah pemilu kelima setelah reformasi kita mulai, oleh karena itu kita harus betul-betul memastikan kualitasnya itu meningkat," ujar dia, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, salah satu indikator dari meningkatnya kualitas Pemilu adalah terjaminnya hak pilih setiap warga negara.
"Ternyata undang-undang kita belum cukup memastikan terjaminnya hak pilih warga negara," ujar dia.
Dalam kesempatan itu dia berserta dua orang pengamat pemilu dan empat orang warga negara lainnya, mendaftarkan uji materi sejumlah pasal dalam UU Nomor 7/2017 (UU Pemilu).
Pasal-pasal yang diujikan itu dinilai telah menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga negara, karena ketentuan tersebut mengatur yang boleh menggunakan hak pilihnya hanyalah masyarakat yang sudah memiliki KTP elektronik.
"Karenanya kita perlu cari jalan keluar, inilah upaya yang kami lakukan, mudah-mudahan kita bisa dapat jawaban dari MK," kata Gumay.
Adapun para pemohon dari uji materi tersebut selain Hadar adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi yang diwakili Titi Anggraini, pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, serta empat orang warga negara Indonesia yang dua diantaranya adalah warga binaan di LP Tangerang.
Para pemohon mendaftarkan permohonan uji materi terhadap pasal 348 ayat (9), pasal 348 ayat (4), pasal 210 ayat (1), pasal 350 ayat (2), dan pasal 383 ayat (2) UU 7/2017 (UU Pemilu), karena menilai pasal-pasal tersebut telah menyebabkan pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik kehilangan hak memilih.
"Pemilu ini adalah pemilu kelima setelah reformasi kita mulai, oleh karena itu kita harus betul-betul memastikan kualitasnya itu meningkat," ujar dia, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, salah satu indikator dari meningkatnya kualitas Pemilu adalah terjaminnya hak pilih setiap warga negara.
"Ternyata undang-undang kita belum cukup memastikan terjaminnya hak pilih warga negara," ujar dia.
Dalam kesempatan itu dia berserta dua orang pengamat pemilu dan empat orang warga negara lainnya, mendaftarkan uji materi sejumlah pasal dalam UU Nomor 7/2017 (UU Pemilu).
Pasal-pasal yang diujikan itu dinilai telah menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga negara, karena ketentuan tersebut mengatur yang boleh menggunakan hak pilihnya hanyalah masyarakat yang sudah memiliki KTP elektronik.
"Karenanya kita perlu cari jalan keluar, inilah upaya yang kami lakukan, mudah-mudahan kita bisa dapat jawaban dari MK," kata Gumay.
Adapun para pemohon dari uji materi tersebut selain Hadar adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi yang diwakili Titi Anggraini, pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, serta empat orang warga negara Indonesia yang dua diantaranya adalah warga binaan di LP Tangerang.
Para pemohon mendaftarkan permohonan uji materi terhadap pasal 348 ayat (9), pasal 348 ayat (4), pasal 210 ayat (1), pasal 350 ayat (2), dan pasal 383 ayat (2) UU 7/2017 (UU Pemilu), karena menilai pasal-pasal tersebut telah menyebabkan pemilih yang tidak memiliki KTP elektronik kehilangan hak memilih.
Pewarta: Maria Rosari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019