Yogyakarta (ANTARA News) - Laboratorium Bigdata Analytics Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada menyatakan hasil penelitiannya bahwa percakapan soal golput menjelang Pilpres 2019 paling banyak di Pulau Jawa daripada daerah lain.
"Kami menemukam bahwa persebaran percakapan soal golput terkonsentrasi di Pulau Jawa," kata peneliti Laboratorium Bigdata Analytics, Arya Budi, saat jumpa pers "Peta Potensi Golput 2019" di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, Senin.
Ia menyebutkan, berdasarkan analisis data dari media sosial --semisal twitter-- dalam rentang 27 Januari sampai 19 Februari 2019, menunjukkan, percakapan soal golput di Jawa Barat di posisi pertama mencapai 21,60 persen, diikuti DKI Jakarta 14,94 persen, dan Jawa Timur 14,64 persen.
Jawa Barat, bersama Jawa Tengah dan Jawa Timur, memiliki suara paling banyak pada tiap Pemilu karena populasi penduduk secara nasional paling banyak di sana.
Ia mengatakan, isu golput menjadi ramai diperbincangkan di media sosial, di antaranya karena isu itu mulai dilontarkan oleh orang-orang atau tokoh publik yang memiliki pengaruh dengan jumlah pengikut yang banyak.
Pemicu lain, kata dia, adalah ketika bertepatan dengan momentum politik yang pas seperti saat debat calon presiden. Sebagian orang kemungkinan merasa kecewa atau tidak cocok dengan pasangan calon presiden-wakil presiden yang berlaga.
"Meskipun ada juga yang disebabkan persoalan teknis (Pemilu). Akan tetapi, yang paling banyak memang karena adanya kekecewaan atau secara ideologi tidak ada yang nyambung dengan para kandidat," katanya.
Perbincangan soal golput di medsos paling banyak dilakukan pemilik akun di Pulau Jawa karena kesadaran soal politik, kelas ekonomi, serta penetrasi digital lebih tinggi dan masif di Pulau Jawa.
Kendati demikian, dari total percakapan tentang golput sebanyak 2.840 percakapan, menurut dia, hanya sebagian kecil, yaitu 9,5 persen, yang memang sengaja ingin mengampanyekan golput.
Titik daerah yang teridentifikasi paling banyak mengampanyekan golput tertinggi di Jakarta 20 persen, Jawa Barat 17 persen, dan di Jawa Tengah 12 persen.
Menurut Budi, terdapat akun yang sengaja dibuat khusus untuk mengampanyekan golput atau mengajak masyarakat tidak berpartisipasi di dalam pemilu.
"Kalau kita baca memang itu kebanyakan dilakukan secara personal walaupun memang ada akun yang dibuat untuk kampanye golput. Akan tetapi, kami belum menemukan ada upaya yang terstruktur dan terorganisasi untuk itu," katanya.
"Kami menemukam bahwa persebaran percakapan soal golput terkonsentrasi di Pulau Jawa," kata peneliti Laboratorium Bigdata Analytics, Arya Budi, saat jumpa pers "Peta Potensi Golput 2019" di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, Senin.
Ia menyebutkan, berdasarkan analisis data dari media sosial --semisal twitter-- dalam rentang 27 Januari sampai 19 Februari 2019, menunjukkan, percakapan soal golput di Jawa Barat di posisi pertama mencapai 21,60 persen, diikuti DKI Jakarta 14,94 persen, dan Jawa Timur 14,64 persen.
Jawa Barat, bersama Jawa Tengah dan Jawa Timur, memiliki suara paling banyak pada tiap Pemilu karena populasi penduduk secara nasional paling banyak di sana.
Ia mengatakan, isu golput menjadi ramai diperbincangkan di media sosial, di antaranya karena isu itu mulai dilontarkan oleh orang-orang atau tokoh publik yang memiliki pengaruh dengan jumlah pengikut yang banyak.
Pemicu lain, kata dia, adalah ketika bertepatan dengan momentum politik yang pas seperti saat debat calon presiden. Sebagian orang kemungkinan merasa kecewa atau tidak cocok dengan pasangan calon presiden-wakil presiden yang berlaga.
"Meskipun ada juga yang disebabkan persoalan teknis (Pemilu). Akan tetapi, yang paling banyak memang karena adanya kekecewaan atau secara ideologi tidak ada yang nyambung dengan para kandidat," katanya.
Perbincangan soal golput di medsos paling banyak dilakukan pemilik akun di Pulau Jawa karena kesadaran soal politik, kelas ekonomi, serta penetrasi digital lebih tinggi dan masif di Pulau Jawa.
Kendati demikian, dari total percakapan tentang golput sebanyak 2.840 percakapan, menurut dia, hanya sebagian kecil, yaitu 9,5 persen, yang memang sengaja ingin mengampanyekan golput.
Titik daerah yang teridentifikasi paling banyak mengampanyekan golput tertinggi di Jakarta 20 persen, Jawa Barat 17 persen, dan di Jawa Tengah 12 persen.
Menurut Budi, terdapat akun yang sengaja dibuat khusus untuk mengampanyekan golput atau mengajak masyarakat tidak berpartisipasi di dalam pemilu.
"Kalau kita baca memang itu kebanyakan dilakukan secara personal walaupun memang ada akun yang dibuat untuk kampanye golput. Akan tetapi, kami belum menemukan ada upaya yang terstruktur dan terorganisasi untuk itu," katanya.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019