Malang (ANTARA News) - Kota Malang mendapatkan julukan sebagai Kota Pendidikan. Tercatat, kurang lebih 60 universitas atau perguruan tinggi, yang ada di kota kedua terbesar di Jawa Timur tersebut, dengan potensi jumlah mahasiswa mencapai ratusan ribu orang.
Salah satu universitas yang besar di Kota Malang adalah Universitas Brawijaya. Jumlah mahasiswa disebutkan mencapai 60.000 orang, dimana kurang lebih 40 persen dari jumlah tersebut, merupakan mahasiswa yang bukan asli warga Kota Malang.
Kebanyakan para mahasiswa yang belajar di Universitas Brawijaya Malang tersebut berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan wilayah lainnya yang ada di Indonesia. Jika dihitung, 40 persen mahasiswa asal luar Malang tersebut mencapai 24.000 orang.
Selain Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang juga memiliki jumlah mahasiswa cukup banyak. Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara, jumlah mahasiswa yang ada di universitas tersebut diperkirakan mencapai 30.000 orang lebih.
Dengan jumlah mahasiswa di Kota Malang yang tinggi tersebut, pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Hal tersebut dikarenakan, banyak dari para mahasiswa tersebut masih enggan untuk mengurus surat pindah pilih melalui formulir A5.
Dosen Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB Malang Andhyka Muttaqin menyatakan bahwa mayoritas mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang berpotensi tidak akan menyalurkan aspirasi politiknya alias golput, dikarenakan banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar kota.
Andhyka mengemukakan hampir 40 persen mahasiswa UB berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan selebihnya dari berbagai daerah. Sedangkan warga Malang Raya justru tidak banyak, sehingga potensi mahasiswa golput cukup tinggi.
"Potensi golput mahasiswa yang cukup tinggi tersebut, di antaranya karena alasan administratif, dengan mahasiswa harus mengurus surat pindah pilih untuk menggunakan hak pilihnya," kata Andhyka, saat acara Bincang dan Obrolan Santai (BONSAI), beberapa waktu lalu.
Selain itu, menurut Andhyka, untuk mengurus hak pindah pilih, waktunya sangat terbatas hingga 17 Februari 2019. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang telah membuka pendataan pindah pilih tahap kedua, mulai 18 Februari hingga 16 Maret 2019.
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka Penetapan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tahap pertama, tercatat ada pemilih yang melakukan pindah pilih sebanyak 5.931 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang ada di Kota Malang dari dua kampus besar itu saja, angkanya masih terlalu rendah.
Bahkan, angka tersebut hanya berkisar 10 persen dari total mahasiswa yang ada di Universitas Brawijaya Kota Malang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang mencatat, dari total 5.931 pemilih tambahan tersebut, terbagi dari 3.570 orang berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya sebanyak 2.361 orang perempuan. Secara keseluruhan, jumlah total pemilih yang ada di Kota Malang pada Pemilu 2019 mencapai 628.531 pemilih.
Urus surat
Kalangan mahasiswa, diharapkan bisa turut berpartisipasi pada Pemilu 2019. Hal tersebut merupakan salah satu langkah yang harus dilalui oleh para mahasiswa untuk turut serta dalam pesta demokrasi terbesar di Indonesia, sembari mengenal dunia politik.
KPU Kota Malang telah menyiapkan 58 posko di masing-masing kelurahan yang ada di Kota Malang, termasuk posko yang ada di Kantor KPU Kota Malang. Layanan tersebut, sesungguhnya sudah cukup banyak, namun diharapkan ada keinginan dari para mahasiswa untuk turut serta dalam menentukan pemimpin masa depan Indonesia.
Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kota Malang Deny Bachtiar menyatakan bahwa para mahasiswa mengurus surat pindah pilih di Kantor KPU Kota Malang atau di kelurahan terdekat. Pihak KPU sendiri tidak membuka layanan di tiap-tiap kampus.
"Kami hanya membuka posko pada kondisi tertentu, seperti di lembaga pemasyarakatan, dimana orang-orang yang berada di situ tidak memiliki kebebasan, namun bisa menyampaikan haknya pada Pemilu 2019," kata Deny, seusai Rapat Pleno Terbuka Penetapan DPTb Tingkat Kota Malang, di Kantor KPU, Kota Malang, Senin (18/2).
Menurut KPU Kota Malang, para mahasiswa tersebut, bisa menuju kelurahan atau ke Kantor KPU Kota Malang pada hari kerja mulai mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Proses pengurusan pindah pilih, hanya perlu menyertakan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), dan data DPT asal yang bisa dilihat di situs lindungihakpilihmu.kpu.go.id.
Menurut Deny, para mahasiswa yang ada di Kota Malang, sesungguhnya memiliki waktu cukup leluasa dan bisa meluangkan waktu untuk mengurus surat pindah pilih. Proses pengurusan surat pindah pilih tersebut tidak memakan waktu yang lama, hanya berkisar 10-15 menit per orang.
"Teman-teman mahasiswa ini orang yang bebas, yang leluasa untuk bisa mengatur dan meluangkan waktu untuk mengurus pindah pilih di kelurahan terdekat," ujar Deny.
Pengurusan Rumit
Namun, kemudahan yang digaungkan oleh KPU Kota Malang tersebut, sepertinya tidak sampai ke kalangan mahasiswa. Atau hanya sedikit mahasiswa yang mendapatkan informasi cukup mengenai layanan pindah pilih tersebut.
Ada stigma bahwa pengurusan surat pindah pilih rumit. Hal itu cukup menjadi tantangan besar untuk dibenahi, supaya para mahasiswa bisa merubah pandangannya pada proses pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Setidaknya, KPU yang ada di masing-masing daerah perlu mengambil langkah untuk menyikapi pandangan dari mayoritas mahasiswa dan masyarakat yang ada di Indonesia.
Berdasarkan pengamatan Antara kepada beberapa mahasiswa dari Universitas Negeri Malang, menyatakan bahwa untuk melakukan pengurusan surat pindah pilih, dia beserta teman-teman lainnya belum mendapatkan informasi yang memadai.
Salah seorang mahasiswa Universitas Negeri Malang jurusan Geografi, Mochammad Zakariya Al Anshori, asal Tuban, Jawa Timur, kepada Antara mengatakan Pemilu 2019 merupakan kali kedua baginya untuk turut serta dalam pesta demokrasi di Indonesia.
Pada Pemilu 2014, dia juga menyempatkan diri untuk pulang guna menggunakan hak pilihnya. Namun, saat ditanya mengapa tidak mencoba melakukan pengurusan surat pindah pilih, Zaka menyatakan bahwa untuk pengurusan administrasi seperti itu cenderung memiliki proses yang berbelit-belit.
"Saya sekalian pulang saja, karena sudah lama tidak pulang. Sekaligus ikut Pemilu 2019 di rumah. Karena menurut saya kalau harus mengurus surat pindah pilih agak ribet," kata Zakariya yang kerap disapa Zaka tersebut.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa Universitas Berawijaya jurusan manajemen asal Bali, yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa selama ini dia dan rekan-rekan mahasiswa lain tidak mengetahui bagaimana proses pengurusan A5 tersebut.
Dia juga menyatakan, menurut sepengetahuannya, untuk mengurus berkas pindah pilih, pasti rumit dan memakan waktu cukup lama. Sementara, tugas dan jam perkuliahan terbilang padat. Bahkan, dia menyatakan tidak akan turut serta pada pencoblosan 17 April 2019.
"Kami tidak mengetahui caranya, untuk mengurus A5. Mau balik ke kota asal juga tanggung, karena hanya libur satu hari," katanya.
Bagi mahasiswa yang masih berasal dari wilayah Jawa Timur, banyak di antara mereka yang memilih pulang kampung untuk menyalurkan suaranya. Hal itu disebabkan waktu tempuh dan biaya untuk pulang kampung tidak semahal biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa asal Jabodetabek, atau bahkan luar Pulau Jawa.
Bagi KPU sendiri, sesungguhnya kondisi tersebut harus direspons dengan upaya jemput bola di universitas atau perguruan tinggi yang ada di Kota Malang. Mengingat, jumlah mahasiswa di Kota Malang mencapai ratusan ribu orang, dan mereka memiliki hak pilih pada Pemilu 2019.
Hal yang lebih penting adalah perlunya sosialisasi yang tepat sasaran, bahwa dalam pengurusan A5 atau surat pindah pilih itu tidak membutuhkan waktu lama, serta tidak ada proses yang berbelit-belit. Sehingga, masyarakat atau mahasiswa tersebut bisa menghilangkan stigma rumit tersebut.
Dengan demikian, diharapkan seluruh warga negara pada Pemilu 2019, bisa menyalurkan hak mereka, dimanapun mereka berada.*
Baca juga: Menlu paparkan diplomasi politik LN di hadapan mahasiswa UP
Baca juga: Menristekdikti ingatkan mahasiswa tidak berpolitik praktis
Salah satu universitas yang besar di Kota Malang adalah Universitas Brawijaya. Jumlah mahasiswa disebutkan mencapai 60.000 orang, dimana kurang lebih 40 persen dari jumlah tersebut, merupakan mahasiswa yang bukan asli warga Kota Malang.
Kebanyakan para mahasiswa yang belajar di Universitas Brawijaya Malang tersebut berasal dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan wilayah lainnya yang ada di Indonesia. Jika dihitung, 40 persen mahasiswa asal luar Malang tersebut mencapai 24.000 orang.
Selain Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang juga memiliki jumlah mahasiswa cukup banyak. Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara, jumlah mahasiswa yang ada di universitas tersebut diperkirakan mencapai 30.000 orang lebih.
Dengan jumlah mahasiswa di Kota Malang yang tinggi tersebut, pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Hal tersebut dikarenakan, banyak dari para mahasiswa tersebut masih enggan untuk mengurus surat pindah pilih melalui formulir A5.
Dosen Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UB Malang Andhyka Muttaqin menyatakan bahwa mayoritas mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang berpotensi tidak akan menyalurkan aspirasi politiknya alias golput, dikarenakan banyaknya mahasiswa yang berasal dari luar kota.
Andhyka mengemukakan hampir 40 persen mahasiswa UB berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan selebihnya dari berbagai daerah. Sedangkan warga Malang Raya justru tidak banyak, sehingga potensi mahasiswa golput cukup tinggi.
"Potensi golput mahasiswa yang cukup tinggi tersebut, di antaranya karena alasan administratif, dengan mahasiswa harus mengurus surat pindah pilih untuk menggunakan hak pilihnya," kata Andhyka, saat acara Bincang dan Obrolan Santai (BONSAI), beberapa waktu lalu.
Selain itu, menurut Andhyka, untuk mengurus hak pindah pilih, waktunya sangat terbatas hingga 17 Februari 2019. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang telah membuka pendataan pindah pilih tahap kedua, mulai 18 Februari hingga 16 Maret 2019.
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka Penetapan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tahap pertama, tercatat ada pemilih yang melakukan pindah pilih sebanyak 5.931 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang ada di Kota Malang dari dua kampus besar itu saja, angkanya masih terlalu rendah.
Bahkan, angka tersebut hanya berkisar 10 persen dari total mahasiswa yang ada di Universitas Brawijaya Kota Malang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang mencatat, dari total 5.931 pemilih tambahan tersebut, terbagi dari 3.570 orang berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya sebanyak 2.361 orang perempuan. Secara keseluruhan, jumlah total pemilih yang ada di Kota Malang pada Pemilu 2019 mencapai 628.531 pemilih.
Urus surat
Kalangan mahasiswa, diharapkan bisa turut berpartisipasi pada Pemilu 2019. Hal tersebut merupakan salah satu langkah yang harus dilalui oleh para mahasiswa untuk turut serta dalam pesta demokrasi terbesar di Indonesia, sembari mengenal dunia politik.
KPU Kota Malang telah menyiapkan 58 posko di masing-masing kelurahan yang ada di Kota Malang, termasuk posko yang ada di Kantor KPU Kota Malang. Layanan tersebut, sesungguhnya sudah cukup banyak, namun diharapkan ada keinginan dari para mahasiswa untuk turut serta dalam menentukan pemimpin masa depan Indonesia.
Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi KPU Kota Malang Deny Bachtiar menyatakan bahwa para mahasiswa mengurus surat pindah pilih di Kantor KPU Kota Malang atau di kelurahan terdekat. Pihak KPU sendiri tidak membuka layanan di tiap-tiap kampus.
"Kami hanya membuka posko pada kondisi tertentu, seperti di lembaga pemasyarakatan, dimana orang-orang yang berada di situ tidak memiliki kebebasan, namun bisa menyampaikan haknya pada Pemilu 2019," kata Deny, seusai Rapat Pleno Terbuka Penetapan DPTb Tingkat Kota Malang, di Kantor KPU, Kota Malang, Senin (18/2).
Menurut KPU Kota Malang, para mahasiswa tersebut, bisa menuju kelurahan atau ke Kantor KPU Kota Malang pada hari kerja mulai mulai pukul 09.00 hingga 16.00 WIB. Proses pengurusan pindah pilih, hanya perlu menyertakan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), dan data DPT asal yang bisa dilihat di situs lindungihakpilihmu.kpu.go.id.
Menurut Deny, para mahasiswa yang ada di Kota Malang, sesungguhnya memiliki waktu cukup leluasa dan bisa meluangkan waktu untuk mengurus surat pindah pilih. Proses pengurusan surat pindah pilih tersebut tidak memakan waktu yang lama, hanya berkisar 10-15 menit per orang.
"Teman-teman mahasiswa ini orang yang bebas, yang leluasa untuk bisa mengatur dan meluangkan waktu untuk mengurus pindah pilih di kelurahan terdekat," ujar Deny.
Pengurusan Rumit
Namun, kemudahan yang digaungkan oleh KPU Kota Malang tersebut, sepertinya tidak sampai ke kalangan mahasiswa. Atau hanya sedikit mahasiswa yang mendapatkan informasi cukup mengenai layanan pindah pilih tersebut.
Ada stigma bahwa pengurusan surat pindah pilih rumit. Hal itu cukup menjadi tantangan besar untuk dibenahi, supaya para mahasiswa bisa merubah pandangannya pada proses pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Setidaknya, KPU yang ada di masing-masing daerah perlu mengambil langkah untuk menyikapi pandangan dari mayoritas mahasiswa dan masyarakat yang ada di Indonesia.
Berdasarkan pengamatan Antara kepada beberapa mahasiswa dari Universitas Negeri Malang, menyatakan bahwa untuk melakukan pengurusan surat pindah pilih, dia beserta teman-teman lainnya belum mendapatkan informasi yang memadai.
Salah seorang mahasiswa Universitas Negeri Malang jurusan Geografi, Mochammad Zakariya Al Anshori, asal Tuban, Jawa Timur, kepada Antara mengatakan Pemilu 2019 merupakan kali kedua baginya untuk turut serta dalam pesta demokrasi di Indonesia.
Pada Pemilu 2014, dia juga menyempatkan diri untuk pulang guna menggunakan hak pilihnya. Namun, saat ditanya mengapa tidak mencoba melakukan pengurusan surat pindah pilih, Zaka menyatakan bahwa untuk pengurusan administrasi seperti itu cenderung memiliki proses yang berbelit-belit.
"Saya sekalian pulang saja, karena sudah lama tidak pulang. Sekaligus ikut Pemilu 2019 di rumah. Karena menurut saya kalau harus mengurus surat pindah pilih agak ribet," kata Zakariya yang kerap disapa Zaka tersebut.
Sementara itu, salah seorang mahasiswa Universitas Berawijaya jurusan manajemen asal Bali, yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa selama ini dia dan rekan-rekan mahasiswa lain tidak mengetahui bagaimana proses pengurusan A5 tersebut.
Dia juga menyatakan, menurut sepengetahuannya, untuk mengurus berkas pindah pilih, pasti rumit dan memakan waktu cukup lama. Sementara, tugas dan jam perkuliahan terbilang padat. Bahkan, dia menyatakan tidak akan turut serta pada pencoblosan 17 April 2019.
"Kami tidak mengetahui caranya, untuk mengurus A5. Mau balik ke kota asal juga tanggung, karena hanya libur satu hari," katanya.
Bagi mahasiswa yang masih berasal dari wilayah Jawa Timur, banyak di antara mereka yang memilih pulang kampung untuk menyalurkan suaranya. Hal itu disebabkan waktu tempuh dan biaya untuk pulang kampung tidak semahal biaya yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa asal Jabodetabek, atau bahkan luar Pulau Jawa.
Bagi KPU sendiri, sesungguhnya kondisi tersebut harus direspons dengan upaya jemput bola di universitas atau perguruan tinggi yang ada di Kota Malang. Mengingat, jumlah mahasiswa di Kota Malang mencapai ratusan ribu orang, dan mereka memiliki hak pilih pada Pemilu 2019.
Hal yang lebih penting adalah perlunya sosialisasi yang tepat sasaran, bahwa dalam pengurusan A5 atau surat pindah pilih itu tidak membutuhkan waktu lama, serta tidak ada proses yang berbelit-belit. Sehingga, masyarakat atau mahasiswa tersebut bisa menghilangkan stigma rumit tersebut.
Dengan demikian, diharapkan seluruh warga negara pada Pemilu 2019, bisa menyalurkan hak mereka, dimanapun mereka berada.*
Baca juga: Menlu paparkan diplomasi politik LN di hadapan mahasiswa UP
Baca juga: Menristekdikti ingatkan mahasiswa tidak berpolitik praktis
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019