Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan mengatakan pengumuman mantan narapidana tindak pidana korupsi untuk menjadi referensi pemilih dalam menggunakan hak politiknya di Pemilu 2019.
"Maksud diumumkan napi korupsi pada dasarnya pelayanan informasi pada masyarakat pemilih untuk dijadikan referensi menggunakan hak politiknya di Pemilu 2019," kata Wahyu dalam diskusi bertajuk "Caleg Koruptor, Dipilih atau Tidak", di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan saat ini KPU sudah mengumumkan 49 nama calon legislatif (caleg) DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI yang datanya terverifikasi.
Menurut dia, sebenarnya ada data nama caleg mantan napi korupsi yang akan diumumkan sebanyak 14 orang dalam waktu dekat, dan tidak diumumkan bersama 49 nama, karena datanya belum terverifikasi.
"Nama-nama potensial lain ada namun kenapa tidak kami umumkan bersama dengan 49 nama caleg karena belum terverifikasi," ujarnya.
Namun dia mengatakan, KPU akan mengumumkan caleg DPR RI yang akan dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) namun bukan terkait kasus tindak pidana korupsi.
Langkah pencoretan itu menurut dia karena caleg tersebut telah mendapatkan sanksi hukum namun dirinya enggan mengungkap nama caleg tersebut.
"Ini bukan kasus napi korupsi, dia sudah menjadi caleg san masuk dalam DCT namun melanggar hukum dan keputusan hukumnya sudah berkekuatan hukum tetap," katanya.
Dalam diskusi tersebut, caleg Partai NasDem Wanda Hamidah mengatakan seharusnya caleg yang maju dalam kontestasi di Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 harus bersih dari kasus apapun, pidana maupun perdata.
Untuk itu menurut dia, perlu komitmen semua pihak misalnya Kepolisian yang mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para caleg, lalu bagaimana mantan napi korupsi bisa mendapatkan SKCK tersebut.
"Misalnya Polri, mengapa ada syarat SKCK, apakah itu untuk napi korupsi atau napi lain. Di Nasdem, kelakuan baik menjadi keharusaan," ujarnya.
Baca juga: KPU umumkan 49 caleg bekas napi korupsi
Baca juga: PSI apresiasi konsistensi KPU umumkan caleg eks koruptor
Baca juga: DPR persilahkan KPU umumkan caleg mantan napi koruptor
"Maksud diumumkan napi korupsi pada dasarnya pelayanan informasi pada masyarakat pemilih untuk dijadikan referensi menggunakan hak politiknya di Pemilu 2019," kata Wahyu dalam diskusi bertajuk "Caleg Koruptor, Dipilih atau Tidak", di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan saat ini KPU sudah mengumumkan 49 nama calon legislatif (caleg) DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI yang datanya terverifikasi.
Menurut dia, sebenarnya ada data nama caleg mantan napi korupsi yang akan diumumkan sebanyak 14 orang dalam waktu dekat, dan tidak diumumkan bersama 49 nama, karena datanya belum terverifikasi.
"Nama-nama potensial lain ada namun kenapa tidak kami umumkan bersama dengan 49 nama caleg karena belum terverifikasi," ujarnya.
Namun dia mengatakan, KPU akan mengumumkan caleg DPR RI yang akan dicoret dari Daftar Calon Tetap (DCT) namun bukan terkait kasus tindak pidana korupsi.
Langkah pencoretan itu menurut dia karena caleg tersebut telah mendapatkan sanksi hukum namun dirinya enggan mengungkap nama caleg tersebut.
"Ini bukan kasus napi korupsi, dia sudah menjadi caleg san masuk dalam DCT namun melanggar hukum dan keputusan hukumnya sudah berkekuatan hukum tetap," katanya.
Dalam diskusi tersebut, caleg Partai NasDem Wanda Hamidah mengatakan seharusnya caleg yang maju dalam kontestasi di Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 harus bersih dari kasus apapun, pidana maupun perdata.
Untuk itu menurut dia, perlu komitmen semua pihak misalnya Kepolisian yang mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para caleg, lalu bagaimana mantan napi korupsi bisa mendapatkan SKCK tersebut.
"Misalnya Polri, mengapa ada syarat SKCK, apakah itu untuk napi korupsi atau napi lain. Di Nasdem, kelakuan baik menjadi keharusaan," ujarnya.
Baca juga: KPU umumkan 49 caleg bekas napi korupsi
Baca juga: PSI apresiasi konsistensi KPU umumkan caleg eks koruptor
Baca juga: DPR persilahkan KPU umumkan caleg mantan napi koruptor
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019