Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto meminta masyarakat tak main-main dalam menentukan pilihannya di Pilpres dan Pileg 2019, namun pilihlah pemimpin yang memiliki pengalaman.
"Kita akan menghadapi Pilpres dan Pileg 2019. Kelihatannya sederhana tinggal pilih pemimpin lalu selesai, padahal tidak. Kita harus memilih pemimpin berdasarkan pengalaman dan jelas rekam jejaknya," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin.
Menurut dia, Pilpres merupakan penentu nasib bangsa lima tahun ke depan. Oleh karena itu, masyarakat jangan keliru memilih pemimpin jika tak ingin Indonesia hancur.
"Dalam agama Islam, saya mohon maaf pakai agama Islam, agama yang saya anut, disampaikan oleh Rasulullah bahwa di sana kalau suatu perkara diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggu kehancurannya," ujarnya.
Karena memilih pemimpin dalam Pemilu adalah bagaimana menentukan nasib bangsa lima tahun mendatang.
Wiranto mencontohkan bila sebuah bus berisi penumpang yang hendak menuju sebuah tempat wisata pegunungan dikemudikan oleh sopir angkutan kota atau sopir bemo.
"Sopir kalau bukan ahlinya, Anda berspekulasi dengan nyawa Anda. Satu bis itu hanya seorang sopir, pasti kita memilih sopir yang sudah pengalaman naik gunung, sudah tahu rutenya, sudah jelas track record-nya sebagai sopir. Tapi kalau anda tahu-tahu nunjuk sopir tahunya sopir bemo, sopir angkot tiba-tiba dipercaya sebagai sopir bus, itu yang kita namanya kita sial," ujar Wiranto.
Wiranto juga kembali mengungkit soal ucapannya jangan memilih pemimpin "berengsek" atau "gendeng" lantaran tidak mau rakyat Indonesia menderita karena salah memilih pemimpin.
Ia memahami terkadang ucapannya tidak dipahami oleh rakyat, padahal imbauan untuk tidak memilih pemimpin berengsek itu bak ucapan seorang bapak yang tidak mengizinkan anak perempuannya menikah dengan pria berengsek atau gendeng.
"Nah tugas kita sekarang untuk sama-sama memberi pencerahan karena kalau negeri ini dipimpin orang yang salah kita semua akan mendapat dampaknya, bahkan anak dan cucu kita akan mendapatkan dampak dari kesalahan kita memilih pemimpin," ujarnya.
Wiranto pun mengungkapkan bahwa kewajiban aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri untuk terus menyampaikan kepada masyarakat agar tidak salah memilih pemimpin.
"ASN, TNI, dan Polri memang harus netral tapi menjadi tugasnya juga untuk memberi pencerahan kepada masyarakat agar tak salah memilih pemimpin," ucapnya.
"Kita akan menghadapi Pilpres dan Pileg 2019. Kelihatannya sederhana tinggal pilih pemimpin lalu selesai, padahal tidak. Kita harus memilih pemimpin berdasarkan pengalaman dan jelas rekam jejaknya," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin.
Menurut dia, Pilpres merupakan penentu nasib bangsa lima tahun ke depan. Oleh karena itu, masyarakat jangan keliru memilih pemimpin jika tak ingin Indonesia hancur.
"Dalam agama Islam, saya mohon maaf pakai agama Islam, agama yang saya anut, disampaikan oleh Rasulullah bahwa di sana kalau suatu perkara diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggu kehancurannya," ujarnya.
Karena memilih pemimpin dalam Pemilu adalah bagaimana menentukan nasib bangsa lima tahun mendatang.
Wiranto mencontohkan bila sebuah bus berisi penumpang yang hendak menuju sebuah tempat wisata pegunungan dikemudikan oleh sopir angkutan kota atau sopir bemo.
"Sopir kalau bukan ahlinya, Anda berspekulasi dengan nyawa Anda. Satu bis itu hanya seorang sopir, pasti kita memilih sopir yang sudah pengalaman naik gunung, sudah tahu rutenya, sudah jelas track record-nya sebagai sopir. Tapi kalau anda tahu-tahu nunjuk sopir tahunya sopir bemo, sopir angkot tiba-tiba dipercaya sebagai sopir bus, itu yang kita namanya kita sial," ujar Wiranto.
Wiranto juga kembali mengungkit soal ucapannya jangan memilih pemimpin "berengsek" atau "gendeng" lantaran tidak mau rakyat Indonesia menderita karena salah memilih pemimpin.
Ia memahami terkadang ucapannya tidak dipahami oleh rakyat, padahal imbauan untuk tidak memilih pemimpin berengsek itu bak ucapan seorang bapak yang tidak mengizinkan anak perempuannya menikah dengan pria berengsek atau gendeng.
"Nah tugas kita sekarang untuk sama-sama memberi pencerahan karena kalau negeri ini dipimpin orang yang salah kita semua akan mendapat dampaknya, bahkan anak dan cucu kita akan mendapatkan dampak dari kesalahan kita memilih pemimpin," ujarnya.
Wiranto pun mengungkapkan bahwa kewajiban aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri untuk terus menyampaikan kepada masyarakat agar tidak salah memilih pemimpin.
"ASN, TNI, dan Polri memang harus netral tapi menjadi tugasnya juga untuk memberi pencerahan kepada masyarakat agar tak salah memilih pemimpin," ucapnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019