Surabaya (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kurang sepakat jika ada yang menyebut golput sebagai hak politik, karena WNI yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memilih dan dipilih.
"PDI Perjuangan kurang sependapat jika golput disebut sebagai hak. Karena setiap WNI yang memenuhi syarat, memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpinnya dan dipilih sebagai pemimpin," kata dia, menjawab pertanyaan wartawan di Kantor DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, di Surabaya, Jumat.
Ia berkunjung ke Jawa Timur dalam rangkaian kegiatan Safari Politik PDI Perjuangan, pada 25-28 Januari.
Wartawan bertanya soal wacana golput sebagai hak politik, yang dimunculkan di media sosial, seperti memunculkan isu pasangan capres-cawapres fiktif Nurhadi-Aldo. Menurut Hasto, sah-sah saja setiap orang berkreasi di media sosial tapi terkait hak politik memilih dan dipilih sebaiknya digunakan.
Menyikapi wacana tersebut, menurut dia, sebaiknya yang makin dikuatkan adalah pendidikan politik, bahwa pada pemilu lah saatnya bagi WNI yang memenuhi syarat sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnyamemilih pemimpin secara demokratis. "Memilih pemimpin terbaik yang aspirasi," katanya.
Ia menegaskan, justru yang harus dihindari adalah upaya 'meng-golput-kan' WNI. Karena itu sebagai partai, kata dia, PDI Perjuangan selalu mendorong perbaikan daftar pemilih, mendorong KPU netral dan tidak berafiliasi pada pihak tertentu, baik kepada penguasa atau yang di luar pemerintahan.
PDI Perjuangan juga memperkuat peran Badan Pengawas Pemilu, agar pemilu bisa berjalan lebih ideal dan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu makin meningkat.
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf itu menambahkan, justru dengan kampanye positif dan debat capres-cawapres, diberharapkan golput makin berkurang, sehingga kualitas demokrasi Indonesia semakin meningkat.
"Konstitusi menjamin hak untuk memilih dan dipilih. Itu melekat sebagai satu kesatuan, sehingga saat mereka menyatakan diri golput, dia tak punya hak untuk dipilih juga," kata dia.
"PDI Perjuangan kurang sependapat jika golput disebut sebagai hak. Karena setiap WNI yang memenuhi syarat, memiliki tanggung jawab untuk memilih pemimpinnya dan dipilih sebagai pemimpin," kata dia, menjawab pertanyaan wartawan di Kantor DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, di Surabaya, Jumat.
Ia berkunjung ke Jawa Timur dalam rangkaian kegiatan Safari Politik PDI Perjuangan, pada 25-28 Januari.
Wartawan bertanya soal wacana golput sebagai hak politik, yang dimunculkan di media sosial, seperti memunculkan isu pasangan capres-cawapres fiktif Nurhadi-Aldo. Menurut Hasto, sah-sah saja setiap orang berkreasi di media sosial tapi terkait hak politik memilih dan dipilih sebaiknya digunakan.
Menyikapi wacana tersebut, menurut dia, sebaiknya yang makin dikuatkan adalah pendidikan politik, bahwa pada pemilu lah saatnya bagi WNI yang memenuhi syarat sebagai pemilih untuk menggunakan hak pilihnyamemilih pemimpin secara demokratis. "Memilih pemimpin terbaik yang aspirasi," katanya.
Ia menegaskan, justru yang harus dihindari adalah upaya 'meng-golput-kan' WNI. Karena itu sebagai partai, kata dia, PDI Perjuangan selalu mendorong perbaikan daftar pemilih, mendorong KPU netral dan tidak berafiliasi pada pihak tertentu, baik kepada penguasa atau yang di luar pemerintahan.
PDI Perjuangan juga memperkuat peran Badan Pengawas Pemilu, agar pemilu bisa berjalan lebih ideal dan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu makin meningkat.
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf itu menambahkan, justru dengan kampanye positif dan debat capres-cawapres, diberharapkan golput makin berkurang, sehingga kualitas demokrasi Indonesia semakin meningkat.
"Konstitusi menjamin hak untuk memilih dan dipilih. Itu melekat sebagai satu kesatuan, sehingga saat mereka menyatakan diri golput, dia tak punya hak untuk dipilih juga," kata dia.
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019