Jakarta (ANTARA News) - Calon Wakil Presiden nomor urut 01 KH Ma'ruf Amin dinilai harus bisa mengembangkan pemberdayaan ekonomi, terutama yang berbasis pesantren.
"Karena pesantren itu satu komunitas besar, santrinya ada yang 10 ribu 15 ribu, artinya kalau itu dimaintaince dengan baik akan menjadi cikal bakal ekonomi umat," kata pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno, di Jakarta, Selasa.
Pesantren, menurut Adi, sudah masuk bidang pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun agama.
Tetapi ketika berbicara "economic empowerment", kata dia, belum ada kandidat capres dan cawapres yang memiliki komitmen dan keseriusan di bidang itu.
Oleh karena itu, katanya, Kiai Ma'ruf yang dianggap sebagai representasi umat Islam, NU, ulama, dan pesantren, bisa memanfaatkan itu.
"Ini bisa jadi salah satu poin pembeda (dengan kandidat lainnya)," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.
Kiai Ma'ruf Amin juga dituntut mampu menarasikan bagaimana pesantren dalam konteks kekinian yang terberdaya dari segi ekonomi, maupun teknologi.
"Kalau narasi besar sih bisa soal wawasan kebangsaan di kalangan pesantren, pentingnya membumikan pancasila, NKRI, dan lainnya. Itu normatifnya, tapi ketika orang bicara tentang pemberdayan ekonomi, tidak semua orang mampu melakukan itu," katanya.
Adi Prayitno mengatakan satu sisi memang regulasi tidak terlampau holistik dan belum ada orang yang konsern untuk memberdayakan ekonomi pesantren.
"Nah di situ, saya kira ini menjadi positioning yang berbeda dari Kiai Ma’ruf Amin. Dia NU, berasal dari kalangan pesantren, maka fokus dia membangun ekonomi umat Islam. Wah itu menarik. Membangun ekonomi umat islam berbasis pesantren," paparnya.
Selain pemberdayaan ekonomi, tambah dia, Kiai Ma'ruf juga bisa menambahkan program-program sekolah kejuruan di pesantren.
Tujuannya untuk menampik kesan bahwa pesantren hanya tempat untuk menimba ilmu agama.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren itu penting dibangun agar pesantren kompetitif dengan institusi lainnya," lanjutnya.
Dia mengatkan selama ini "output" dari pesantren ini sering dimaknai sebagai lulusan lembaga agama yang hanya mengerti ngaji, doa dan sedikit isu-isu Islam, tetapi ketika berbicara hal-hal praktis, kebutuhan dari masyarakat itu lemah.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren menjadi isu kedua yang harus mulai dibumikan Kiai Ma’ruf. Tentu dengan tidak menghilangkan nilai tradisional pendidikan Islam itu. Nilai agama tetap, tapi nilai plusnya lulusan pesantren ini bukan hanya orang yang alim yang pasih bicara agama tapi mereka juga adalah orang yang cukup capable layak pakai untuk persaingan di dunia secara luas," tutur Adi.
"Karena pesantren itu satu komunitas besar, santrinya ada yang 10 ribu 15 ribu, artinya kalau itu dimaintaince dengan baik akan menjadi cikal bakal ekonomi umat," kata pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno, di Jakarta, Selasa.
Pesantren, menurut Adi, sudah masuk bidang pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun agama.
Tetapi ketika berbicara "economic empowerment", kata dia, belum ada kandidat capres dan cawapres yang memiliki komitmen dan keseriusan di bidang itu.
Oleh karena itu, katanya, Kiai Ma'ruf yang dianggap sebagai representasi umat Islam, NU, ulama, dan pesantren, bisa memanfaatkan itu.
"Ini bisa jadi salah satu poin pembeda (dengan kandidat lainnya)," kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.
Kiai Ma'ruf Amin juga dituntut mampu menarasikan bagaimana pesantren dalam konteks kekinian yang terberdaya dari segi ekonomi, maupun teknologi.
"Kalau narasi besar sih bisa soal wawasan kebangsaan di kalangan pesantren, pentingnya membumikan pancasila, NKRI, dan lainnya. Itu normatifnya, tapi ketika orang bicara tentang pemberdayan ekonomi, tidak semua orang mampu melakukan itu," katanya.
Adi Prayitno mengatakan satu sisi memang regulasi tidak terlampau holistik dan belum ada orang yang konsern untuk memberdayakan ekonomi pesantren.
"Nah di situ, saya kira ini menjadi positioning yang berbeda dari Kiai Ma’ruf Amin. Dia NU, berasal dari kalangan pesantren, maka fokus dia membangun ekonomi umat Islam. Wah itu menarik. Membangun ekonomi umat islam berbasis pesantren," paparnya.
Selain pemberdayaan ekonomi, tambah dia, Kiai Ma'ruf juga bisa menambahkan program-program sekolah kejuruan di pesantren.
Tujuannya untuk menampik kesan bahwa pesantren hanya tempat untuk menimba ilmu agama.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren itu penting dibangun agar pesantren kompetitif dengan institusi lainnya," lanjutnya.
Dia mengatkan selama ini "output" dari pesantren ini sering dimaknai sebagai lulusan lembaga agama yang hanya mengerti ngaji, doa dan sedikit isu-isu Islam, tetapi ketika berbicara hal-hal praktis, kebutuhan dari masyarakat itu lemah.
"Pendidikan kejuruan berbasis pesantren menjadi isu kedua yang harus mulai dibumikan Kiai Ma’ruf. Tentu dengan tidak menghilangkan nilai tradisional pendidikan Islam itu. Nilai agama tetap, tapi nilai plusnya lulusan pesantren ini bukan hanya orang yang alim yang pasih bicara agama tapi mereka juga adalah orang yang cukup capable layak pakai untuk persaingan di dunia secara luas," tutur Adi.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019